Gudang Ilmu: Rumah Sederhana Tahan Gempa

Wednesday, 7 September 2022

Rumah Sederhana Tahan Gempa

Indonesia merupakan negara yang masuk dalam jalur cincin api (ring of fire) dengan jajaran gunung api yang mayoritasnya berstatus aktif sehingga membuat kawasannya memiliki berkah dengan tanahnya yang subur. Di sisi lain, kawasan ini juga menjadi area dengan potensi gempa bumi maupun letusan gunung yang sangat besar.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), periode tahun 2018 hingga 2000 tercatat telah terjadi sekitar 228 kali gempa bumi yang telah memakan korban jiwa mencapai 8.747 orang. Tingkat kerusakan pada bangunan rumah saja mencapai 483.951 unit yang rusak berat, 15.282 rumah rusak sedang, dan 694.253 rumah rusak ringan.



Model Struktur Bangunan; Perancangan Model bangunan yang tahan gempa diarahkan untuk memilih model yang sederhana dan simetris. Model simetris ini lebih kuat menahan gaya gempa dibandingkan dengan model tidak simetris. Model bangunan tidak simetris perpindahan gaya lateralnya akibat gempa lebih banyak dibandingkan dengan bangunan simetris karena bangunan tidak simetris bersifat tidak teratur dan rentan terhadap torsi yang lebih tinggi. Jadi, pemilihan model yang sederhana dan simetris resiko gempanya lebih rendah dan dapat menjaga gaya terdistribusi secara merata melalui struktur. Oleh karena itu, dalam membangun diharapkan menghindari model tidak simetris. Keruskaan struktur akibat gempa bumi umumnya dimulai di lokasi bidang lemah struktural bangunan yang memicu terjadinya kerusakan parah yang pada akhirnya menyebabkan runtuhnya struktur bangunan. Selanjutnya, pada perletakan posisi tiang sebagai penyangga (kolom bangunan) harus seimbang disertai model atap yang menyatu dengan sambungan yang kuat, juga pondasi yang cukup dalam dan dimensi kuat sesuai dengan hasil penyelidikan tanah. Tidak saja mengacu pada model struktur saja, akan tetapi pemilihan bahan-bahan campuran beton dan ukuran besi yang digunakan (untuk bangunan beton bertulang)  harus memenuhi syarat SNI yang telah ditepakan oleh para ahli struktur Indonesia. Penggunaan baja tulangan pada pondasi, sloof, kolom (sambungan kolom) bahkan begelnya pun harus tepat ukurannya sesuai dengan perhitungan strukturnya.

Metode Analisis Struktur; Alangkah bijaknya jika selalu belajar pada setiap kejadian gempa bumi yang berefek pada suatu bangunan yang roboh, baik kejadian dalam negeri maupun luar negeri. Metode dalam analisis struktur suatu bangunan apatahlagi bangunan berlantai adalah menjadi penentu dalam melahirkan detailing elemen struktur. Kehati-hatian dalam memilih metode analisis struktur sangat utama bahkan bisa fatal jika salah dalam memilih suatu metode. Metode yang selama ini digunakan oleh analist struktur adalah metode berbasis gaya kekuatan (dalam rujukan SKBI 87, SKSNI-91, dan SNI-2002). Metode ini pernah populer beberapa tahun bahkan menjadi senjata ilmu yang ampuh dalam menganalisis suatu struktur bangunan. Namun, setelah kejadian beberapa kali gempa bumi yang merobohkan bangunan seperti yang pernah terjadi di pantai barat Sumatera, pantai selatan jawa, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, maluku, irian, flores dan kejadian gempa bumi yang sangat dasyat pernah terjadi di luar negeri seperti Loma Prieta 1989, gempa Northridge 1994 dan gempa Kobe 1995 di Jepang. Kejadian gempa bumi ini menjadi bahan renungan bagi para ahli struktur dunia karena seolah hasil hitungan dalam suatu metode yang diterapkan menjadi sia-sia karena bangunan ambruk tiba-tiba dan menelan korban jiwa manusia yang sangat besar saat dilanda gempa kuat. Analisis yang diterapkan itu adalah analisis berbasis gaya kekuatan. Oleh karena itu, penulis  menyarankan untuk tidak menerapkan hitungan struktur bangunan berbasis gaya kekuatan karena terbukti kurang memuaskan dan sudah tidak relevan lagi untuk kondisi sekarang yang banyak kejadian gempa terjadi di lokasi rawan gempa karena metode ini dianggap tidak mampu mencapai taraf kinerja (performance) yang ditentukan, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode klasik ini tidak mampu memitigasi efek gempa (keruntuhan bangunan, jalan, jembatan, korban jiwa, dll). Metode analisis yang sangat relevan diterapkan di Indonesia  untuk gedung di atas 1 lantai dan daerah-daerah dengan taraf gempa yang cukup tinggi seperti daerah Pantai barat Sumatera, pantai selatan jawa, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Irian, Flores adalah metode berbasis kinerja (performace). Metode berbasis kinerja bertujuan menghasilkan struktur yang memiliki hasil yang dapat diprediksi jika terjadi gempa bumi. Parameter yang menentukan adalah tujuan kinerjanya. Sebuah bangunan dapat dirancang berdasarkan satu atau beberapa tujuan kinerja misalnya pada bangunan rumah tinggal dapat dirancang untuk dua tujuan kinerja yaitu bangunan beropresi penuh, tidak ada kerusakan yang terjadi, layanan berkelanjutan dengan gempa bumi intensitas rendah dan tinggi. Tujuan kinerja selanjutnya adalah ingin mencapai pencegahan keruntuhan pada gempa intensitas rendah dan tinggi. Maka, kerusakan pada konstruksi dibolehkan terjadi, akan tetapi tidak membahayakan nyawa bagi penghuninya dan dapat dilakukan kembali perbaikan konstruksinya.

Bangunan Berbahan Tradisional Bambu dan Kayu; Bangunan berbahan bambu dan kayu dapat menjadi solusi alternatif pada wilayah yang memiliki intensitas gempa yang cukup tinggi termasuk daerah Sulawesi Barat. Bambu adalah bahan bangunan alami terbarukan yang tumbuh paling cepat, masih tersedia dan ramah lingkungan bahkan kulitnya yang matang menjadi tulangan yang kuat untuk menahan beban struktur secara vertikal maupun horizontal. Secara struktur, bahan bambu mudah ditekuk, memberikan bentuk yang diinginkan dan dapat menyediakan sambungan agar sesuai dengan konstruksi. Elastisitasnya yang luar biasa membuatnya menjadi bangunan yang dapat tahan terhadap goncangan gempa bumi. Saat gempa bumi terjadi, konstruksi bambu dan kayu mengalami pergerakan goyangan yang sangat sedikit dibandingkan dengan bahan beton bertulang maupun konstruksi penuh baja tulangan karena massa yang dihasilkan lebih sedikit untuk menimbulkan tekanan pada struktur. Sifat bambu dan kayu sebagai bahan bangunan sudah dikenal selama berabad-abad yang lalu. Populer dengan ringannya, kuat, terjangkau dan berkelanjutan sehingga dapat memberikan solusi untuk kebutuhan konstruksi pada daerah atau lokasi rawan gempa. Namun, dalam memanfaatkan material bambu dan kayu ini perlu dirancang model konstruksi yang tepat, sederhana dan memperhatikan model pondasi,  pola sambungan pada kolom, balok, dan atapnya. Perilaku struktur yang tahan gempa juga sangat tergantung pada kemampuan koneksi sambungannya dalam menahan beban gempa secara lateral. Oleh karena itu, sambungan pada penggunaan konstruksi material bambu dan kayu memainkan peran kunci dalam menciptakan konstruksi tahan gempa. Maka, tidak ada salahnya jika kita beralih membuat rumah hunian atau bangunan sederhana di tempat daerah rawan gempa dalam upaya penyelamatan jiwa jika setiap saat terjadi gempa bumi


 

Kriteria Konstruksi Rumah Sederhana Tahan Gempa :



1. Proses Pembetonan

Sebagai contoh dalam proses pembetonan diperlukan kerikil, pasir, dan semen yang memenuhi syarat untuk mendapatkan kualitas beton yang cukup baik. Komposisi campuran beton yang baik untuk struktur bangunan sederhana terdiri dari campuran 1 ember semen, 2 ember pasir, 3 ember kerikil, dan air secukupnya yang dituangkan sedikit demi sedikit kedalam adukan sampai adukan “pulen”. Campuran ini biasa dikenal dengan campuran 1 : 2 : 3. 

Biasanya untuk melakukan uji workability (kekentalan) beton dilakukan dengan pengujian slump. Namun karena bangunan sederhana biasanya masyarakat tidak melakukan slump test.  Pengujian sederhana yang dapat dilakukan untuk mengetahui adukan beton “pulen” yang cukup memenuhi syarat kekentalan beton adalah dengan menggenggam adukan beton, kemudian dirasa jika adukan tersebut tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu kental. 

Ukuran kerikil yang digunakan untuk campuran beton sebaiknya mempunyai diameter maksimum 20 mm dan memiliki banyak sudut agar kerikil bisa saling mengunci ketika beton mengeras. Semen yang digunakan adalah semen berkualitas Standar Nasional Indonesia (SNI) yang tertulis pada bungkusnya. Pasir yang digunakan adalah pasir yang tidak mengandung banyak lumpur.

2. Plesteran

Seperti halnya dengan beton, dalam pembuatan adukan mortar semen untuk plesteran juga hendaknya memenuhi syarat minimal untuk komposisi campurannya, yaitu 1 ember semen ditambah dengan 4 ember pasir kemudian ditambahkan air secukupnya hingga adukan menjadi tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer (pulen).

3. Batu Pondasi

Untuk pondasi, batu yang digunakan adalah batu yang keras dan tidak mudah pecah. Jenis batu tersebut bisa diperoleh dari batu kali atau batu gunung yang dipecah. Dengan demikian batu tersebut memiliki banyak sudut dan diharapkan dapat saling mengikat dan mengunci ketika spesi adukan mortar untuk pondasi mengeras. Jangan memakai batu yang bulat dan batu yang tidak banyak sudutnya, karena akan mengurangi kekuatan pondasi.



4. Kayu

Pemilihan kayu juga tidak kalah pentingnya dalam pembuatan rumah yang lebih aman. Kayu harus mempunyai kualitas baik (minimal kelas 3) yang memiliki ciri-ciri secara umum berupa keras, kering, berwarna gelap, tidak ada retak, dan lurus.

5. Batu Bata

Batu bata adalah salah satu penentu kekuatan dinding. Gunakan hanya batu bata yang berbentuk persegi, mempunyai  pinggiran lurus dan tajam, tidak terlalu banyak retak, dan tidak pecah jika diinjak dengan beban orang normal atau dijatuhkan dengan ketinggian satu meter. Batu bata yang baik akan mempunyai suara yang berdenting jika dipukulkan satu sama lain.

6. Pondasi

Salah satu komponen struktur bangunan yang utama adalah pondasi, dimana pondasi berfungsi untuk mengurangi dampak goyangan akibat gempa pada bangunan dan meneruskan energi goyangan tersebut ke dalam tanah. Untuk lapisan tanah yang cukup keras dan stabil, maka dapat dibuat pondasi batu kali berbentuk trapesium dengan ukuran minimal lebar atas sebesar 30 cm, lebar bawah minimal 60 cm, dan kedalaman minimal 60 cm. 

Di bawah pondasi batu kali tersebut hendaknya diberi taburan pasir setebal 10 – 20 cm, dan di atas pasir tersebut dilapisi dengan batu kosong sebagai lapisan antara pondasi dengan tanah dasar. Ukuran untuk galian dan urugan pondasi batu kali tersebut adalah selebar kurang lebih 80 cm. 

Di atas sepanjang pondasi batu kali hendaknya diberi balok pengikat atau yang umum disebut dengan sloof yang mempunyai spesifikasi jarak antar tulangan sengkang (begel) maksimal sepanjang sekitar 15 cm, dengan tulangan utama berdiameter 10 mm dan tulangan sengkang berdiameter 8 mm dengan panjang tekukan minimal 5 cm serta  dibengkokkan sekitar 135 derajat. Ukuran penampang sloof minimal adalah lebar sekitar 15 cm dan tinggi sekitar 20 cm dengan ketebalan selimut beton sekitar 1.5 cm.

7. Kolom

Pembuatan kolom untuk bangunan rumah sederhana yang lebih aman dibuat dengan dimensi minimal 15 cm x 15 cm, dan ketentuan penulangan beton untuk kolom sama dengan ketentuan pada sloof.  Jarak antar kolom ideal maksimal 3 m,.



8. Balok Keliling

Agar rumah lebih aman terhadap goyangan, maka di atas tembok bata dipasang balok keliling atau yang biasa disebut dengan ring balok dengan ukuran minimal 12 cm x 15 cm. Ketentuan mengenai ring balok sama dengan ketentuan pada sloof.  Pastikan sambungan antara sloof, kolom, dan ring balok diberi lebihan tulangan (sambungan lewatan) dengan panjang 40 cm dan diberi tekukan pada ujungnya agar kuat. Kemudian pada sloof diberi angkur yang ditanam ke pondasi dengan panjang minimal 40 cm dan diberi tekukan juga pada ujungnya agar lebih kuat.

9. Stuktur Atap

Komponen struktur yang sangat penting lainnya adalah struktur atap. Struktur atap terdiri dari kuda-kuda kayu, gunungan, serta ikatan angin. Kuda-kuda harus dibuat dengan kayu berkualitas baik. Rangka kuda-kuda dapat menggunakan kayu dengan ukuran 8 x12 cm dengan alat penyambung berupa pelat baja tebal 4 mm dan lebar 40 mm, atau papan tebal 20 mm dan lebar 100 mm, serta baut minimal diameter 10 mm. 

Pertemuan antar kayu juga dibuatkan takikan agar struktur rangka lebih kuat. Gording menggunakan kayu dengan ukuran 6 x 12 cm dihubungkan dengan sistem sambungan yang kokoh.  Rangka kuda-kuda harus dikaitkan pada ring balok agar tidak bergeser, stabil, dan lebih kuat ketika terjadi goyangan. 

Gunungan terbuat dari tembok batu bata yang diplester, dan dibingkai dengan balok beton dengan spesifikasi sama dengan ring balok. Untuk meminimalisasi resiko akibat goyangan, maka gunungan juga dapat menggunakan papan atau gypsum karena lebih ringan dibandingkan dengan dinding bata.


Berikut ini, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan untuk membuat rumah tahan gempa.

Kondisi Tanah

Efek Amplifikasi dan pembantulan gelombang gempa (sumber: http://poetrafic.wordpress.com)

Sebelum membangun rumah tahan gempa, hal yang pertama sekali yang harus dicek adalah kondisi tanah setempat.

  • Efek Amplifikasi

Kondisi tanah lunak akan memberikan goncangan gempa bumi yang lebih kuat dibandingkan dengan kondisi tanah yang keras, walaupun kedua tempat tersebut memiliki jarak yang sama ke episenter gempa bumi.

Penguatan goncangan tanah ini dalam istilah seismologi dinamakan efek Amplifikasi.


  • Dampak Likuifaksi

Selain kondisi tanah (sangat lunak, lunak, atau keras), komposisi tanah dan tinggi muka air tanah juga perlu dilihat.

Komposisi tanah yang terdiri dari pasir atau pasir berlanau dan tinggi muka air tanah yang dangkal akan sangat rentan terhadap dampak Likuifaksi.


Makanya, sebelum membangunan rumah, pastikan kondisi tanah di tempat anda keras, dan komposisinya tidak terdiri dari pasir atau pasir berlanau dan air tanah yang dalam.

Apabila anda menemukan kondisi seperti di atas, disarankan untuk berkonsultasi dengan ahli struktur bangunan untuk merekayasa fondasi rumah anda.

Bahan Bangunan Tahan Gempa

Bahan bangunan memiliki pengaruh yang sangat besar pada kualitas bangunan. Berikut ini perincian bahannya;

  • Campuran Beton

    • Perbandingan materialnya: 1 semen + 2 pasir + 3 kerikil + 1/2 Air.
    • Ukuran kerikil juga harus diperhatikan. Kerikil yang baik memiliki ukuran maksimum 2 milimeter, dengan gradasi yang baik.
    • Pastikan pasir dan kerikil dalam kondisi bersih dan tidak ada campuran tanah dan debu.
    • Gunakan Semen Tipe I
  • Campuran Mortal (pengikat batu bata)

    • Perbandingan materialnya: 1 semen + 4 pasir + air secukupnya
  • Kayu

    • Berkualitas baik
    • Keras, Kering, lurus dan tidak retak.
    • Berwarna gelap atau bukan kayu muda
Bahan Bangunan
Komposisi bahan bangunan rumah tahan gempa (Sumber: PU dan JICA)

Struktur Utama Rumah Tahan Gempa

Struktur utama rumah sangat mendukung kekuatan rumah terhadap gempa bumi. Berikut ini ada beberapa cara membuat struktur utama rumah tahan gempa:

Struktur utama rumah tahan gempa bumi (Sumber: PU dan JICA)
  • Fondasi Rumah Tahan Gempa

    • Jika tanah cukup keras, ukuran: 60 cm x 60 cm x 30 cm.
    • Material: gunakan batu kali atau batu gunung yang keras.
  • Dinding

    • Dinding menggunakan pasangan batu bata dengan tebal siar 1,5 cm.
    • Campuran plaster dinding: 1 semen + 4 pasir.
    • Tebal plaster: 2 cm.
    • Jarak maksimal antar kolom 3 meter dan luas maksimal 9 m2.
  • Beton Bertulang

    • Tulangan Utama memiliki diameter 10 mm dan 8 mm untuk Begel.
    • Jarak antar Begel maksimal 15 cm.
    • Tebal selimut beton untuk kolom dan balok pengikat 1,5 cm, sedangkan untuk balok keliling/ring dan bingkai amping 1 cm.
  • Atap Kayu Bangunan Tahan Gempa

    • Kuda-kuda memiliki dimensi 12 x 8 cm.
    • Gordin memiliki dimensi 12 x 6 cm.
struktur utama rumah tahan gempa
Struktur utama atap rumah tahan gempa bumi (Sumber: PU dan JICA)

Ikatan Antar Struktur Utama

Setelah semua struktur utama mengikuti kaidah bangunan rumah tahan gempa, tahap selanjutnya adalah membuat ikatan antar struktur tersebut.

Ikatan Antar Struktur Utama
Cara mengikat antar struktur utama bangunan tahan gempa (Sumber: PU dan JICA)
  • Ikatan Fondasi dgn Balok Pengikat (Sloof)

    • Memasang besi pengikat antara Fondasi dengan Balok menggunakan Angkur besi diameter 10 mm
    • Jarak antar antar Angkur 1 meter.
  • Ikatan Balok Pengikat dgn Kolom (Tiang)

    • Tulangan kolom dilewatkan ke Balok Pengikat dengan panjang lewatan minimal 40 D (40 cm).
  • Ikatan Kolom dgn Dinding

    • Memasang Angkur besi diameter 10 mm dengan panjang lebih panjang atau sama dengan 40 cm.
    • Angkur besi dipasang setiap tinggi 6 lapis baja.
  • Ikatan Kolom dgn Balok Keliling (Ring)

    • Tulangan kolom dilewatkan ke balok ring dengan panjang lewatan minimal 40 D (40 cm)
  • Ikatan Balok Keliling dgn Atap

    • Pengikatan kuda-kuda pada balok keliling/ ring
    • Angkur menggunakan besi diameter 10 mm yang ditanam kedalam balok keliling/ ring
  • Ikatan Gunung-Gunung (Amping) dgn Kolom

    • Memasang angkur bata pada gunung – gunung.
    • Angkur besi minimum 10 mm Sepanjang 40 cm, setiap 6 lapis bata
  • Ikatan Angin

    • Ikatan Angin dihubungan dengan Kolom dan juga kuda-kuda.
Ikatan Antar Struktur Utama
Ikatan antara Amping dengan Kolom dan Ikatan Angin (Sumber: PU dan JICA)

Pengecoran Beton Rumah Tahan Gempa

Cara pengecoran beton termasuk pengecoran Balok dan Kolom juga menentukan kekuatan rumah tahan gempa.

Pengecoran Beton tahan gempa
Cara pengecoran Beton rumah tahan gempa
  • Pengecoran Kolom

    • Pastikan cetakan rapat dan kuat/kokoh.
    • Pengecoran kolom dilakukan secara bertahap setiap 1 m
    • Pada saat pengecoran beton dirojok dengan besi tulangan atau bambu agar tidak ada yang keropos.
    • Pelepasan bekisting minimal 3 hari setelah pengecoran
  • Pengecoran Balok

    • Tulangan dirangkai diatas dinding.
    • Cetakan pada balok gantung harus diberi penyangga.
    • Cetakan dapat dilepas setelah 3 hari untuk balok yang menumpu di dinding), dan 14 hari untuk balok gantung.

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.