Gudang Ilmu: IRIGASI

Saturday, 1 April 2023

IRIGASI

 Air dibutuhkan tanaman untuk proses metobelisme di dalam tubuh tanaman itu sendiri. Kelebihan air disuatu areal pertanaman akan mengakibatkan terjadinya penggenangan. Hal ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman yang berada di areal tersebut. Dampak paling buruk yang akan dialami adalah tanaman tersebut mati. Sama hal juga ketika tanaman padi mengalami kondisi cekaman air maka produksinya akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa padi sawah tidak membutuhkan air yang melimpah, kelebihan air dari pengelolaan air irigasi dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti peningkatan intensitas tanam, perluasan areal tanam dan mengurangi pemberaan tanah terutama di musim kemarau. Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tersebut tergantung pada varietas padi dan sistem pengelolaan lahan sawah.

Kebutuhan air tanaman ditentukan oleh umur tanaman, waktu atau periode pertanaman, sifat fisik tanah, teknik pemberian air, jarak dari sumber air sampai lahan pertanian, luas areal pertanian yang akan diairi. Oleh sebab itu, agar penggunaan air lebih efisien dan efektif, maka sangat penting mengetahui pemakaiaan air konsumtif tanaman (evapotranspirasi). rata-rata jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi padi yang optimal adalah 180–300 mm bulan-1. Dalam satu periode tanam juga dilaporkan bahwa kebutuhan air untuk seluruh operasional pengelolaan sawah beririgasi (pembibitan, persiapan lahan, dan irigasi) adalah 1.240 mm. Jumlah air yang diperlukan di dalam proses produksi padi tergantung pada iklim, posisi lanskape, periode pertanaman, karakteristik drainase tanah, dan pengelolaan irigasi.

Irigasi merupakan salah satu faktor yang amat menentukan suksesnya pertanian sebab tanpa pengairan yang cukup, sebagian besar tanaman yang menjadi komoditas pertanian tidak akan tumbuh subur dan siap dipanen. Inilah yang menjadi alasan mengapa dahulu, salah satu butir dalam politik etis Belanda adalah irigasi sebab Indonesia sebagai negara agraris begitu membutuhkan irigasi yang cukup untuk menunjang pertanian.

Irigasi memegang peran sangat penting sebab tanaman yang membutuhkan pengairan cukup tidak hanya membutuhkan supply air pada awal penanaman atau masa-masa tertentu saja, akan tetapi pada seluruh periode.

Beragamnya sistem irigasi yang dimiliki petani Indonesia merupakan suatu keniscayaan mengingat sejarah panjang irigasi serta beragamnya model tanah yang menjadi lahan pertanian. Secara lebih rinci, berikut adalah penjelasan dari beberapa di antara jenis jenis irigasi :

1. Irigasi Permukaan

 Irigasi macam ini umumnya dianggap sebagai irigasi paling kuno di Indonesia. Tekniknya adalah dengan mengambil air dari sumbernya, biasanya sungai, menggunakan bangunan berupa bendungan atau pengambilan bebas. Air kemudian disalurkan ke lahan pertanian menggunakan pipa atau selang memanfaatkan daya gravitasi, sehingga tanah yang lebih tinggi akan terlebih dahulu mendapat asupan air. Penyaluran air yang demikian terjadi secara teratur dalam “jadwal” dan volume yang telah ditentukan.

 2. Irigasi Bawah Permukaan

Seperti namanya, jenis irigasi ini menerapkan sistem pengairan bawah pada lapisan tanah untuk meresapkan air ke dalam tanah di bawah daerah akar menggunakan pipa bawah tanah atau saluran terbuka. Digerakkan oleh gaya kapiler, lengas tanah berpindah menuju daerah akar sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Dengan demikian, irigasi jenis ini menyasar bagian akar dengan memberinya asupan nutrisi sehingga dapat disalurkan ke bagian lain tumbuhan dan dapat memaksimalkan fungsi akar menopang tumbuhan.

 3. Irigasi dengan Pancaran

Dibanding dua irigasi sebelumnya, irigasi ini terbilang lebih modern karena memang baru dikembangkan belakangan. Caranya adalah dengan menyalurkan air dari sumbernya ke daerah sasaran menggunakan pipa. Di lahan yang menjadi sasaran, ujung pipa disumbat menggunakan tekanan khusus dari alat pencurah sehingga muncul pancaran air layaknya hujan yang pertama kali membasahi bagian atas tumbuhan kemudian bagian bawah dan barulah bagian di dalam tanah.

4. Irigasi Pompa Air

Irigasi ini menggunakan tenaga mesin untuk mengalirkan berbagai jenis jenis air dari sumber air, biasanya sumur, ke lahan pertanian menggunakan pipa atau saluran. Jika sumber air yang digunakan dalam jenis ini bisa diandalkan, artinya tidak surut pada musim kemarau, maka kebutuhan air pada musim kemarau bisa di-backup dengan jenis irigasi ini.

5. Irigasi Lokal

Irigasi lokal melakukan kerja distribusi air menggunakan pipanisasi atau pipa yang dipasang di suatu area tertentu sehingga air hanya akan mengalir di area tersebut saja. Seperti halnya jenis irigasi permukaan, irigasi lokal menggunakan prinsip gravitasi sehingga lahan yang lebih tinggi terlebih dahulu mendapat air.

 6. Irigasi dengan Ember atau Timba

Irigasi jenis ini dilakukan dengan tenaga manusia, yakni para petani yang mengairi lahannya dengan menggunakan ember atau timba. Mereka mengangkut air dari sumber air dengan ember atau timba kemudian menyiramnya secara manual pada lahan pertanian yang mereka tanami. Seperti yang bisa dibayangkan, jenis ini kurang efektif karena memakan banyak tenaga serta menghabiskan waktu yang lama. Namun demikian, jenis yang demikian masih menjadi pilihan sebagian petani utamanya petani di pedesaan yang tidak memiliki cukup modal untuk membeli pompa air atau alat irigasi yang lebih efektif.

7. Irigasi Tetes

Jenis irigasi tetes menjalankan tugas distribusi air ke lahan pertanian menggunakan selang atau pipa yang berlubang dan diatur dengan tekanan tertentu. Dengan pengaturan yang demikian, air akan muncul dari pipa berbentuk tetesan dan langsung pada bagian akar tanaman. Teknik yang demikian dimaksudkan agar air langsung menuju ke akar sehingga tidak perlu membasahi lahan dan mencegah terbuangnya air karena penguapan yang berlebih. 

Kelebihan irigasi jenis ini di antaranya adalah efisiensi dan penghematan air, menghindari akibat penguapan dan inflitrasi serta sangat cocok untuk tanaman di masa-masa awal pertumbuhannya karena dapat memaksimalkan fungsi hara bagi tanaman. Selain itu, jenis ini juga mempercepat proses penyesuaian bibit dengan tanah sehingga dapat menyuburkan tanaman dan menunjang keberhasilan proses penanamannya. (ririn-sda)

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.