Gudang Ilmu: February 2023

Monday 13 February 2023

Pengertian Pondasi Raft Keunggulan & Kekurangan dan Cara Membuatnya

     Semakin kuat pondasi, semakin kuat sebuah bangunan kokoh berdiri. Satu pondasi yang disebut-sebut sebagai pondasi raksasa karena kekuatan dan volumenya yang besar adalah pondasi raft.Pondasi raft ini banyak diaplikasikan untuk jenis bangunan bertingkat. Mungkin tidak banyak yang menyangka jika jenis pondasi ini termasuk jenis pondasi dangkal. Pondasi ini mempunyai bentuk pelat yang sangat lebar dengan ketebalan tertentu sehingga membentuk pelat raksasa.

Apa itu Pondasi Raft?

Pondasi raft adalah jenis pondasi yang terbuat dari beton bertulang dengan bentuk yang menyerupai rakit. Oleh karenanya, pondasi ini juga biasa disebut dengan pondasi rakit.Pengertian Pondasi Raft Keunggulan

Sebelum memilih untuk menggunakan pondasi ini, daya dukung tanahnya harus sudah memenuhi syarat. Selain itu, jumlah lantai bangunan tingkat yang bisa dipenuhi adalah 10 lantai.

Salah satu keunggulan dari penggunaan pondasi raft ini adalah proses pembangunannya lebih cepat. Karena prosesnya tidak membutuhkan alat berat seperti pile driver yang biasa digunakan untuk pondasi dalam. Pekerjaan pondasi raft ini dapat dilakukan dengan mudah tanpa membutuhkan bantuan alat berat.

Penggunaan pondasi raft (raft foundation) biasanya dikerjakan untuk bangunan yang mempunyai basement. Karena pondasi ini dinilai mampu mengurangi risiko momen guling pada bangunan gedung bertingkat. Jika tidak digunakan pondasi raft, maka bangunan bertingkat biasanya menggunakan pondasi dalam, dimana keduanya mampu mencegah terjadinya momen guling.

Pondasi ini cocok diaplikasikan pada jenis tanah yang lunak ataupun tanah yang terdapat zona lunak tertentu saja. Oleh karenanya, pondasi raft atau rakit ini dirancang utnuk menjangkau zona zona tersebut dengan tekanan bantalan yang dapat ditoleransi serta tingkat penurunan yang dapat diterima.

Jenis-Jenis Pondasi RaftPengertian Pondasi Raft Keunggulan

 

Lapisan beton bertulang yang digunakan pada jenis pondasi raft ini menutupi seluruh area bangunan. Adapaun ketebalan pondasi raft yang biasa digunakan berkisar 15cm sampai 30cm. Jika ingin diperkuat maka bisa dilakukan peningkatan ketebalan beton di daerah beban berat, seperti di bawah kolom, atau dengan sistem balok utama dan sekunder.

Adapun jenis pondasi raft yang sering diaplikasikan untuk bangunan:Pengertian Pondasi Raft Keunggulan

1. Pelat rata

Artinya ketebalan pondasi raft ini memiliki ukuran yang sama rata.

2. Pelat diperkuat dengan menambah ketebalan pada bagian bawah kolom

Pondasi raft ini memiliki ukuran ketebalan yang berbeda-beda. Pada bagian bawah kolom didesain memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan lainnya.

3. Basement sekaligus pondasi

Artinya pondasi raft ini juga berfungsi untuk pembangunan struktur basement yang disusun dengan beton bertulang berbentuk rakit.

 

4. Balok dan pelat

Artinya pondasi raft ini selain memiliki pelat lantai juga dilengkapi dengan balok yang berfungsi sebagai sebagai penyalur beban dari lantai ke kolom.

5. Pelat dengan kaki tiang

Artinya pondasi raft ini selain memiliki pelat lantai juga dilengkapi dengan kaki tiang yang digunakan untuk menerima dan menyalurkan beban dari struktur atas ke tanah pada kedalaman tertentu.

6. Pondasi raft dan pondasi dalam/pondasi bored pile

Artinya pondasi raft ini dikombinasikan dengan pondasi dalam. Cara pengerjaannya adalah dengan pemberian bored pile pada bagian bawah kolomnya.

Keunggulan Pondasi Raft

Daripada pondasi jenis lain, pondasi raft ini memiliki keunggulan tersendiri, yaitu:

1. Efektif dan Efisien

Pekerjaan pondasi ini tidak memerlukan banyak waktu sehingga proses pengerjaan proyek bisa lebih cepat.

2. Biaya Lebih Hemat

Keunggulan selanjutnya dengan memilih pondasi raft adalah biayanya bisa lebih hemat. Biaya yang bisa ditekan pada pekerjaan pondasi ini adalah pada item penggalian karena tergolong pondasi dangkal sehingga pekerjaan penggalian yang dilakukan relatif lebih kecil.

3. Adaptasi fisik bangunan yang lebih baik

Pengerjaan pondasi ini sudah cukup teruji. Bangunan-bangunan di berbagai kota besar di Indonesia telah mengaplikasikannya. Dengan metode dan teknis pekerjaan tertentu, pondasi raft ini mampu mengikuti kondisi tanah yang terjadi, penurunan tanah misalnya.

Kondisi ini dinilai lebih aman dan tidak membahayakan bagi bangunan di atasnya. Hal ini berbeda ketika pengaplikasian pondasi dalam yang apabila terjadi penurunan di salah satu titik pondasi, maka bangunan akan mengalami kemiringan dan/atau bahkan bisa ambruk. 

Kekurangan Pondasi Raft

Sedangkan kekurangan dari jenis pondasi raft adalah terkadang, desain pondasi raft ini bisa menjadi sangat kompleks sehingga terkadang membutuhkan seoarang ahli/profesional yang sangat terampil dan berpengalaman.

Cara Membuat Pondasi Raft

 

Adapun proses pembuatan pondasi raft bisa terbilang lebih sederhana, yaitu:
Penggalian tanah untuk galian basement dan juga galian pondasi raft. Pengerjaan ini biasanya membutuhkan perbaikan tanah dasar apabila tanah dalam kondisi lunak. Syarat elevasi yang diminta adalah dengan kondisi California Bearing Ration (CBR) min 50%. Semakin tinggi nilai CBR, artinya semakin baik kondisi tanah dasarnya.

  1. Setelah item pekerjaan penggalian tanah selesai, maka langkah selanjutnya adalah membuat lantai kerja dengan campuran semen.
  2. Fabrikasi pembesian beton bertulang sesuai dengan gambar kerja yang telah dibuat.
  3. Prosses pembuatan bekisting dengan pemasangan bata, bata ringan, atau batako.
  4. Memasang pembesian lapis bawah dan atas.
  5. Memasang pembesian vertikal kolom dan dinding basement.
  6. Jika diperlukan, berikan penyemprotan obat anti rayap.
  7. Melakukan quality contol pada besi bertulang yang telah dipasang sebelum dilakukan pengecoran.
  8. Proses pengecoran beton yang dibagi dengan beberapa zona apabila proyek bangunan terlalu luas.

Itulah ulasan mengenai pondasi raft mulai dari pengertian sampai dengan cara pengaplikasiannya, Pergeseran ataupun penurunan tanah dinilai dapatb membahayakan struktur bangunan. Oleh karenanya, kehadiran pondasi raft ini memberikan alternatif solusi karena mampu menyediakan dasar bangunan yang kokoh.

Penjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

 Reklamasi pantai, merupakan salah satu contoh dari upaya manusia untuk menjawab keterbatasan lahan di perkotaan, sebagaimana yang terjadi di pantai utara Jakarta, di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi, Center Point of Indonesia – Makassar, dan di beberapa kota lainnya. Dalam aktivitasnya, reklamasi perlu melibatkan banyak pihak seperti dari kalangan pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat pesisir pantai atau yang akan terkena dampak reklamasi itu sendiri. Penjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

Pemerintah Daeraah melakukan reklamasi pantai biasanya bertujuan untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya dari kebijakan yang diambil Pemda berupa reklamasi pantai adalah meningkatkan taraf perubahan sosial masyarakat pesisir.Penjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

Peningkatan dan pemberdayaan taraf hidup masyarakat pesisir harus dikelola secara optimal. Melalui reklamasi pantai, yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku, harapannya dapat mewujudkan kesejahteraan masayrakat pesisir secara berlahan. Tentunya kebijakan reklamasi ini memerlukan perencanaan yang terpadu dan mempertimbangkan analisis dampak lingkungan dan juga dampak sosial-ekonomi masyarakat.

Apa itu Reklamasi Pantai?

Reklamasi adalah upaya pembentukan dan pembangunan lahan baru dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya yang ada. Kebijakan reklamasi ini harus melalui serangkaian proses peninjauan baik dilihat dari sudut dampak lingkungan maupun dampak sosial ekonomi.

Sedangkan reklamasai pantai adalah usaha pembentukan dan pembangunan lahan baru baik yang menyatu dengan wilayah pantai ataupun yang terpisah dari pantai. Secara umum proses reklamasi pantai adalah dimulai dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase hingga pembangunan proyek tertentu sesuai dengan tujuan dari pemanfaatan lahan tersebut. Misalnya, reklamasi tersebut untuk menciptakan kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian dan/atau onjek wisata.

Dalam prosesnya, pihak yang ingin melaksanakan proyek reklamasi harus mengajukan proposal, rencana induk dan studi kelayakan, serta rancangan detil reklamasi yang dapat dilihat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tujuan Reklamasi Pantai

Adapun tujuan reklamasi plantai adalah:

  • Menjadikan kawasan pantai yang rusak atau tidak berguna menjadi memiliki nilai ekonomi dan juga bermanfaat.
  • Pemekaran kota.

Dampak Reklamasi PantaiPenjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

Sebelumnya telah disinggung bahwa reklamasi memiliki dampak baik terhadap lingungan maupun sosial ekonomi. Adaya reklamasi artinya timbul perubahan pantai yang memberikan dampak tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga meluas.

Kebijakan reklamasi yang dilakukan memiliki dampak yang luas baik itu positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Berikut ini penjelasan lengkapnya.

A. Dampak positif

Secara umum dampak positif dari dilakukannya reklamasi pantai tentu saja sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. yaitu:

  • Menghidupkan kembali transportasi air
  • Membuka peluang pembangunan wilayah pesisir
  • Meningkatkan nilai ekonomi kawasan pesisir melalui pariwisata bahari
  • Meningkatkan pendapatan daerah karena meningkatnya kualitas dan nolai ekonomi kawasan pesisir
  • Mampu menahan gelombang pasang yang mengikis pantai
  • Meningkatkan kondisi habitat perairan
  • Menyerap atau membuka kesempatan kerja bagi masyarakat, khususnya warga pesisir.

B. Dampak negatif

Dari sejumlah manfaat atau dampak positif dari reklamasi pantai tersebut, perlu dingat pula akan dampak negatifnya yang tidak sepele. Di antara dampak negatif reklamasi pantai adalah:

  • Dampak lingkungan, yaitu seperti munculnya dampak fisik seperti perubahan hidro-okseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, munculnya potensi banjir rob dan juga penggenangan di wilayah pesisir. Tak hanya itu, berubahnya alur gelombang air pantai dapat mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya abrasi, tergerus atau bahkan berdampak banjir.
  • Dampak biologis, yaitu berupa terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuari, dan keanekaragaman hayati atau biota laut yang semakin mengalami penurunan.
  • Dampak pada aspek sosial ekonomi masyarakat, yaitu berupa kegitan masyarakat yang merupakan petani tambak, nelayan dan buruh, mengalami penurunan pendapatkan karena terkena imbas hasil tangkapan yang mengalami penurunan akibat ekosistem laut yang terganggu.

Cara Melakukan Reklamasi Pantai

Proses dalam tahapan reklamasi yang pertama tentunya adalah mendapatkan izin dari pemerintah setempat. Kemudian jika sudah diizinkan, maka pemberi izin wajib melakukan monitoring dan evaluasi selama pelaksanaan reklamasi agar realisasinya sesuai dengan perencanaan reklamasi yang telah disusun, sehingga dampak negatifnya dapat diminimalisir.
Secara umum reklamasi dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
1. Metode pengurugan, yaitu dimulai dengan pembangunan tanggul, pemasangan silt screen, penebaran material, perataan lahan dan pematangan lahan dan penimbunan tanah lapisan akhir. Masing-masing proses tersebut dijelaskan lebih detail di bawah ini.
  • Pembangunan tanggul, yaitu bertujuan untuk membuat batas luar lahan reklamasi dan juga agar kawasan tersebut tidak mengalami kekeruhan. Bahan tanggul dapat berasal dari material tanah, batu dan lapisan luar.
  • Silt screen, yaitu bertujuan untuk mengendalikan kekeruhan perairan di sekitar lokasi reklamasi yang terjadi akibat suspensi sediman dan padatan selama pengerukan atau pengisian material.
  • Penebaran material, yaitu dilakukan dengan metode hidraulik fill atau menggunakan pipa sehingga dapat mengurangi pencemaran akibat tumpahan material yang sedang disebarkan.
  • Perataan, pematangan lahan dan penimbunan tanah lapisan untuk tahapan terakhir dari proses reklamasi. Tahapan ini perlu dilakukan untuk memastikan lahan reklamasi tidak mengalami penurunan tanah, likuifaksi, dan longsor.
2. Metode pengeringan, yaitu dilakukan dengan membangun tanggul kedap air terlebih dulu, kemudian membangun jaringan drainase, memompa air keluar dari lahan reklamasi, dan memperbaiki kestabilan tanah dasar.
Selama proses pelaksanaan proyek reklamasi tersebut haruslah dilakukan monitoring, diantaranya adalah titik koordinat pelaksanaan reklamasi memiliki kesesuaian dengan yang tercantum dalam izin, keberadaan alat pemantau tanah, dan kualitas lingkungan hidup sesuai dengan dokumen pemantauan lingkungan hidup. Penjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

Penutup

Kegitan proyek reklamasi harus dilakukan secara hati-hati dan berdasar kepada pedoman dan peraturan perundang-undangan yang ada dengan melibatkan seluruh stakeholder yang terkait. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial ekonomi dan budaya negatif serta untuk mengoptimalkan dampak positif dari kegiatan reklamasi itu sendiri. Penjelasan lengkap tentang Reklamasi Pantai

Selain itu, proyek reklamasi ini juga harus menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang memperhatiakan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan orientasi jangka panjang

Menghitung Takaran Cor Beton Manual Sesuai SNI

     Beton merupakan salah satu bahan wajib yang tidak bisa dihilangkan dalam proyek bangunan modern. Beton memiliki fungsi yang penting dan dapat mempengaruhi umur dan kekuatan suatu bangunan. Oleh karenanya, penting sekali menentukan takaran cor beton manual agar dihasilkan adukan yang ideal dan aman sesuai dengan standar yang diijinkan.Menghitung Takaran Cor Beton

    Di pasaran memang terdapat beton cor ready mix yang siap pakai dan siap “disajikan” pada area proyek yang diinginkan. Namun, karena kapasitas pengecoran yang jumlahnya banyak maka beberapa pihak kontraktor membuat takaran cor beton manual.Menghitung Takaran Cor Beton

    Sayangnya jika salah dalam menakarnya, bisa-bisa cor beton yang dihasilkan kurang berkualitas, seperti mutu kekerasan beton di bawah standar. Nah, oleh karenanya, untuk bisa menghasilkan cor beton manual sesuai standar yang telah ditentukan, ada baiknya simak dengan seksama penjelasan mengenai cara membuat takaran cor beton manual yang sesuai dengan standar, sehingga nantinya didapatkan bangunan yang berkualitas.

Cara Menghitung Takaran Cor Beton Manual Sesuai SNIMenghitung Takaran Cor Beton

Beton merupakan produk dari hasil campuran adukan antara air, semen, pasir dan kerikil dengan perbandingan takaran tertentu yang disesuaikan dengan fungsi dan tujuan pembuatan beton tersebut.

Beton cor yang dibuat dan ditakar secara manual akan berkualitas jika pemilihan material campuran beton tepat, jumlah perbandingan takaran tepat, dan pengerjaannya yang tepat dan konsisten.

Berikut ini adalah ilustrasi yang berhasil kami lansir dari Twitternya Hafizhurrahman (@MethodologistID), seorang insinyur teknik sipil, yang mungkin bisa memudahkan kamu untuk memahami cara melakukan takaran cor beton manual dengan baik, yaitu:

Buat kalian yang ingin mengetahui bagaimana cara menghitung komposisi atau takaran masing-masing material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, dan air) sesuai dengan kebutuhan mutu beton yang dikehendaki, berikut ini adalah tahapan yang bisa kalian ikuti.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

  1. Tentukan terlebih dahulu kuat tekan beton yang dibutuhkan.
  2. Lihat tabel perbandingan berat masing-masing komposisi material pembentuk beton sesuai dengan kuat tekan beton yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel  SNI 7394:2008.
  3. Cari berat jenis masing-masing material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, dan air) yang akan digunakan.
  4. Mengkonversi berat masing-masing komposisi material pembentuk beton menjadi dalam bentuk volume.

Mari kita simulasikan saja, praktik secara langsung:

Untuk SNI 7394:2008 (tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan)-nya bisa diunduh melalui website salah satu dosen dari Universitas Brawijaya, yaitu lnik berikut http://runiasmaranto.lecture.ub.ac.id/files/2012/05/SNI-7394-2008-HSP-Beton.pdf

Pak Rudi ingin membuat beton dengan kualiatas K-175. Maka Pak Rudi bisa melihat tabel perbandingan berat untuk beton K-175 (yang memiliki kuat tekan sebesar 250 kg/cm2) di SNI 7394:2008 berikut, komposisi masing-masing materialnya adalah:

(a) semen = 326 kg

(b) pasir = 760 kg

(c) kerikil = 1029 kg

(d) air = 215 liter

Karena di lapangan, umumnya menggunakan perbandingan volume, bukan perbandingan berat. Maka, Pak Budi selaku pemilik proyek biasanya akan ditanyai oleh Pak Tukang, “Ini perbandingan semen, pasir, kerikil, sama air yang diinginkan berapa?”Menghitung Takaran Cor Beton

Umumnya para tukang tersebut menggunakan benda seperti ember, sekrup, tong cat, gayung, dsb untuk dijadikan patokan/satuannya.

Jadi biasanya mereka akan menggunakan “perbandingannya 1 ember semen banding 2 ember pasir banding 3 ember kerikil banding 1 ember air (1 : 3 : 2 : 1)”.

Well. Jadi, output dari perhitungan Pak Rudi adalah untuk mengetahui perbandingan volume masing-masing material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, dan air). Oleh karenanya, Pak Budi harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pertama, Pak Budi harus tahu dulu berat jenis masing-masing material yang digunakan.

  • Berapa berat jenis semen yang digunakan?
  • Berapa berat jenis pasir yang digunakan?
  • Berapa berat jenis kerikil yang digunakan?
  • Berapa berat jenis air yang digunakan?

Berdasarkan data terkait berat jenis masing-masing material, Pak Rudi menemukan:

  • Berat jenis semen = 1250 kg/m3
  • Berat jenis pasir = 1400 kg/m3
  • Berat jenis kerikil = 1350 kg/m3
  • Berat jenis air = 1000 kg/m3

2. Kedua, Pak Rudi perlu mengkonversi masing-masing material tersebut menjadi volume.

Bagaimana cara mengubah berat menjadi volume? Caranya Pak Budi harus membagi Berat dengan Berat Jenis.

Kok gitu?

Karena Volume (V) adalah hasil bagi dari Berat (W) per Berat Jenis (BJ) yang jika diformulasikan dalam bentuk matematis adalah V = W / BJ.
Dengan informasi berat jenis masing-masing material yang telah Pak Rudi ketahui seperti yang telah disebutkan di atas, maka Pak Rudi bisa menghitung volume setiap material.

  • Volume semen = 326/1250 = 0.26 m3
  • Volume pasir = 760/1400 = 0.54 m3
  • Volume kerikil = 1029/1350 = 0.76 m3
  • Volume air = 215/1000 = 0.21 m3

3. Ketiga, Pak Rudi perlu mengubah tabel perbandingan berat yang tertera pada SNI menjadi tabel perbandingan volume.

Caranya Pak Rudi bisa mengambil salah satu volume material sebagai patokan. Di sini Pak Rudi mengambil semen sebagai volume patokan.

  • Semen = 0.26/0.26 = 1
  • Pasir = 0.54/0.26 = 2
  • Kerikil = 0.76/0.26 = 3
  • Air = 0.21/0.26 = 0.8

Nah, dengan begitu, dapat diketahui perbandingannya 1 : 2 : 3 : 0.8

Karena sudah dalam bentuk volume, maka Pak Rudi dan Pak Tukang bisa menggunakan persepsi yang sama terkait satuannya, misal ember, gayung, tong cat (pail), dst.

Misal Pak Rudi menggunakan satuan ember, maka perbandingan volume untuk membuat Beton K-175 adalah:

  • Semen = 1 ember
  • Pasir = 2 ember
  • Kerikil = 3 ember
  • Air = 0.8 ember

Nah, di atas adalah contoh perhitungan takaran cor beton manual untuk kualitas beton K-175. Silakan. kalian bisa mencobanya sendiri dengan menentukan komposisi masing-masing material pembentuk beton (semen, pasir, kerikil, dan air) yang disesuaikan dengan mutu beton lainnya, yaitu mulai dari mutu K-100, K-125, K-150, K-200, K-225, K-250, K-275, K-300, K-325, K-350, dll.

Beton cor yang dibuat dengan takaran manual, bukan beton ready mix, bisa saja menghasilkan kuat beton yang berkualitas asalakan bahan yang digunakan berkualitas dan takaran sesuai dengan standar yang telah ditetapkan SNI. Nah, pilih taakaran cor beton secara manual ataukah beton cor ready mix.Menghitung Takaran Cor Beton

Pengertian dan Rumus Hidrolika

 Apa itu hidrolika ? dari kata-katanya kita akan melihat kata hidro yang erat hubunganya dengan zat cair. jadi Hidrolika adalah cabang ilmu teknik sipil yang mempelajari tentang perilaku zat cair.   terdapat cabang ilmu yang hampir sama namun berbeda yaitu ilmu hidrologi yang mempelajari tentang air hujan debit sungai, banjir dan sejenisnya. pemanfaatan ilmu hidolika ini antara lain untuk pembuatan bangunan sebagai fasilitas hidup.Penjelasan Pengertian dan Rumus Hidrolika

  1. Pipa saluran air misalnya pembuatan gorong-gorong atau pipa air PAM yang letaknya perlu diperhitungkan sedemikian rupa sehingga setiap rumah dapat teraliri dengan deras
  2. Bangunan penutup air pada bendungan sehingga dapat diatur seberapa besar volume air yang akan ditahan dan dialirkan.
  3. pipa tambang minyak
  4. sungai
  5. kolam
  6. Pelabuhan
  7. Pengendalian banjir seperti penentuan daerah rawan banjir sehingga perlu dipikirkan bagaimana langkah terbaik dalam mencegah banjir seperti di kota jakarta indonesia dibuat sungai banjir kanal barat dan banjir kanal timur.
  8. Irigasi pertanian misalnya pembuatan arus transportasi air yang dapat membagi semua lahan persawahan dengan baik dan adil sehingga semua petani mendapatkan hasil panen yang baik karena tanamanya mendapatkan minum secara teratur
Dalam ilmu hidrolika dipelajari bagaimana perilaku dan sifat zat cair didalam sebuah bejana sehingga pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan dan berguna dalam menunjang kehidupan masyarakat, penggunaan ilmu hidrolika juga dapat ditemui di dunia otomotif yaitu sistem rem hidrolik yang dengan tenaga injakan kecil dapat diperbesar untuk menghentikan kendaraan yang sedang melaju kencang  bisa dibayangkan apabila kaki harus langsung menahan ban kendraan agar berhenti maka bukanya berhenti kendaraanya tapi pengemudianya
Bermacam-macam rumus hidrolika dapat dijumpai pada cabang ilmu teknik sipil ini yang membutuhkan pengetahuan ilmu matematika atau disebut juga dengan kalkulus. ya.. apapun cabang ilmunya apabila dipelajari dengan sungguh-sungguh tentu akan memudahkan kita dalam menjalani kehidupan ini karena belajar itu dimulai sejak lahir menjadi bayi mungil sampai masuk ke liang kubur menjadi … ( bisa dibayangkan sendiri  ) selamat belajar dan berdoa agar mendapatkan yang terbaik dalam hidup ini.

RUMUS HIDROLIKA

Di dalam praktek, faktor penting dalam studi hidraulika adalah : kecepatan atau debit aliran Q.
Dalam hitungan praktis, rumus yang banyak digunakan adalah persamaan kontinuitas, Q = A x V, dengan A adalah tampang aliran. Apabila kecepatan dan tampang aliran diketahui, maka debit aliran dapat dihitung.  Demikian pula jika kecepatan dan debit aliran diketahui maka dapat dihitung luas tampang aliran yang diperlukan untuk melewatkan debit tersebut. Dengan kata lain dimensi pipa atau saluran dapat ditetapkan. Biasanya debit aliran ditentukan oleh kebutuhan air yang diperlukan oleh suatu proyek (kebutuhan air minum suatu kota atau untuk irigasi, debit pebangkitan tenaga listrik, dan sebagainya) atau debit yang terjadi pada proyek tersebut (debit aliran melalui sungai). Dengan demikian besarnya debit aliran adalah sudah tertentu.  Berarti untuk bisa menghitung tampang aliran A, terlebih dahulu harus dihitung kecepatan V.

A. Rumus ChezyPenjelasan Pengertian dan Rumus Hidrolika
Seperti yang telah diketahui, bahwa perhitungan untuk aliran melalui saluran terbuka hanya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus empiris, karena adanya banyak variabel yang berubah. Untuk itu berikut ini disampaikan rumus-rumus empiris yang banyak digunakan untuk merencanakan suatu saluran terbuka.
Chezy berusaha mencari hubungan bahwa zat cair yang melalui saluran terbuka akan menimbulkan tegangan geser (tahanan) pada dinding saluran, dan akan diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran. Di dalam aliran seragam, komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang dengan tahanan geser, dimana tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran. Setelah melalui beberapa penurunan rumus, akan didapatkan persamaan umum :Penjelasan Pengertian dan Rumus Hidrolika

Dengan adalah Kecepatan aliran (m/det), adalah Jari-jari Hydraulik (m), I adalah Kemiringan dasar saluran dan adalah Koefisien Chezy
B. Rumus Manning
Rumus Manning yang banyak digunakan pada pengaliran di saluran terbuka, juga berlaku untuk pengaliran di pipa. Rumus tersebut mempunyai bentuk:

Dengan n adalah koefisien Manning dan R adalah jari-jari Hydraulik, yaitu perbandingan antara  luas tampang aliran A dan keliling basah P.

Untuk pipa lingkaran, A = Ï€D2/4 dan P = Ï€ D , sehingga:

Atau

D = 4R
Untuk aliran di dalam pipa persamaan menjadi:

Contoh soal hidrolika:
Saluran terbuka berbentuk segiempat terbuat dari pasangan batu bata yang difinish dengan plester & aci (n=0,025) mempunyai lebar 10 m dan kedalaman air 3 m. Apabila kemiringan dasar saluran adalah 0,00015 dan koefisien chezy 50. Hitung Debit aliran.

Penyelesaian :
Luas tampang basah :
A =  B  x h
=  10  x 3  =  30  m
Keliling basah :
P   =  B  +  2h
=  10  +  2  x 3  =  16  m
Jari – Jari Hydrolik
R = A / P
= 30 / 16 = 1,875 m
Kecepatan aliran

V = 50 sqrt (1,875 x 0,00015)
= 0,8385 m/d
Debit Aliran
Q = A x V
= 30 x 0,8385 = 25,155 m3/dPenjelasan Pengertian dan Rumus Hidrolika

Thursday 9 February 2023

Cara membuat base_url sendiri, saat membuat website

 Base_url merupakan alternatif url yang digunakan saat membuat sebuah website. Salah satu contohnya adalah saat kita akan membuat sebuah template website untuk header ataupun footer. Penggunaan base url dapat membantu anda untuk menentukan url secara dinama.

Sebuah website akan diakses oleh client. Pada saat pemanggilan website melalui client tentunya alamat url website akan berubah bergantung bagaimana client dalam melakukan pemanggilan seperti saat sebuat server menggunakan IP 192.168.4.21 maka client akan memanggil website anda dengan http:192.168.4.21:80/..... hal ini membuat alamt url berubah bukan lagi memanggil localhost. 

Perang baseurl disana sangat diperlukan saat client memanggil server anda dengan menggunakan IP address maka url akan berubah secara otomatis, dimana pada saat awal pemanggilan url : http://localhost/dataku ketika di panggil akan berubah menjadi http:192.168.4.21:80/dataku. Pada saat kita menggunakan url statis maka beberapa data tidak akan terbaca oleh client seperti css dll. agar css ataupun lain sebagainya dapat di detek oleh client maka kita dapat menggunakan base-url.

Konfigurasi yang dapat kita lakukan saat membuat base_url adalah dengan memanfaatkan file configrasi. biasayanya file configurasi akan selalu dipanggil pada setiap halaman web  atau kita juga dapat memanfaatkan template header sehingga kita dapat memanggil base url setiap kali kita membutuhkan.

berikut contoh kofigurasi base url yang dapat copy paste. 

buatlah file dengan conf.php 

kemudian anda paste coding berikut: 

<?php 

if (!function_exists('base_url')) {

    function base_url($atRoot=FALSE, $atCore=FALSE, $parse=FALSE){

        if (isset($_SERVER['HTTP_HOST'])) {

            $http = isset($_SERVER['HTTPS']) && strtolower($_SERVER['HTTPS']) !== 'off' ? 'https' : 'http';

            $hostname = $_SERVER['HTTP_HOST'];

            $dir =  str_replace(basename($_SERVER['SCRIPT_NAME']), '', $_SERVER['SCRIPT_NAME']);

            $core = preg_split('@/@', str_replace($_SERVER['DOCUMENT_ROOT'], '', realpath(dirname(__FILE__))), NULL, PREG_SPLIT_NO_EMPTY);

            $core = $core[0];

            $tmplt = $atRoot ? ($atCore ? "%s://%s/%s/" : "%s://%s/") : ($atCore ? "%s://%s/" : "%s://%s");

            $end = $atRoot ? ($atCore ? $core : $hostname) : ($atCore ? $core : $dir);

            $base_url = sprintf( $tmplt, $http, $hostname, $end );

        }

        else $base_url = 'http://localhost/';

        if ($parse) {

            $base_url = parse_url($base_url);

            if (isset($base_url['path'])) if ($base_url['path'] == '/') $base_url['path'] = '';

        }

        return $base_url;

    }

}

?>

selanjutnya anda dapat memanggil fungsi dari base_url diatas dengan ara memanggilnya seperti pada contoh berikut: 

<link href="<?php echo base_url ();?>/unisa/data/assets/vendor/fontawesome-free/css/all.min.css" rel="stylesheet" type="text/css">

fungsi dari base url diata akan berjalan apabila anda menyertakan file conf.php pada halaman web diamana anda menyimpan cofigurasi base url. untuk memanggila halan tersebut anda dapat menggunakan fungsi include serperti contoh berikut:

<?php 

include"conf.php"

?>

secara lengkaap dapat ditulis pada halaman web anda seperti berikut:

<?php 

include"conf.php"

?>

<link href="<?php echo base_url ();?>/unisa/data/assets/vendor/fontawesome-free/css/all.min.css" rel="stylesheet" type="text/css">

Semoga bermanfaat terimakasih...!

Cara membuat nim, nik, dan nis Otomatis dengan menggunakan PHP

 //Pengaturan Nomor Urut

     //cek user pilih lama

    $id_jns_daftar = 1;

    $maba = 1;

    if( $id_jns_daftar ==  $maba) {

            //mengambil data semester  

            $Semester   = 1;

    }else{

            $Semester   = 5;

    }

    //mengambil data urut berdasarkan prodi

    $kode_jurusan       = 13201;

    $dataUrut           = $kode_jurusan;

    //Mengambil data angkatan

    include "kalakay_conn.php";

    $dataAngkatan       = mysqli_query ($koneksi, "SELECT * FROM defautldata " );

    $dataAngk           = mysqli_fetch_assoc ($dataAngkatan);

    $Angkatan           = $dataAngk['tahun_angk'];

    include "resto_conn.php";

    $dataFakul          = mysqli_query ($koneksi, "SELECT * FROM jurusan WHERE kode_jurusan = '$dataUrut' " );

    $dataFakultas       = mysqli_fetch_assoc ($dataFakul);

    $Fakultas           = $dataFakultas['id_fakultas'];

    //mengambil data prodi

    $Prodi              = $dataFakultas['id_prodi'];

    $kodeUnik           = $Angkatan.$Fakultas.$Prodi.$Semester;

    $query = mysqli_query($koneksi, "SELECT nipd FROM mhs WHERE nipd LIKE '$kodeUnik'");

    $totalData = count(mysqli_fetch_array($query));

    

    $queryNim = mysqli_query($koneksi, "SELECT max(nipd) as maxNIM FROM mhs WHERE nipd LIKE '$kodeUnik%'");

    $data1 = mysqli_fetch_array($queryNim);

    $idMax = $data1['maxNIM'];

    $kodeUrut = (int) substr($idMax, 8, 3);

    $kodeUrut++;

    $nipd = $Angkatan.$Fakultas.$Prodi.$Semester. sprintf("%03s", $kodeUrut);

    echo $nipd;

Metode Kepemimpinan dalam Menentukan Keputusan

 BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dalam kepemimpinan terdapat peranan penting untuk mengambil keputusan. Pengambilan keputusan yang tepat dapat meningkan kemajuan dalam organisasi. Dengan demikian dalam mengambil keputusan diperlukan langkah strategis agar tindakan yang dilakukan oleh organisasi/ maupun individu dapat mencapai visi.
Kepemimpinan seseorang dapat mempengaruhi setiap tindakan dalam mengambil keputusan, terbagi dua peranan penting yang dilakukan seseorang dalam mengambil keputusan. Peran yang pertama kita kenal dengan istilah peranan kepemimpinan mengerjakan hal yang benar, dan yang kedua kita menyebutnya dengan istilah peranan manajemen mengerjakan hal secara benar atau pelaksanaan.
Perbedaan yang signifikan antara kedua peranan di atas adalah jika dikaitkan dengan otak kanan dan otak kiri. Peranan kepemimpinan umumnya diatur oleh otak kanan, adapun peranan manajemen diatur oleh otak kiri. Sedangkan dalam hubungannya dengan dinamika organisasi, maka peran kepemimpinan tidak terlepas dari pembagiannya serta keterkaitannya dengan aspek mengambil keputusan, mengelola konflik dan membangun tim. Dalam makalah ini kita akan membahas tiga pembagian peran kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan adalah adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang berada dalam organisasi untuk pencapaian tujuan.
Dalam pengertian lain kepemimpinan adalah kemampuan atau keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi orang lain, terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak dengan sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Di dalam kepemimpinan dan kekuasaan terkadang memiliki masa dimana proses pengambilan keputusan terasa sangat sulit karena berbagai faktor yang melanda, baik faktor eksternal maupun internal. Untuk itu kepemimpinan seseorang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Baik buruk rotasi dalam organisasi tergantung dari bagaimana pengambilan keputusan, sehingga metode dalam mengambil keputusan memiliki pranan yang signifikan terhadap pencapaian tujuan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Kepemimpinan!
2.      Bagaimana Keputusan!
3.      Bagaimana metode kepemimpinan dalam mengambil keputusan!
C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah
a.       Memenuhi salah satu tugas mata kuliah kepemimpinan
b.      Memahami lebih jelas mengenai bagaimana kepemimpinan
c.       Memahami lebih jelas mengenai bagaimana keputusan
d.      Memahami lebih jelas mengenai bagaimana metode kepemimpinan dalam mengambil keputusan
1.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Dapat memenuhi salah satu tugas mata kuliah kepemimpinan
b.      Dapat memehami lebih jelas mengenai kepemimpinan
c.       Dapat memahami lebih jelas mengenai bagamana keputusan
d.      Dapat memahami lebih jelas mengenai bagaimana metode kepemimpinan dalam mengambil keputusan


BAB II
PEMBASAHAN

A.        Kepemimpinan
1.    Pengetian Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) telah didefinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner, Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Dari definisi diatas terdapat tiga implikasi penting meneganai kepemipinan yakni:  Pertama, Kepemimpinan menyangkut orang lain – bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan status / kedudukan pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang mmanajer akan menjadi tidak relevan. Kedua, Kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para anggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatankegiatan pemimpin secara langsung, meskip[un dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, Selain dapat memberikan pengarahan kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan dengan tepat.
Stogdill (1974) menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan. Hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan tersebut. Namun demikian, semua definisi kepemimpinan yang ada mempunyai beberapa unsur yang sama.
Sarros dan Butchatsky (1996), "leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good".
Menurut definisi tersebut, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan menurut Anderson (1988), "leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance".
Berdasarkan definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
a.       Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
b.      Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya
c.       Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas yang dimilikinya.
d.      Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
e.       Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership) seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers are people who do things right and leaders are people who do the right thing, "). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga seefisien mungkin.
2.   Model- model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an, memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders) dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi, variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
(a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi
mereka dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a social situation, and that persons who are leaders in one situation may not necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan, membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak), seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
(b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership) Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang mempengaruhi kinerja para pemimpin.
Hoy dan Miskel (1987), misalnya, menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation), iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.
(c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
(d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions). Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok: supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada), participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan) dan achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
(e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership) Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi didalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya, Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of rewards for compliance".
Dengan demikian, pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Yammarino dan Bass (1990) juga menyatakan bahwa pemimpin transformasional mengartikulasikan visi masa depan organisasi yang realistik, menstimulasi bawahan dengan cara yang intelektual, dan menaruh parhatian pada perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh bawahannya. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh Tichy and Devanna (1990), keberadaan para pemimpin transformasional mempunyai efek transformasi baik pada tingkat organisasi maupun pada tingkat individu.
Dalam buku mereka yang berjudul "Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership", Bass dan Avolio (1994) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's". Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.
Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi. Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu).
Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relatif baru, beberapa hasil penelitian mendukung validitas keempat dimensi yang dipaparkan oleh Bass dan Avilio di atas. Banyak peneliti dan praktisi manajemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky 1996).
Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi (seperti misalnya Weber 1947) dan ahli-ahli politik (seperti misalnya Burns 1978).
Beberapa ahli manajemen menjelaskan konsep-konsep kepimimpinan yang mirip dengan kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang karismatik, inspirasional dan yang mempunyai visi (visionary). Meskipun terminologi yang digunakan berbeda, namun fenomenafenomana kepemimpinan yang digambarkan dalam konsep-konsep tersebut lebih banyak persamaannya daripada perbedaannya. Bryman (1992) menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership), sedangkan Sarros dan Butchatsky (1996) menyebutnya sebagai pemimpin penerobos (breakthrough leadership).
Disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan.
Pemimpin penerobos memahami pentingnya perubahan-perubahan yang mendasar dan besar dalam kehidupan dan pekerjaan mereka dalam mencapai hasil-hasil yang diinginkannya. Pemimpin penerobos mempunyai pemikiran yang metanoiac, dan dengan bekal pemikiran ini sang pemimpin mampu menciptakan pergesaran paradigma untuk mengembangkan Praktekorganisasi yang sekarang dengan yang lebih baru dan lebih relevan. Metanoia berasaldari kata Yunani meta yang berarti perubahan, dan nous/noos yang berarti pikiran.
Dengan perkembangan globalisasi ekonomi yang makin nyata, kondisi di berbagai pasar dunia makin ditandai dengan kompetisi yang sangat tinggi (hyper-competition). Tiap keunggulan daya saing perusahaan yang terlibat dalam permainan global (global game) menjadi bersifat sementara (transitory). Oleh karena itu, perusahaan sebagai pemain dalam permainan global harus terus menerus mentransformasi seluruh aspek manajemen internal perusahaan agar selalu relevan dengan kondisi persaingan baru.
Pemimpin transformasional dianggap sebagai model pemimpin yang tepat dan yang mampu untuk terus-menerus meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan inovasi usaha guna meningkatkan daya saing dalam dunia yang lebih bersaing.
2.   Tujuan Kepemimpinan
Nampaknya sukar dibedakan antara tujuan dan fungsi kepemimpinan, lebih-lebih kalau dikaji secara praktis kedua-duanya mempunyai maksud yang sama dalam menyukseskan proses kepemimpinan namun secara definitif kita dapat menganalisanya secara berbeda. Tujuan kepemimpinan merupakan kerangka ideal / filosofis yang dapat memberikan pedoman bagi setiap kegiatan pemimpin, sekaligus menjadi patokan yang harus dicapai. Sehingga tujuan kepemimpinan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang dinginkan secara efektif dan efisien.
3.    Fungsi kepemimpinan
Agar kelompok berjalan dengan efektif, seseorang harus melaksanakan dua fungsi utama ; (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (“task-related”) atau pemecahan masalah, dan (2) fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (“group-maintenance”) atau sosial. Fungsi pertama menyangkut pemberian saran penyelesaian, informasi dan pendapat. Fungsi kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar- persetujuan dengan kelompok lain, penengah perberdaan pendapat, dan sebagainya.
Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi (1983: 255). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Kartini Kartono (1994 : 33). Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

B.        Keputusan
1.    Pengertian Keputusan
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Sedangkan pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang dipadukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut. Oleh karena itu teori keputusan adalah suatu teknik analisis yang berkaitan dengan pengambilan keputusan melalui bermacam-macam model.
Secara khusus pengambilan keputusan menghendaki sejumlah sasaran dan tujuan, sejumlah alternatif tindakan, resiko atau perolehan dan tiap alternatif yang berlainan dan kriteria pemilihan yang dapat memperhatikan tindakan yang terbaik.



2.    Model-model Pengambilan keputusan
a.   Model Perilaku Pengambilan keputusan
a)      Model Ekonomi, yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang itu rasional, yaitu berusaha mendapatkan keuntungan marginal sama dengan biaya marginal atau untuk memperoleh keuntungan maksimum.
b)      Model Manusia Administrasi, Dikemukan oleh Herbert A. Simon dimana lebih berprinsip orang tidak menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan yang memuaskan.
c)      Model Manusia Mobicentrik, Dikemukakan oleh Jennings, dimana perubahan merupakan nilai utama sehingga orang harus selalu bergerak bebas mengambil keputusan
d)     Model Manusia Organisasi, Dikemukakan oleh W.F. Whyte, model ini lebih mengedepankan sifat setia dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan.
e)      Model Pengusaha Baru, Dikemukakan oleh Wright Mills menekankan pada sifat kompetitif
f)       Model Sosial, Dikemukakan oleh Freud Veblen dimana menurutnya orang sering tidak rasional dalam mengambil keputusan diliputi perasaan emosi dan situsai dibawah sadar.
b.  Model Preskriptif dan Deskriptif
Fisher mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada 2 model pengambilan keputusan, yaitu:
a)      Model Preskriptif Pemberian resep perbaikan, model ini menerangkan bagaimana kelompok seharusnya mengambil keputusan.
b)      Model Deskriptif Model ini menerangkan bagaimana kelompok mengambil keputusan tertentu.
Model preskriptif berdasarkan pada proses yang ideal sedangkan model deskriptif berdasarkan pada realitas observasi . Disamping model-model diatas (model linier) terdapat pula model Spiral dimana satu anggota mengemukakan konsep dan anggota lain mengadakan reaksi setuju tidak setuju kemudian dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan “revisi” dan seterusnya.
Selain dari model diatas terdapat keputusan yang dapat dibedakan menjadi empat model, yaitu:
a.       Model keputusan dalam Kondisi Pasti. Model ini adalah model yang paling dasar biasanya disebut dengan model deterministik, mengasumsikan bahwa kejadian-kejadian yang akan datang disamping datanya dapat ditentukan dengan pasti juga terjadinya tidak akan menyimpang dari apa yang diperkirakan. Keputusan ini diasumsikan juga berlaku atas perkiraan tentang apa yang dihasilkan atau diakibatkan oleh masing-masing alternatif keputusan
b.      Model keputusan dalam Kondisi Resiko adalah setiap alternatif keputusan memiliki kemungkinan kejadian yang lebih dari satu. Banyaknya kemungkinan kejadian hasil atau akibat dari pelaksanaan masing-masing alternatif keputusan tersebut pada umumnya ditimbulkan oleh adanya ketidaksempurnaan data yang dipergunakan sebagai dasar analisis. Perlu diperhatikan bahwa untuk bisa dikatagorikan sebagai model keputusan dengan resiko besarnya probabilitas kemungkinan kejadian dari satu alternatif keputusan harus diketahui.
c.       Model keputusan dalam Kondisi Tidak Pasti adalah setiap alternatif keputusan memiliki kemungkinan kejadian lebih dari satu. Perbedaan model keputusan dengan ketidak pastian terhadap model dengan resiko terletak pada probabilitas kejadian dari setiap alternatif keputusan. Model keputusan dengan resiko, probabilitas dari setiap kemungkinan kejadian untuk setiap alternatif keputusan dapat diketahui. Sebaliknya dalam model keputusan dengan ketidakpastian besarnya probabilitas kejadian tidak diketahui.
d.      Model keputusan dengan Kondisi Konflik adalah model pengambilan keputusan dimana pengambil keputusan lebih dari satu. Dengan kata lain ada pihak lain yang memiliki kepentingan yang berlawanan. Dalam hal ini pengambil keputusan perlu memperhatikan reaksi pihak lain terhadap keputusan yang dibuatnya. Yang dimaksud pihak lain dalam model keputusan ini adalah para pemegang saham, serikat kerja, pesaing, distributor perusahaan yangsifatnya dominan dan sebagainya.

C.        Metode Kepemimpinan dalam Mengambil keputusan
1.    Proses Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan secara universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai alternative. Pengertian ini mencakup baik pembuatan pilihan maupun pemecahan masalah. Langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan:
Menurut Herbert A. Simon, Proses pengambilan keputusan pada hakekatnya terdiri atas tiga langkah utama, yaitu:
a.         Kegiatan Intelijen, Menyangkut pencarian berbagai kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
b.         Kegiatan Desain Tahap ini menyangkut pembuatan pengembangan dan penganalisaan berbagai rangkaian kegiatan yang mungkin dilakukan.
c.         Kegiatan Pemilihan Pemilihan serangkaian kegiatan tertentu dari alternative yang tersedia.
Sedangkan menurut Scott dan Mitchell, Proses pengambilan keputusan meliputi:
a.         Proses pencarian/penemuan tujuan
b.         Formulasi tujuan
c.         Pemilihan Alternatif
d.        Mengevaluasi hasil-hasil
Pendekatan konperhensif lainnya adalah dengan menggunakan analisis system, Menurut Elbing ada lima langkah dalam proses pengambilan keputusan:
a.         Identifikasi dan Diagnosa masalah
b.         Pengumpulan dan Analisis data yang relevan
c.         Pengembangan dan Evaluasi alternative alternative
d.        Pemilihan Alternatif terbaik
e.         Implementasi keputusan dan Evaluasi terhadap hasil-hasil
2.  Tipe-tipe proses pengambilan keputusan
Tipe Pengambilan keputusan (Decision making): adalah tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran.
Terbagi menjadi 3 tipe Keputusan yakni:
a.       Keputusan terprogram/keputusan terstruktur : keputusan yg berulang- ulang dan rutin, sehingga dapt diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pd manjemen tkt bawah.
b.      Keputusan setengah terprogram / setengah terstruktur : keputusan yg sebagian dapat diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagian tidak terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan- perhitungan serta analisis yg terperinci.
c.       Keputusan tidak terprogram/ tidak terstruktur : keputusan yg tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan tdk terstruktur tdk mudah untuk didapatkan dan tdk mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
3.    Proses Pengambilan Keputusan dalam Organisasi
Proses pengambilan keputusan dalam organisasi  ialah kumpulan yang terdiri dari beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama, didalam organisasi rentan terjadinya selisih pendapat begitu juga keputusan dalam mengambil sikap, dapat diartikan cara organisasi dalam pengambilan keputusan. Terdapat 4 metode bagaimana cara organisasi dalam pengambilan keputusan, ke 4 metode tersebut adalah : yaitu kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion), pendapat ahli (expert opinion), kewenangan setelah diskusi (authority rule after discussion), dan kesepakatan (consensus).


a.       Kewenangan Tanpa Diskusi
Biasanya metode ini sering dilakukan oleh para pemimpin yang terkesan militer. mempunyai beberapa keuntungan jika seorang pemimpin menggunakan metode ini dalam pengambilan keputusan, yaitu cepat, maksudnya seorang pemimpin mempunyai keputusan ketika oraganisasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menentukan atau memutuskan kebijakan apa yang harus diambil.
Tetapi apabila metode ini sering dipakai oleh pemimpin akan memicu rasa kurang kepercayaan para anggota organisasi tersebut terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemimpin tanpa melibatkan para anggota yang lainnya dalam perumusan pengambilan keputusan.
b.       Pendapat Ahli
Kemampuan setiap orang berbeda-beda, ada yang berkemampuan dalam hal politik, pangan, tekhnologi dan lain-lain, sangat beruntung jika dalam sebuah organisasi terdapat orang ahli yang kebetulan hal tersebut sedang dalam proses untuk diambil keputusan, pendapat seorang ahli yang berkopeten dalam bidangnya tersebut juga sangart membantu untuk pengambilan keputusan dalam organisasi.
c.        Kewenangan Setelah Diskusi
Metode ini hampir sama dengan metode yang pertama, tapi perbedaannya terletak pada lebih bijaknya pemimpin yang menggunakan metode ini disbanding metode yang pertama, maksudnya sang pemimpin selalu mempertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota organiasi dalam proses pengambilan keputusan. Terdapat kelemahan didalam metode ini, setiap anggota akan besaing untuk mempengaruhi pemimpin bahwa pendapatnya yang lebih perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yang ditakutkan pendapat anggota tersebut hanya mamberikan nilai positif untuk dirinya dan merugikan anggota organisasi yang lai.
d.      Kesepakatan
Dalam Metode ini, sebuah keputusan akan diambil atau disetujui jika didalam proses pengambilan keputusan telah disepakati oleh semua anggota organisasi, secara transparan apa tujuan, keuntungan bagi setiap anggota sehingga semua anggota setuju dengan keputusan tersebut. Negara yang demokratis biasanya akan menggunakan metode ini. Tetapi metode seperti ini tidak dapat berguna didalam keadaan situasi dan kondisi yang mendesak atau darurat disaat sebuah organisasi dituntut cepat dalam memberikan sebuah keputusan.
Keempat metode-metode diatas ialah hasil menurut Adler dan Rodman, satu sama lainnya tidak dapat dikatakan  metode satu terbaik yang digunakan dibanding metode yang lainnya, dapat dikatakan efektif jika metode yang mana yang paling cocok digunakan dalam keadaan dan situasi yang sesuai.
4.    Metode Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan proses yang komleks yang memerlukan penanganan yang serius. Secara umum, proses pengambilan keputusan meliputi tujuh langkah beriktu (Gibson dkk, 1987):
a.      Menerapkan tujuan dan sasaran, Sebelum memulai proses pengambilan keputusan, tujuan dan sasaran keputusan harus ditetapkan terlebih dahulu. apa hasil yang harus dicapai dan apa ukuran pencapaian hasil tersebut.
b.      Identifikasi persoalan, Persoalan-persoalan di seputar pengambilan keputusan harus diidentifikasikan dan diberi batasan agar jelas. Mengidentifikasikan dan memberi batasan persoalan ini harus  tepat pada inti persoalannya, sehingga memerlukan upaya penggalian.
c.       Mengmbangkan alternatif, Tahap ini berisi pengnidentifikasian berbagai alternatif yang memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang ada. Selama alternatif itu ada hubungannya, walaupun sedikit, harus ditampung dalam tahap ini. Belum ada komentar dan analisis.
d.      Menentukan alternatif, Dalam tahap ini mulai berlangsung analisis tehadap berbagai alternatif yang sudah dikemukakan pada tahapan sebelumnya. Pada tahap ini juga disusun juga kriteriatentang alternatif yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pengambilan keputusan. Hasil tahap ini mungkin masih merupakan beberapa alternatif yang dipandang layak untuk dilaksanakan.
e.       Memilih alternatif, Beberapa alternatif yang layak tersebut di atas harus dipilih satu alternatif yang terbaik. pemilihan alternatif harus harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya, keefektifan alternatif dalam memecahkan persoalan, kemampuan alternatif untuk mencapai tujuan dan sasaran, dan daya saing alternatif pada masa yang akan datang.
f.        Menerapkan keputusan, Keputusan yang baik harus dilaksanakan. Keputusan itu sendiri merupaka abstraksi, sedangkan baik tidaknya baru dapat dilihat dari pelaksanaannya.
g.      Pengendalian dan evaluasi, Pelaksanaan keputusan perlu pengendalian dan evaluasi untuk menjaga agar pelaksanaan keputusan tersebut sesuai dengan yang sudah diputuskan.
5.    Klasifikasi Keputusan
Secara umum para ahli mengembangkan beberapa cara untuk mengklasifikasi keputusan dalam rangka melakukan evaluasi yang intinya dapat dibedakan 2 tipekeputusan yaitu keputusan terprogram dan keputusan tidak terprogram.
a.      Keputusan terprogram, terjadi jika suatu situasi sering muncul, prosedur rutin dan dapat disusun untuk melakukan evaluasi menyelesaikannya (Gibson, etal., 1997), Beberapa langkah yang hendaknya diketahui oleh seorang wirausaha, baik secara eksplisit atau implisit dalam mengevaluasi keputusan, yaitu: (a) Pastikan, (b) kebutuhan akan suatu keputusan. (c) Kenali kriteria keputusan. (d) Alokasikan bobot (Skor tertinggi pada keputusan prioritas), (e) Kembangkan alternatif-alternatif. (f) Pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang telah di evaluasi.
b.      Keputusan tidak terprogran, yaitu baru, ketidak pastian dan tidak terstruktur (Gibson, et al., 1997). Tidak ada prosedur yang ada untuk menanganimasalahnya, tidak ada cara yang sama dengan sebelumnya karena masalahnyakompleks atau sangat penting.
6.    Peran Instiusi dalam proses pengambilan keputusan
Dalam pengambilan keputusan biasanya manager didasarkan pada keputusan rasional namun dalam pengambilan keputusan terdapat beberapa variabel dan terkadang dalam pengambilan keputusan tidak hanya mengandalkan pemikiran rasionalitas saja tetapi juga instuisi (kemampuan untuk merasakan atau mengetahui suatu hal tanpa alasan tertentu).
Penggunaan intuisi paling baik ketika terdapat situasi sebagai berikut: (a) level ketidakpastian tinggi (b) pola permasalahan tidak terlihat (c) variable yang ada sulit diprediksi (d) fakta yang ada terbatas (e) data analisa kurang bisa dimanfaatkan (f) ada beberapa solusi alternatif dan semua argumennya bagus (g) waktu terbatas tekanan tinggi.
7.    Penetapan Keputusan
Koonyz dan Weihrich, (2005) mendefinisikan pengambilan keputusan adalah penataan pilihan langkah atau tindakan dari sejumlah alternatif. Pengambilankeputusan yang dilakukan oleh seorang manajer operasi berhubungan erat dengan pemecahan masalah-masalah yang dihadapinya, seperti masalah pribadi, pekerjaan,maupun sosial.
Pengambilan keputusan yang efektif merupakan suatu proses yang kompleks,tergantung pada keterampilan yang dimiliki oleh Pimpinan. Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh seorang pemimpina dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Perumusan Masalah, (2) Pengembangan Alternatif (3) Evaluasi alternatif (4) Pemilihan alternatif terbaik (4) Evaluasi hasil-hasil (5) Implementasi keputusan.
Menurut simon, setiap pengambilan keputusan di dalam organisasi memang berusaha mengambil keputusan secara rasional, tetapi ada hal-hal tertentu yang membatasi upaya tersebut, yaitu :
a.       Informasi yang tidak sempurna dan tidak lengkap
b.      Kompleksitas permasalahan yang dihadapi
c.       Kerterbatasan kapasitas pengolahan informasi manusia
d.      Keterbatasan waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan
e.       Politik internal organisasi yang menimbulkan prefensi-prefensi yang saling berlawanan tentang tujuan-tujuan organisasi


BAB IV
PENUTUP



A.   Kesimpulan
Kepemimpinan (leadership) adalah sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi. (a) Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership), (b) Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional Leadership), (c) Model Pemimpin yang Efektif (Model of Effective Leaders), (d) Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model), (e) Model Kepemimpinan Transformasional (Model of Transformational Leadership).
Keputusan adalah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Sedangkan pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang dipadukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut Model Ekonomi, Model Manusia Administrasi, Model Manusia Mobicentrik, Model Manusia Organisasi, Model Pengusaha Baru, Model Sosial, Model Preskriptif dan Deskriptif,  Model Preskriptif, Model Deskriptif.
Pengambilan keputusan secara universal didefinisikan sebagai pemilihan diantara berbagai alternative. Tipe Pengambilan keputusan (Decision making): adalah tindakan manajemen dalam pemilihan alternative untuk mencapai sasaran. Baik secara eksplisit atau implisit dalam mengevaluasi keputusan, yaitu: (a) Pastikan, (b) kebutuhan akan suatu keputusan. (c) Kenali kriteria keputusan. (d) Alokasikan bobot (Skor tertinggi pada keputusan prioritas), (e) Kembangkan alternatif-alternatif. (f) Pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang telah di evaluasi.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh seorang pemimpina dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Perumusan Masalah, (2) Pengembangan Alternatif (3) Evaluasi alternatif (4) Pemilihan alternatif terbaik (4) Evaluasi hasil-hasil (5) Implementasi keputusan.