Gudang Ilmu: Psikologi Pendidikan
Showing posts with label Psikologi Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Psikologi Pendidikan. Show all posts

Saturday, 9 March 2024

Apa Itu Kurikulum Merdeka? Mari Kenali Lebih Dalam




 Belakangan ini kamu pasti pernah mendengar soal Kurikulum Merdeka bukan?

 Katanya, kurikulum ini merupakan kurikulum baru yang bakal menjadi pengganti Kurikulum 2013.

 Tapi, apa benar seperti itu?


Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) RI Nadiem Makarim mengeluarkan Kurikulum Merdeka. Sebelumnya kurikulum ini dikenal sebagai Kurikulum Prototipe untuk Sekolah Penggerak.

 

Apa Itu Kurikulum Merdeka?

 

Kurikulum Merdeka ialah kurikulum yang dimaksudkan untuk mengasah minat serta bakat anak sejak dini dengan fokus pada materi esensial, pengembangan karakter dan kompetensi siswa.

 

Kurikulum ini pun telah diuji coba di 2.500 sekolah penggerak. Tak hanya itu, kurikulum ini juga dikenalkan di sekolah lain. Berdasarkan data Kemdikbud Ristek, hingga kini sudah ada 143.265 sekolah yang menggunakan kurikulum baru ini.

 

Jumlahnya pun semakin meningkat sejalan dengan mulai diterapkannya Kurikulum Merdeka di tahun ajaran 2022/2023 mulai dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA.

 

Kapan Mulai Diterapkan?

 

Kemdikbud Ristek merencanakan kurikulum ini diberlakukan sebagai pilihan tambahan lebih dulu selama tahun 2022/2024 sebagai pemulihan pembelajaran pasca pandemi. Nah kedepannya, mulai tahun 2024, diharapkan Kurikulum Merdeka sudah diterapkan secara nasional.

 

Jadi, untuk sekarang ini, sekolah bisa menerapkan kurikulum ini secara bertahap sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Jika masih belum siap, maka sekolah tersebut diperbolehkan menggunakan kurikulum sebelumnya.

 

Konsep Kurikulum Merdeka

 

Kurikulum baru ini membagi jenjang kelas mulai kelas 1-12 jadi 6 fase. Berikut pembagian fasenya:

 

Fase A: Kelas 1-2

Fase B: Kelas 3-4

Fase C: Kelas 5-6

Fase D: Kelas 7-9

Fase E: Kelas 10

Fase F: Kelas 11-12

 

Kata Nadiem, inti dari kurikulum ini yaitu Merdeka Belajar. Artinya, konsep yang dibuat agar mendukung peserta didik untuk mendalami minat dan bakatnya. 

 

Jika pada Kurikulum 2013 siswa harus mempelajari seluruh mata pelajaran (dari tingkat TK-SMP) dan aka nada penjurusan jadi IPA/IPS saat SMA, berbeda dengan Kurikulum Merdeka. Di kurikulum baru ini, siswa tidak lagi belajar seperti itu.

 

Siswa tidak lagi “dipaksa” untuk belajar mata pelajaran yang tidak diminatinya. Mereka bisa “merdeka” memilih materi yang diminati dan ingin dipelajari. Inilah maksud dari konsep Merdeka Belajar.

 

Selain itu, kurikulum ini lebih mengutamakan strategi pembelajaran berbasis proyek. Maksudnya, siswa akan menerapkan materi yang sudah dipelajari lewat studi kasus atau proyek. Jadi, pemahaman konsep dapat terlaksana lebih baik.

 

Nama proyeknya sendiri adalah Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Adanya proyek ini, fokus siswa bukan lagi hanya untuk mempersiapkan diri menjawab soal-soal ujian. Dengan ini, kegiatan belajar-mengajar tentu terasa lebih menyenangkan dan seru, ketimbang hanya fokus menyelesaikan latihan soal-soal saja.

 

Perubahan Kurikulum Sebelumnya ke Kurikulum Merdeka

 

Nadiem Makarim menyampaikan beberapa perubahan dari kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka, diantaranya:

 

Jenjang SD

  • Penggabungan mata pelajaran IPA dan IPS.
  • Menjadikan mata pelajaran Seni sebagai mata pelajaran keterampilan.

Jenjang SMP

  • Mata pelajaran Informatika sebagai mata pelajaran wajib
  • Mata pelajaran Prakarya jadi salah satu pilihan bersama mata pelajaran Seni (Seni Rupa, Seni Tari, Seni Teater dan Seni Musik).

Jenjang SMA

  • Tidak ada penjurusan
  • Siswa akan memilih mata pelajaran kelompok pilihan di kelas 11 dan 12 sesuai minat dan bakat masing-masing dengan dipandu oleh guru Bimbingan Konseling.
  • Siswa bisa mengganti pilihan mata pelajaran di kelas 12, tapi tak disarankan.  

Sunday, 1 October 2023

Filsafat Pendidikan : Pengertian, Ruang Lingkup, Aliran-Aliran dan Hubungan Filsafat dalam Pendidikan

 



Pengertian filsafat pendidikan 

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani filosofia yang berasal dari kata kerja filosofien berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari bahasa yunani philosophy, Ada pula yang mengatakan filsafat berasal dari bahasa arab falsafah yang artinya hikmah.[1] Dengan demikian diartikan ” cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, ahli hikmah dan bijaksana.[2]

Selanjutya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa indonesia, menurut prof. Dr. harun Nasution bukan berasal dari kata arab falsafah dan bukan pula dari kata Barat philosophy. Disini dipertanyakan tentang apakah fil diambil dari kata Barat dan safah dari bahasa Arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat?

Dari pengertian secara Etimologi itu, filsafat didefinisikan sebagai berikut:[3]

  1. Pengetahuan tentang hikmah
  2. Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar
  3. Mencari kebenaran
  4. Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas

Filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalanya.

Adapun pengertian filsafat menurut beberapa ahli yaitu sebagai berikut: [4]

  1. Plato, mengatakan bahasa filsafat tidaklah lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada.
  2. Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asal segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
  3. Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal ssegala pengetahuan dan pekerjaan.
  4. Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu.
  5. Ibnu Sina, membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syari’at tuhan, yang penjelasan dan kelengkapanya diperoleh dengan tenaga akal manusia.

Maka dari pengertian-pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara logis, kritis, rasional, dan spekulatif. Alat yang digunakan untuk mencari kebenaran adalah akal yang merupakan sumber utama dalam berpikir. Dengan demikian, kebenaran filosofis adalah kebenaran berpikir yang rasional, logis, sistematis, kritis, radikal, dan universal.

Adapun yang dimaksud dengan filsafat pendidikan adalah sebagaimana yang diungkapkan al-Syaibany, filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur, yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan.  Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai maklumat yang diupayakan untuk pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral.[5] Sedangkan menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.

Kalau kita perhatikan pengertian yang luas dari pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh lodge, yaitu ” life is education” akan berarti bahwa seluruh proses hidup ini adalah proses pendidikan. Selanjutnya dalam artinya yang sempit  Lodge menjelaskan pengertian pendidikan mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu memberikan dasar dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi serta lingkungan belajar serba terkontrol. Dan pendidikan formal hanyalah bagian kecil saja daripadanya. Tetapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitanya dengan proses pendidikan secara keseluruhan.[6]

Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan 

Filsafat adalah studi secara kritis mengenai masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan manusia dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang terbaik agar dapat mengatasi permasalahan hidup dan hidup yang dihadapi. Filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat diterima oleh manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bgai manusia agar mendapatkan kebahagiaan.[7]

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komperhensif. Baik material konkret mapun non material abstrak. Jadi, obyek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro, apa yang terjadi objek pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya, namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:

  1. Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan
  2. Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan
  3. Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan
  4. Merumuskan sistem nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan
  5. Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan, dan politik pendidikan (sistem pendidikan)

Dengan demikian, dari uraian di atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri

Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari sesuatu. Sementara filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung dalam satu ruang saja. Filsafat ingin memperoleh realitas mengenai apa hakikat benda, dari mana asal-usulnya, dan kemana tujuan akhirnya.[8]

Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan

Untuk mengenal perkembangan pemikiran dunia filsafat pendidikan, akan diuraikan garis-garis besar aliran filsafat dalam pendidikan, yaitu:[9]

  1. Aliran Proggressivisme

Aliran proggressivisme adalah aliran filsafat yang sangat berpengaruh dalam abad ke 20 ini. Aliran ini dihubungkan dengan pandangan liberal, yaitu fleksibel, curious dan open mined. Aliran ini meyakini bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk mengendalikan hubunganya dengan alam serta meresapi dan menguasai rahasia alam.

  1. Filsafat Pendidikan Idealisme

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi.

Aliran ini menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran berfilsafat spiritual atau mental. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, al Ghazali.

  1. Filsafat Pendidikan Realisme

Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

  1. Filsafat Pendidikan Materialisme

Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach.

  1.  Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami.  Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.

  1. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.

  1. Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatugerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff.

Hubungan Filsafat dalam Pendidikan

Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan menjadi sangat penting sekali, sebab ia menjadi dasar, arah, dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan, mengharmoniskan dan menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, terdapat kesatuan yang utuh antara filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman manusia.

Filsafat menetapkan ide-ide, idealisme, dan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, bahkan membina kepribadian manusia. Kilpatrik mengatakan, berfilsafat dan mendidik adalah dua face dalam satu usaha; berfilsafat ialah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik ialah usaha mereliasasikan nilai-niali dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik ialah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat, membina nilai-nilai dalam kepribadian mereka, demi menemukan cita-cita tertinggi suatu filsafat dan melembagakannya dalam kehidupan mereka.

Oleh kerena itu, dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah reliasi dari ide-ide filsafat; filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan merupakan jiwa dan pedoman dasar pendidikan.

Dari uraian di atas, diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan berikut:[10]

  1. Filsafat, dalam arti filosofis, merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teorinpendidikan oleh para ahli.
  2. Filsafat, berfungsi memberi arah begi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
  3. Filsafat, dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.

[1] Jujun S. Surisumantri filsafat ilmu sebuah pengantar populer ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan 1985) hal.20

[2]  Asmoro Ahmadi filsafat Umum, ( jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2012) hal. 1

[3] Zuhairini filsafat pendidikan, ( jakarta: Bumi Aksara 1995) hal. 4

[4]  Suhar AM Filsafat Umum, (Jakarta: persada press 2009) hal. 9-10

[5]  Jalaluddin, Abdullah Idi filsafat pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo 2013) hal.6-7

[6] Anas Salahudin filsafat pendidikan, ( Bandung:pustaka Setia 2011) hal. 24

[7] A.Chaedar Alwasilah filsafat bahasa dan pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008) hal. 15

[8] Soejono Soemargono Pengantar Filsafat ( Yogya:Tiara Wacana 2004) hal. 5

[9] Ibid. 76

[10] M.  Noorsyam, pengantar filsafat pendidikan ( Malang: IKIP 1978) hal. 13


Tuesday, 29 August 2023

Karakteristik Inovasi Pendidikan


 

 Karakteristik Inovasi Pendidikan

Secara etimologis, istilah karakteristik merupakan susunan dua kata yang terdiri dari kata karakteristik dan tafsir. Istilah karakteristik diambil dari Bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya mengandung sifat khas. Ia mengungkapkan sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Secara garis besar karakteristik itu adalah suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek.
Secara umum, Karakteristik Inovasi Pendidikan dapat diartikan berdasarkan kata Karakteristik dan Inovasi Pendidikan. Karakteristik adalah ciri khas atau bentuk-bentuk watak atau karakter yang dimiliki oleh setiap individu, corak tingkah laku, tanda khusus. Inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang di gunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Berdasarkan pengertian diatas, karakteristik inovasi pendidikan bisa diartikan sebagai ciri-ciri atau karakter yang dimilki oleh suatu ide, barang, metode yang di rasakan atau di amati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau discovery yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan untuk memecahkan masalah pendidikan.
Berdasarkan uraian tersebut kini tiba saatnya untuk membicarakan kaitan antara inovasi dan modernisasi. Inovasi dan modernisasi keduanya merupakan perubahan sosial, perbedaannya hanya pada penekanan ciri dari perubahan itu. Inovasi menekankan pada ciri adanya sesuatu yang diamati sebagai sesuatu yang baru bagi individu atau masyarakat sedangkan modernisasi menekankan pada adanya proses perubahan dari tradisional ke modern, atau dari yang belum maju ke yang sudah maju. Jadi dapat disimpulkan bahwa diterimanya suatu inovasi sebagai tanda adanya modernisasi. Misalnya untuk meningkatkan kesejahteraan perlu diadakan transmigrasi. Transmigrasi merupakan hal yang baru bagi masyarakat, maka transmigrasi adalah suatu inovasi. Masyarakat yang sudah mau menerima ide transmigrasi dan mau melaksanakan transmigrasi berarti sudah memenuhi ciri masyarakat modern yang siap menghadapi perubahan dan meninggalkan pola pikir tradisi yang bersemboyan (bahasa jawa) “mangan ora mangan yen kumi” artinya meskipun tidak makan asal tetap berkumpul dengan sesama saudara
Bentuk karakteristik inovaso pendidikan:
1.      Baru, berbeda dari hal atau keadaan sebelumnya
2.      Kualitatif, peningkatan nilai guna dan nilai tambah pada peningkatan mutu
3.      Hal, mencangkup berbagai komponen dan aspek dalam pendidik baik berupa ide, kegiatan/praktek kerja, dan hail produksi
4.      Unsur kesengajaan, dilaksanakan secara terencana
5.      Meningkatkan kemampuan, meningkatkan kemampuan berbagai sumber masukan yang ada dalam pendidikan yang meliputi unsur manusia, kemampuan dana, sarana dan prasarana
6.      Tujuan, mempunyai kejelasan sasaran dan hasilnya
  1. Alasan atau masalah yang menuntut Perlunya Inovasi Pendidikan

Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri.  Everett M.  Rogers (1993: 14-16) mengemukakan karakteristik inovasi sebagai berikut:
1.    Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.
2.    Kompatibel (compatibility) ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima.
3.    Kompleksitas (complexity) ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima.
4.    Trialabilitas (trialability) ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
5.    Dapat diamati (observability) ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi.

1.  Keuntungan relatif (Relative Adventage)
Keuntungan relatif (Relative Adventage) adalah tingkat dimana inovasi dirasa sebagai hal yang lebih baik dari pada ide yang digantikannya. Tingkat keuntungan relatif sering kali ditekankan dalam keuntungan ekonomi, pemberian status dan cara-cara lainnya. Lingkungan inovasi sebagian besar menentukan apakah keuntungan relatif  tipe tertentu (seperti ekonomi, social dan lain-lain) cukup penting bagi adopter, meskipun karakteristik sebagian besar adopter juga cukup penting dalam mempengaruhi dimensi keuntungan relatif.
a.    Faktor ekonomi dan banyaknya adopsi
Beberapa produk baru mencakup kemajuan teknologi yang berhasil mengurangi biaya produksi, menjadikan harga jual yang lebih murah bagi konsumen. Para pelaku ekonomi menyebutnya sebagai “lerning by doing” (Arrow, 1962).
Contoh tepat adalah kalkulator saku, yang dijual 250 $ (Rp. 2.500.000) pada tahun 1972. Dalam beberapa tahun kemajuan teknologi dalam memproduksi semi konduktor sebagai bagian penting kalkulator, membuat barang yang sama (bahkan memiliki empat fungsi) hanya dijual sekitar 10 $ (Rp.100.000).
Ketika harga dari produk baru turun dengan dramatis selama proses difusi (penyebaran), banyaknya adopsi tentu saja dengan cepat terjadi. Dari contoh tersebut, bagaimana sebuah karakteristik dari inovasi merubah secara positif banyaknya adopsi.
Pertentangan terhadap pentingnya karakteristik keuntungan relatif dengan karakteristik inovasi lainnnya yang dirasakan oleh petani Amerika dapat ditemukan melalui literature tentang difusi. Griliches (1957), seorang ahli ekonomi, menjelaskan sekitar 30 % dari varian banyaknya adopsi jagung hibrida berdasarkan pada adanya keuntungan. Dia menggunakan  data agregat dari laporan pertanian daerah dan pusat Negara Amerika, dan karenanya, tidak dapat mengklaim bahwa hasil yang sama akan diperoleh ketika petani individual menjadi unit analisa. Griliches (1957) menyimpulkan “Saya percaya bahwa lebih jauh lagi, contoh yang representatif mengenai variable-variabel sosial cenderung akan ditangguhkan, dan variabel ekonomi sebagai penentu mayoritas bentuk perubahan teknologi”. Tuduhan Griliches tentang pentingnya keuntungan ekonomi sebagai penjelasan utama banyaknya adopsi bersesuaian dengan ahli-ahli ekonomi dari “Chicago School”, yang memberikan asumsi bahwa bukti berlawanan adalah pada kerja pasar. Pasar-pasar dengan jelas menguatkan pentingnya penjelasan mengenai banyaknya adosi dari inovasi pertanian. Untuk beberapa inovasi (seperti ide biaya tinggi dan keuntungan tinggi), bagi beberapa petani, keuntungan relatif  dari aspek ekonomi bahkan dapat menjadi satu-satunya alat prediksi paling penting mengenai banyaknya adopsi. Akan tetapi untuk berargumen bahwa factor ekonomi adalah satu-satunya alat prediksi dari banyaknya adopsi adalah hal yang konyol. Mungkin jika Dr. Griliches pernah menginterview secara personal salah satu petani Midwestern yang mengadopsi jagung hibrida, dia akan mengerti bahwa petani-petani tidak 100% orang-orang ekonomi.
Tidak mengejutkan, bukti lebih kuat menyangkal tuduhan Griliches: (1) Pada kasus pengadopsian gandum hibrida di Kansas (Brandner dan Strauss, 1959; Bradner, 1960 dll), dimana kesesuaian lebih penting dari pada keuntungan. (2) Dan pengadopsian biji jagung hibrida di Lowa (Havens dan Rogers 1961; Griliches 1962 dll), dimana memutuskan bahwa kombinasi antara aspek keuntungan inovasi dan aspek dapat diteliti (observability) merupakan hal yang paling penting dalam menentukan banyaknya adopsi.
b.        Aspek status dalam inovasi
Tidak dapat dipungkiri lagi salah satu motivasi terpenting untuk hampir setiap individu dalam mengadopsi sebuah inovasi adalah hasrat untuk mendapatkan status sosial. Untuk inovasi tertentu, seperti model baju baru, prestise sosial yang dibawa inovasi pada pakaian tersebut hampir menjadi satu-satunya manfaat yang diterima oleh penerima inovasi. Faktanya, ketika banyak anggota sistem juga mengadopsi model yang sama, inovasi (seperti celana panjang atau jeans) dapat hilang dari nilai sosial adopter. Kerugian berangsur-angsur dari pemberian status dalam inovasi pakaian tertentu menyediakan sebuah tekanan berkelanjutan untuk model yang lebih baru. Intinya di sini adalah bahwa model pakaian baru tertentu tidaklah memiliki fungsi lain bagi pemakai; Singkatnya, jeans adalah jenis pakaian yang sungguh berguna dan tahan lama. Tapi tentu saja alasan utama dalam membeli model jeans tersebut lebih ditujukan pada nama disainer yang tercantum dalam saku belakang jeans.  Karakteristik pemberian status dari inovasi, lebih diutamakan ketimbang ketahan-lamaan dan kebergunaan dari jeans tersebut. Mungkin pentingnya status sosial dalam keputusan untuk membeli pakaian baru diindikasikan oleh fakta bahwa pakaian lama seseorang benar-benar sangat jarang dipakai sebelum digantikan dengan pakaian baru.
Model pakaian yang merupakan pertimbangan pemberian status tidak berarti satu-satunya alasan utama dalam adopsi, dan wanita kelas atas juga bukanlah satu-satunya anggota populasi yang dikenakan pemberian status inovasi. Secara umum dapat dikatakan, pengadosian inovasi yang tampak (seperti pakaian, mobil baru dan model rambut) kemungkinan besar karena motivasi status.
Contoh luar biasa dari kapasitas pemberian status inovasi pertanian ditunjukkan oleh penyebaran gudang “Harvestore” di pinggiran Negara Amerika Serikat, gudang tersebut dibangun dari baja dan kaca, dicat dengan warna biru langit, ditunjukkan dengan jelas nama pembuatnya, tingginya mendominasi kaki langit petani, jadi gudang-gudang tersebut dengan mudah terlihat dari jalan raya. Karena gudang Harvestore sangatlah mahal (dari 30.000 $ sampai 70.000 $ tergantung ukurannya) sebagian besar ahli pertanian merekomendasikan kepada para petani Amerika untuk membeli gudang penyimpanan hasil pertanian yang lebih murah. Tapi kualitas pemberian status dari Harvestore menarik begitu banyak petani. Dan faktanya, beberapa petani Amerika sendiri, dengan contoh yang jelas memilikinya, padahal dua gudang Harvestore dipedesaan setara dengan dua garasi mobil di perumahan kota.
Seperti yang telah kami gariskan sebelumnya, orang-orang tertentu (yang mengadopsi sebuah inovasi di waktu tertentu) sebagian besar dimotivasi oleh pencarian status dibandingkan motivasi lainnya.  Sebagai contoh, orang-orang yang berpenghasilan rendah kurang peduli dengan model pakaian. Umumnya, kelas menengah ke atas tampaknya memberikan perhatian yang lebih kuat pada aspek pemberian status dari sebuah inovasi. Motivasi status untuk pengadopsian tampak menjadi hal yang penting bagi innovator, adopter dan mayoritas orang yang perduli dengan kemajuan jaman tapi kurang penting bagi orang-orang yang kurang mengikuti perkembangan jaman.
Bukti untuk pernyataan ini ditunjukkan oleh Van der Haak (1972), yang menanyai dua sampel dari pengusaha kecil Belanda, satu orang yang menyetujui bantuan financial dari program pemerintahan baru, sedangkan sampel lainnya merupakan orang yang menolak bantuan tersebut (padahal mereka memenuhi syarat untuk menerimanya). Pengadopsi bantuan pemerintah pada bisnis kewirausahaan seperti penjualan barang bekas (termasuk toko gadai), bagi mereka, bantuan pemerintah dirasa sebagai pemberian status sosio ekonomi. Akan tetapi, pengusaha yang lebih borjuis, yang menolak inovasi bantuan pemerintah, merasakan hal itu memalukan untuk diterima, mereka merasa hal itu akan mengancam prestise sosial di mata komunitas lokal jika menerima bantuan tersebut, meskipun mereka membutuhkannya. Jadi status social adalah hal yang cukup kuat mempengaruhi pengadopsi program pemerintah dan penolaknya, dan inovasi bantuan pemerintah benar-benar memiliki makna sosial yang berbeda pada dua atau lebih kelompok. Motivasi status sosial menjadi lebih penting dari pada kebutuhan ekonomi bagi sebagian kecil pengusaha Belanda yang memutuskan menolak inovasi tersebut.
c.         Dampak-dampak insentif
Banyak agen perubahan menyerahkan insentif atau subsidi pada klien untuk mempercepat banyaknya adopsi. Salah satu fungsi dari insentif untuk adopter adalah untuk meningkatkan tingkat keuntungan relative dari sebuah ide baru. Insentif adalah pembayaran langsung atau tidak langsung (cash dan non cash) yang diberikan pada individu atau sebuah sistem  untuk mendorong beberapa perubahan perilaku yang jelas. Seringkali perubahan memerlukan adopsi sebuah innovasi.
Insentif dibayarkan untuk mempercepat penyebaran inovasi di berbagai bidang: pertanian, kesehatan, pengobatan, dan perencanaan keluarga (program KB). Kebanyakan penelitian dengan jelas dilakukan dalam pemberian  insentif program KB dibandingkan bidang lainnya. Sebenarnya, terdapat banyak perbedaan bentuk inovasi yang dapat di ambil, yaitu:
1)      Insentif Adopter vs Penyebar, insentif dapat dibayarkan langsung kepada adopter atau orang lain untuk mendorongnya membujuk adopter. Sebuah contoh dari insentif yang diberikan kepada penyebar inovasi adalah pembayaran kanvaser vasektomi di India, Insentif penyebar meningkatkan aspek observabilitas dari sebuah inovasi dibandingkan keuntungan relatifnya.
2)      Insentif individu vs system. Pembayaran mungkin dibayarkan pada seorang adopter, agen perubahan atau sistem sosial yang mereka miliki. Contohnya, Agen program KB pemerintah Indonesia membayar insentif kepada desa-desa yang paling tinggi mengadopsi alat kontrasepsi; kebijakan insentif meningkatkan keuntungan relative dalam mengontrol kelahiran.
3)      Insentif positif dan negative,  kebanyakan insentif adalah positif yang menghargai perubahan tingkah laku yang diinginkan, akan tetapi mungkin juga menghukum seseorang dengan menjatuhkan hukuman yang tidak diinginkan atau dengan mengambil beberapa hal yang diinginkan untuk tidak mengadopsi inovasi. Contohnya, Pemerintah Singapura memutuskan bahwa setiap keluarga yang memiliki anak ketiga atau lebih maka tidak memenuhi syarat untuk menerima biaya persalinan dan harus membayar semua biaya rumah sakit dan dan biaya pengiriman (dimana hal-hal tersebut gratis untuk semua warga negara)
4)      Insentif moneter vs non moneter. Ketika insentif seringkali berupa pembayaran financial, insentif-insentif tersebut dapat pula mengambil bentuk berupa komoditas atau objek yang diinginkan oleh penerima inovasi. Singkatnya, di India sari dengan segitiga merah (symbol keluarga berencana di india) diberikan kepada setiap wanita yang disterilkan (tidak ingin punya anak lagi/dimandulkan).
5)      Insentif segera vs tunda. Kebanyakan insentif dibayarkan bersamaan dengan adopsi, tapi juga ada yang hanya dibayarkan di kemudian hari. Contohnya, beberapa Negara berkembang menyediakan biaya pendidikan gratis untuk anak-anak yang lahir dari keluarga dengan jumlah anak sedikit.
Berbagai kombinasi dari ke lima tipe kebijakan insentif dapat dibayarkan dalam berbagai situasi yang berbeda. Secara bertahap, bukti yang telah dikumpulkan menunjukkan bahwa insentif tertentu memiliki pengaruh dalam penyebaran inovasi.
#  Keuntungan relatif dan banyaknya adopsi
Melalui buku ini kami telah menekankan bahwa penyebaran inovasi merupakan proses pengurangan ketidakpastian. Ketika seseorang atau organisasi melalui proses pengambilan inovasi, mereka termotivasi mencari informasi untuk mengurangi ketidakpastian dari keuntungan relatif sebuah inovasi. Sebagian besar adopter ingin mengetahui apakah suatu ide baru lebih baik dari pada praktek yang saat ini dilakukan. Jadi keuntungan relatif (relative adventages) seringkali berisikan jaringan informasi mengenai sebuah informasi. Pertukaran informasi evaluasi dan inovasi berada di jantung proses difusi.
Dari itu, tidaklah mengejutkan bahwa ilmuan difusi telah menemukan bahwa keuntungan relatif adalah salah satu alat prediksi terbaik dari banyaknya adopsi inovasi. Keuntungan relatif di sisi lain mengindikasikan kekuatan reward dan punishment dari adopsi inovasi. Terdapat sejumlah dimensi dari keuntunga relatif: tingkat keuntungan ekonomi, rendahnya biaya awal, mengurangi ketidakcocokan, menghemat waktu dan tenaga serta pemberian keuntungan. Faktor terakhir mengungkapkan mengapa inovasi preventif secara khusus memiliki tingkat adopsi yang rendah. Inovasi preventif adalah sebuah ide baru dimana seseorang mengadopsi untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan di masa yang akan datang. Seperti ide pembelian asuransi, penggunaan sabuk pengaman otomatis, praktek konservasi lahan, pemberian vaksin terhadap virus, atau penggunaan metode kontrasepsi. Keuntungan relatif dari inovasi preventif sangat sulit bagi agen perubahan untuk menunjukkan pada klien mereka, karena hal itu berisikan masa yang akan datang, masa yang belum diketahui.
Hasil investigasi dari persepsi karakteristik inovasi dan banyaknya adopsi ditunjukkan pada table 6-1 pada buku Diffusion of innovation. Hampir semua penelitian mengungkapkan hubungan positif antara keuntungan relative dan banyaknya adopsi.
Kami dapat meringkas penemuan penelitian tersebut mengenai generalisasi keuntungan relative bahwa : Keuntungan relative inovasi dirasakan anggota sistem sosial memiliki hubungan positif dengan banyaknya adopsi. Sayangnya, untuk tujuan generalisasi, dikebanyakan penelitian tersebut merupakan petani komersial, dan motivasi mengadopsi inovasinya terpusat pada aspek ekonomi dari keuntungan relatif. Fliegel dan Kivlin (1966) menilai: “Semenjak kami menguraikan bahwa inovasi memiliki signifikansi ekonomi untuk orang yang setuju, hal itu tidak mengejutkan jika persepsi inovasi sebagai yang paling menguntungkan dan mencakup sedikit resiko dan ketidak pastian akan disetujui dengan sangat cepat”. Faktanya, sebuah penelitian dari Kivlin dan Fliegel (1967) yang memasukkan petani Amerika skala kecil (yang kurang berorientasi pada pertimbangan keuntungan) menemukan bahwa pengurangan dari ketidak cocokan yang merupakan salah satu dari sub dimensi keuntungan relative, dan bukannya keuntungan ekonomi memiliki hubungan positif terhadap banyaknya adopsi.
Aspek ekonomi dari keuntungan relative bahkan mungkin kurang penting untuk petani di Negara berkembang. Faktanya, Fliegel dan lainnya (1968) menemukan bahwa petani Punjab di India berperilaku lebih mirip petani kecil di Pansilvania (bahkan sebenarnya lebih) dari pada petani skala besar Amerika Serikat, dalam mempertimbnagkan persepsi mereka terhadap inovasi.
1.      Kebersesuaian/Kecocokan (Compatibility)
Kebersesuaian adalah tingkat dimana inovasi dirasa bersesuaian dengan nilai yang ada, pengalaman terdahulu, dan kebutuhan sebagian besar adopter. Sebuah ide yang lebih sesuai adalah yang memiliki sedikit  ketidak pastian: (a) dengan nilai dan kepercayaan social budaya (b) dengan ide-ide yang dikenal sebelumnya atau (c) dengan kebutuhan-kebutuhan client akan inovasi.
a.     Bersesuaian dengan nilai dan kepercayaan sosial budaya
Banyak ilustrasi dapat disediakan tentang bagaimana ketidak sesuaian sebuah inovasi dengan nilai budaya menghalangi pengadopsian inovasi. Pada bab 1, bagaimana penduduk di desa Peruvian Los Molinos merasa memasak air sebagai ketidak cocokan dengan nilai-nilai budaya mereka. Petani Amerika juga menempatkan nilai kuat dalam meningkatkan produksi pertanian; inovasi konservasi tanah dirasa bertentangan dengan nilai produksi dan secara bertahap diadopsi dengan lambat.
Dalam kota modern India terdapat norma kuat dalam memakan makanan menggunakan tangan kiri yang dipercayai merupakan tangan yang kotor.  Kebiasaan ini dimualai berabad-abad lalu ketika desa-desa di India menggunakan tangan kiri mereka untuk fungsi-fungsi aktifitas buang air.  Pada waktu itu fasilitas sanitasi dan pencucian tidak memadai dan tangan kiri yang kotor difungsikan dengan komplek. Akan tetapi saat ini sangat mudah bagi masyarakat kota di India mencuci tangan mereka sebelum makan. Akan tetapi, kebiasaan tangan kotor dengan kaku tetap melekat sebagai elemen  khusus di kota India. Lalu, apakah anda mau menjadi agen perubahan yang bertangggung jawab untuk membujuk orang-orang India makan dengan tangan kiri mereka? Banyak agen perubahan menghadapi tugas-tugas sulit serupa dalam mempromosikan inovasi-inovasi yang berhadapan langsung dengan nilai yang dianut dengan kuat oleh masyarakat.
b.    Kesesuaian dengan ide-ide yang dikenal sebelumnya
Sebuah inovasi bisa jadi bersesuaian tidak hanya dengan nilai budaya yang dianut akan tetapi juga ide-ide yang diasopsi sebelumnya. Kesesuaian inovasi dengan ide terdahulu dapat mempercepat atau memperlambat banyaknya adopsi. Ide-ide lama adalah alat utama yang menilai ide baru. Seseorang tidak dapat menghadapi sebuah inovasi kecuali didasarkan model lama dan familiar. Praktek sebelumnya adalah standar familiar dimana inovasi diinterpretasikan dapat mengurangi ketidakpastian.
Contoh penggunaan pengalaman terdahulu untuk menilai ide baru adalah penilitian difusi di komunitas petani Kolombia (Fals Borda, 1960). Pertama-tama, para petani mengaplikasikan pupuk kimia di pucuk benih kentang (di samping mereka juga memupuk dengan pupuk sapi),  Dengan cara demikian justru merusak benih dan menyebabkan evaluasi negative dari inovasi. Petani lainnya dengan berlebihan menyemprotkan kentang mereka dengan insektisida, beralih pada ide metode baru dalam menyirami tanaman.
Banyaknya adopsi dari ide baru dipengaruhi oleh ide lama yang telah ada. Oleh karena itu, jika ide baru sangat bersesuaian dengan praktek yang ada, tak akan ada inovasi, setidaknya dalam pikiran sebagian besar adopter. Dengan kata lain, semakin sesuai sebuah inovasi maka semakin sedikit perubahan yang ditunjukkan.
Pengalaman negatif dengan sesuatu inovasi dapat menghambat adopsi inovasi masa depan. Pandangan negatif inovasi (Arensberg dan Niehoff, 1964) adalah aspek yang tidak diinginkan dari kebersesuaian. Pandangan negatif inovasi adalah sebuah sikap dimana kegagalan inovasi mengkondisikan sebagian besar adopter untuk menolak inovasi di masa yang akan datang. Ketika sebuah ide gagal, kebanyakan adopter terkondisikan untuk memandang inovasi di masa yang akan datang dengan risau/galau.
c.   Kesesuaian dengan kebutuhan
Salah satu indikasi kesesuaian inovasi adalah tingkat dimana inovasi dirasakan oleh klien memenuhi kebutuhannya. Ketika agen perubahan menentukan kebutuhan-kebutuhan kliennya, kesulitan seringkali terletak pada bagaimana merasakan kebutuhan-kebutuhan; agen perubahan harus memiliki tingkat empati dan hubungan yang tinggi dengan kliennya untuk menilai kebutuhan mereka dengan akurat. Kontak interpersonal dengan klien perorangan, komite penasehat klien untuk agen perubahan, dan survey terkadang digunakan untuk menentukan kebutuhan inovasi.
Klien mungkin tidak mengetahui bahwa mereka memiliki kebutuhan akan inovasi sampai mereka sadar ide baru itu. Oleh karena itu, salah satu dimensi kesesuaian adalah tingkat dimana inovasi dirasa sebagai pemenuhan kebutuhan klien. Ketika merasakan kebutuhannya terpenuhi, cepatnya tingkat adopsi biasanya terjadi.
# Kebersesuaian dan banyaknya adopsi
Contoh-contoh dan bukti yang baru saja ditunjukkkan mendukung generalisasi 6-2 bahwa: Kesesuaian inovasi yang dirasakan anggota system social memiliki hubungan positif terhadap banyaknya adopsi. Analisa stastistik untuk preposisi ini memiliki kontrol pengaruh dari karakteristik inovasi lainnya. Tabel 6-1 pada buku Diffusion of Innovation menunjukkan kebersesuaian relatif kurang penting dalam memperkirakan banyaknya adopsi dibandingkan dengan karakteristik lainnya seperti keuntungan relatif. Hal ini mungkin dikarenakan kesulitan-kesulitan dalam pengukuran persepsi dari kebersesuaian. Di kebanyakan penelitian pada table 6-1, kebersesuaian ditemukan memiliki hubungan positif dengan banyaknya adopsi, meskipun korelasi sering kali tidak signifikan ketika pengaruh-pengaruh dari karakteristik inovasi lainnya menggeser secara statistik.
3.  Kompleksitas/kerumitan (complexity)
Kompleksitas adalah tingkat dimana sebuah inovasi dirasakan relatif sulit dipahami dan digunakan. Setiap ide baru mungkin diklasifikasikan dalam rangkaian kompleks-simpel. Beberapa inovasi jelas dimengerti oleh kebanyakan adopter ketika yang lainnya tidak mengerti dengan jelas. Meskipun bukti penelitian jauh dari kesimpulan, kami menganjurkan generalisasi 6-3 bahwa: Kompleksitas inovasi yang dirasakan anggota system social memiliki hubungan negative terhadap banyaknya adopsi.
Kivlin (1960) menemukan bahwa kompleksitas inovasi pertanian lebih memiliki hubungan yang tinggi (dalam arti negatif) terhadap banyaknya adopsi dibandingkan dengan karakteristik inovasi lainnya selain keuntungan relatif. Hasil yang serupa juga dilaporkan oleh Singh (1966) di Kanada dan oleh Petrini (1966) di Swedia (table 6-1).
Graham (1956) mencari penentu mengapa penyebaran permainan kartu dan televisi memiliki tingkat adopsi yang berbeda pada kelas sosio ekonomi atas dan bawah. Salah satu alasannya adalah perbedaan kompleksitas antara dua ide tersebut. Permainan kartu harus dipelajari melalui penjelasan detail dari pemain kartu lainnya. Sedangkan televisi nampak relatif sederhana yang hanya mensyaratkan kemampuan untuk menyentuh tombol-tombol.
4.  Dapat diujicobakan/Triabilitas (Trialability)
Karakteristik dapat diujicobakan adalah tingkat dimana sebuah inovasi dapat diuji cobakan dengan dasar yang terbatas. Ide baru yang dapat dicoba pada tahapan perencanaan umumnya akan lebih cepat diadopsi dibandingkan inovasi yang tidak diuji coba. Meskipun hanya sedikit bukti yang kuat, kami menganjurkan generalisasi 6-4 bahwa: Triabilitas dari sebuah inovasi yang dirasakan oleh anggota system social memiliki hubungan positif terhadap banyaknya adopsi. Penelitian yang dilakukan oleh Kivlin (1966a), Singh (1966) dan Fliegel et al (1968) mendukung pernyataan ini.
Adopter pertama relatif merasakan bahwa triabilitas lebih penting dibandingkan adopter terakhir (Gross, 1942; Ryan, 1948). Laggards melangkah dari percobaan awal sampai pengggunaan skala keseluruhan lebih cepat dari pada innovator lain. Orang-orang yang yang lebih inovatif belum memiliki teladan untuk diikuti ketika mereka mengadopsi, ketika orang lain dikelilingi oleh para panutan yang telah mengadopsi inovasi.
1.      Dapat diteliti/Observabilitas (observability)
Karakteristik dapat diteliti/observabilitas adalah tingkat dimana hasi inovasi dapat dilihat oleh yang lain. Hasil dari beberapa ide mudah diteliti dan dikomunikasikan kepada orang lain dimana beberapa inovasi lainnya sulit untuk dijelaskan. Kami meganjurkan generalisasi 6-5 bahwa: Observabilitas dari inovasi dirasakan oleh anggota system social memiliki hubungan positif terhadap banyaknya adopsi.
Kebanyakan pembahasan inovasi dalam penelitian difusi adalah ide-ide teknologi. Teknologi adalah sebuah perencanaan untuk tindakan bantuan yang mengurangi ketidak pastian dalam hubungan sebab akibat yang mencakup hasil pencapaian yang diinginkan. Teknologi memiliki dua komponen:  (1) Perangkat keras yang berisikan alat yang berwujud teknologi dalam bentuk material atau objek fisik. (2) Perangkat lunak yang berisi alat dasar informasi. Sebagai contoh pada bab 1 buku Diffusion of Innovationhardware computer (alat perlengkapan) dan software (program komputer).  Biasanya komponen software dari inovasi teknologi tidak nyata untuk diobservasi, oleh karena itu inovasi yang memiliki dominasi aspek perangkat lunak kurang dapat diobservasi dan biasanya relatif lebih lambat diadopsi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut inovasi itu sendiri.  Suatu inovasi dapat merupakan kombinasi dari berbagai macam atribut (Zaltman, 1973: 32-50).      Untuk memperjelas kaitan antara inovasi dengan cepat atau lambatnya proses penerimaan (adopsi), berikut atribut inovasi yang dikemukakan Zaltman, sebagai berikut:
1.         Pembiayaan (cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya.  Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan  ada kaitannya dengan kualitas inovasi itu sendiri.  Misalnya penggunaan modul di sekolah dasar.  Ditinjau dari pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha (belajar) mempunyai nilai positif, tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya tidak dapat disebarluaskan.
2.         Balik modal (returns to investment), atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang perusahaan atau industri.  Artinya, suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau hasilnya dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan tidak merugi).  Untuk bidang pendidikan atribut ini sukar dipertimbangkan karena hasil pendidikan tidak dapat diketahui dengan nyata dalam waktu relatif singkat.
3.         Efisiensi, inovasi akan cepat diterima jika ternyata pelaksanaan dapat menghemat waktu dan juga terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4.         Resiko dari ketidakpastian, inovasi akan cepat diterima jika mengandung resiko yang sekecil-kecilnya bagi penerima inovasi.
5.         Mudah dikomunikasikan, inovasi akan cepat diterima bila isinya mudah dikomunikasikan dan mudah diterima klien.
6.         Kompatibilitas, cepat lambatnya penerimaan inovasi tergantung dari kesesuaian dengan nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7.         Kompleksitas, inovasi yang dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar dengan cepat.
8.         Status ilmiah, suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya.
9.         Kadar keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi apabila dirasakan itu hal yang baru bagi mereka.
10.     Dapat dilihat kemanfaatannya, suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
11.     Dapat dilihat batas sebelumnya, suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh masyarakat apabila dapat dilihat batas sebelumnya.
12.     Keterlibatan sasaran perubahan, inovasi dapat mudah diterima apabila warga masyarakat diikutsertakan dalam setiap proses yang dijalani.
13.     Hubungan interpersonal.  Jika hubungan interpersonal baik, dapat mempengaruhi temannya untuk menerima inovasi.  Dengan hubungan yang baik maka orang yang menentang akan menjadi bersikap lunak, orang simpati akan menjadi tertarik dan orang yang tertarik akan menerima inovasi.
14.     Kepentingan umum atau pribadi (publicness versus privatenes).  Inovasi yang bermanfaat untuk kepentingan umum akan lebih cepat diterima daripada inovasi yang ditunjukkan pada kepentingan sekelompok orang saja.
15.     Penyuluh inovasi (gatekeepers).  Untuk melancarkan hubungan dalam usaha mengenalkan suatu inovasi kepada organisasi sampai organisasi mau menerima inovasi, diperlukan sejumlah orang yang diangkat menjadi penyuluh inovasi.  Misalnya untuk pelaksanaan program KB, maka diperlukan orang-orang yang bertugas mendatangi warga masyarakat untuk menjelaskan perlunya melaksanakan program KB.  Tersedianya penyuluh inovasi akan mempengaruhi kecepatan penerimaan inovasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi inovasi pendidikan

1.      Faktor yang ada dalam sistem pendidikan, berupa kelemahan atau kekurangan dalam hal: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, penelitian, dan pengelolaan pendidikan yang mengakibatkan penyelenggaraan pendidikan krang relevan, baik dengan kebutuhan masyarakat, kebutuhan dan perkembangan anak didik, serta kebutuhan pembangunan pada umumnya.
2.        Faktor yang ada di luar sistem pendidikan :
1)       Ekspoitasi penduduk yang besar menuntut layanan pendidikan yang banyak
2)       Meningkatnya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan
3)       Tingginya angka keterlantaran pendidikan
4)       Belum tingginya kesadaran dalam masyarakat dalam melaksanakan perubahan yang sesuai dengan kebutuhan zaman
5)       Pesatnya perkembangan IPTEK menuntut dasar pendidikan yang kokoh serta peningkatan kemampuan secara terus menerus
6)       Terbatasnya sumber pendukung terlaksananya pendidikan secara efktif dan efisien
3.       Ilmiah, berdasarkan kondisi atau kenyataan empiris dilapangan.
4.      Yuridis, permasalahan yang bersifat legal yang tercermin dalam GBHN yang menuntut adanya pembaharuan bidang pendidikan sehubungan dengan tujuan pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, perlauasan kesempatan belajar sampai sekolah tingkat menenngah pertama, keserasian antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dan pada semua aspek.
Ruang Lingkup inovasi Pendidikan
1.      Bidang peserta didik, pengelompokan dalam proses pembelajaran dengan segala gambaran karakteristiknya
2.      Bidang tujuan pendidikan, menyangkut kapasitas pribadi, sosial, ekonomis, tingkat dan jenis pengajaran, cara dan sarana untuk merumuskan tujuan
3.      Isi pelajaran, menurut jenisnya, efek/dampak, kapasitas anak didik, bidang dan struktur ilmu pengetahuan, manfaat, kemampuan mental, dan derjat spesialisasi
4.      Media pembelajaran,
5.      Fasilitas pendidikan, perabot/perlengkapan yang mendukung pelaksanaan pendidikan
6.      metode dan tekhnik komunikasi, interaksi langsung dan tak langsung
7.      hasil pendidikan,
Jenis-jenis inovasi pendidikan
  • menurut objeknya :
  1. dalam jenis hubungan antara orang (personal relationship), misal pembaharuan dalam peranan guru yang berdasarkan kumpulan informasi, bukan berdasarkan selera perorangan
  2. dalam jenis software (piranti lunak), misal mengenai tujuan dan struktur kurikulum
  3. dalam jenis hardware, misal perubahan dan bentuk ruang kelas karena terjadi perubahan dalam peran guru, tekhnik penyampaian yang menuntut perubahan hardware
  • menurut derajatnya :
  1. dalam orientasi pendidikan,
  2. operasi tata laksana (manajemen),
  3. tugas dan fungsi personal,
  4. jenis keahlian
  • menurut sifatnya :
  1. bersifat penggantian,
  2. perubahan,
  3. penambahan,
  4. penyusunan kembali,
  5. penghapusan dan penguatan.
Tujuan Inovasi Pendidikan dan cara-cara pencapaiannya
# pembaharuan pendidikan, sebagai jawaban dari permasalhan pendidkan, seperti:
  1. peningkatan pemerataan/perluasan kesempatan memperoleh dan menikmati pendidikan sesuai dengan kemauan, kemampuan dan potensi yang dimiliki (menuju konsepsi pendidikan yang lebih demokratis)
  2. dapat mengambangkan segenap potensi manusia tidak hanya aspek intelektual saja, tetapi juga mencangkup seluruh aspek kepribadiannya secara bulat
  3. bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat individual menuju ke arah konsepsi yang lebih kooperatif; dari konsepsi yang boros menjadi konsepsi pendidikan yang lebih efektif, efisien dan relevan dengan kebutuhan pembangunan
# upaya untuk mengembangkan pendekatan yang lebih efektif dan ekonomis
  1. Peran Guru dalam Inovasi Pendidikan
1)      guru bersikap terbuka dan peka terhadap perubahan dan pembaharuan guru harus senantiasa bersikap terbuka terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul dari mana pun datangnya. Dan guru dituntut agar selalu siap mendiskusikannya dengan rekan sejawat, murid, wali murid, atau masyarakat yang peduli terhadap kemajuan pendidikan.
2)      guru sebagai agen pembaharuan dalam inovasi pendidikan
3)      guru mempengaruhi keputusan para sasaran inovasi, pemberi kemudahan pada lancarnya arus inovasi.
4)      Guru dapat melakukan : pemberi informasi, mempercepat terjadinya difusi inovasi, sebagai komunikator antar subsistem dalam masyarakat, berusaha mengkaitkan sitem yang satu dengan sistem yang lain.
5)      guru sebagai adopter/penerima inovasi pendidikan lima kategori adopter menurut rogers :
a)      inovator; meneliti dan mencoba tiap gagasan baru
b)      pelopor; meneliti dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan gagasan baru tersebut
c)      pengikut awal; memiliki beberapa pertimbangan dalam menerima gagasan baru, menerima ide setelah beberapa saat anggota sistem sosial menerima ide
d)     pengikut akhir; menerima ide setelah beberapa anggota sistem masyarakat menerima ide, biasanya keputusan menerima dilakukan karena kepentingan ekonomi atau takanan sosial
e)      legard/kolot/tradisional; orang yang terakhir menerima suatu gagasan, memiliki pandangan dan wawasan paling sempit dan biasanya referensinya adalah masa lalu.