Sejarah
lampau tentang π dari abad ke abad [1]
Dari
berbagai sabak/tablet lempung, kayu, dan batu yang pernah ditemukan,
disimpulkan catatan-catatan bahwa bangsa Babilonia telah menggunakan π =
3 sejak tahun 4000 SM (Sebelum Masehi), kemudian π = 25/8 = 3,125 pada
1900–1600 SM. Bangsa Mesir telah telah melakukan perhitungan luas lingkaran
dengan menggunakan π = (16/9)^2 ≈ 3,1605 sejak tahun 1850 SM. India
menggunakan π = (9785/5568)^2 ≈ 3.088 sejak tahun 600 SM. Bangsa Indian
menggunakan π = sqrt(10) ≈ 3.1622 sejak tahun 150 SM.
Definisi π
sebagai ratio keliling lingkaran terhadap diameternya dan metode pendekatan
yang lebih jelas ditemukan dari catatan tahun 250 SM milik Archimedes dari
Syracuse Yunani. Perhitungan keliling lingkaran dilakukan oleh Archimedes dalam
pendekatan bentuk lingkaran sebagai suatu polygon, yaitu bentuk segi-banyak
sama sisi. Archimedes menghitung keliling lingkaran berdasarkan panjang sisi
polygon segi-96 sama sisi yang digunakan sebagai perimeter dalam dan perimeter
luar suatu lingkaran, sehingga dihasilkan nilai batas bawah dan batas atas
223/71 < π < 22/7 (3.1408 < π < 3.1429). Pendekatan
polygonal Archimedes ini mendominasi metode pencarian nilai π hingga
1000 tahun lebih. Bahkan pendekatan nilai π = 22/7 yang sempat dikenal
sebagai “konstanta Archimedes” itu masih digunakan hingga sekarang.
Sebagai
gambaran, perimeter-perimeter lingkaran dengan menggunakan polygon segi-lima
(pentagon), segi-enam (hexagon), dan segi-delapan (octagon) yang lebih
sederhana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Di China,
nilai-nilai π yang pernah dipergunakan meliputi 3,1547 (sekitar tahun 1
M), sqrt(10) = 3,1623 (sekitar tahun 100 M), and 142/45 = 3,1556 (sekitar
abad ke-3 M). Pada masa kekaisaran Wei di sekitar tahun 265 M, matematikawan
Liu Hui menggagas algoritma iteratif untuk menghitung keliling lingkaran
berdasarkan polygon 3.072 sisi yang menghasilkan nilai π = 3,1416.
Algoritma Liu Hui dapat menghasilkan nilai π = 3,14 lebih cepat
dari polygon 96 sisi dengan memanfaatkan sifat bahwa perbedaan dari selisih
luas polygon berurutan dengan sisi tetap adalah berkelipatan 4, yaitu selisih
antara luas polygon sisi-N terhadap polygon sisi-(N – 1) adalah 4
kali lipat dari selisih antara luas polygon sisi-(N – 1) terhadap
polygon sisi-(N – 2) jika semua polygon memiliki sisi yang sama.
Matematikawan Zu Chongzhi pada tahun 480 M menggunakan algoritma Liu Hui dengan
menggunakan polygon 12.288 sisi yang menghasilkan nilai π = 355/113
= 3,141592920… yang dianggap akurat hingga 800 tahun kemudian.
Di Persia,
pada tahun 1424 dipublikasikan Risala al-Muhitiyya (“Treatise on the
Circumference”) oleh Jamshid Masud al-Kashi al-Kashani yang mengemukakan
perhitungan berdasarkan struktur polygon 3 x 228 sisi dengan hasil π =
3,1415 9265 3589 7932 5… yang memberikan ketelitian 17 digit desimal. Dengan
nilai tersebut oleh Al-Kashani dikatakan bahwa perhitungan keliling suatu
lingkaran berdiameter 600.000 kali diameter bumi (rataan jejari bumi 6.370 km)
akan memberikan kesalahan yang kurang dari “ketebalan rambut ekor kuda”, suatu
ukuran Persia kuno yang setara dengan sekitar 0,7 millimeter. Al-Kashani telah
memberikan pemahaman dengan baik mengenai ketakbermaknaan deretan panjang angka
desimal [9].
Penggunaan
pertama kali simbol π dan pengukuhan definisinya sebagai
ratio keliling lingkaran (C) terhadap diameternya (d),
yaitu π = C /d , dikemukakan oleh
William Jones (matematikawan Inggris dari Welsh Inggris, teman baik Isaac
Newton dan Edmun Halley) pada tahun 1706 dalam bukunya Synopsis Palmariorum
Matheseos (A New Introduction to the Mathematics) yang membahas
tentang kalkulus diferensial dan deret tak hingga. Sesudah itu, simbol π tidak
pernah digunakan lagi hingga pada tahun 1736 mulai digunakan lagi oleh Leonhard
Euler (matematikawan Swiss yang pernah tinggal di Jerman dan Rusia). Leonhard
Euler adalah murid doctoral Johann Bernoulli dan kemudian menjadi dosen
doctoral untuk Joseph Louis Lagrange. Dia sangat dikagumi oleh Pierre-Simon
Laplace. Terutama pada tahun 1748, melalui dua volume bukunya Introductio in
analysin infinitorum (Introduction to the Analysis of the Infinite),
penggunaan simbol π oleh Euler semakin dikenal luas hingga saat
ini.
Acuan
definisinya dengan bentuk lingkaran telah menyebabkan π banyak
dipergunakan dalam rumus-rumus trigonometri dan geometeri, khususnya yang
terkait dengan bentuk-bentuk lingkaran, elips, bola, elipsoida.
Struktur-struktur tersebut juga banyak dijumpai dalam berbagai percabangan
sains, seperti kosmologi, teori bilangan, statistika, fraktal, termodinamika,
mekanika, dan elektromagntika. Terdapatnya dalam berbagai fenomena matematika
dan sains menyebabkan π menjadi salah satu dari lima konstanta
terpopuler bersama 0, 1, i = sqrt(–1), dan e (bilangan
natural/Euler). Konstanta π dikenal baik oleh kalangan dalam maupun
kalangan luar scientific. Bahkan parlemen Amerika Serikat menyetujui adanya
hari khusus untuk memperingati keberadaan π, yaitu pada setiap bulan
Maret tanggal 14 atau dituliskan dengan format bulan/tanggal adalah 3/14, yang
disebut sebagai π-Day/Hari-π, diperingati oleh orang-orang dengan
makan macam-macam kue pie dan mendiskusikan berbagai perkembangan
mutakhir tentang π [6].
Napak tilas π a-la
Archimedes
Sekarang,
mari kita menapak tilas pendekatan untuk menghitung keliling lingkaran seperti
yang pernah dilakukan oleh Archimedes. Kita hitung saja keliling lingkaran
berdiameter 1 berdasarkan keliling polygon segi-enam (hexagon) sebagai
perimeter dalam dan perimeter luar seperti pada gambar di bawah ini:
Dengan
menggunakan pendekatan hexagonal, diperoleh keliling hexagon dalam adalah 3 dan
keliling hexagon luar adalah 2 sqrt(3) = 3,46410161513776. Jika kita kembali ke
definisi π sebagai ratio keliling lingkaran terhadap diameternya (π =
C /d), maka diperoleh nilai-nilai batas bawah dan batas atas 3,0 <
π < 3,46410161513776. Nilai batas bawah π = 3 adalah
penggunaan awal nilai π yang pernah digunakan oleh bangsa Babilonia
tahun 4000 SM dan hingga saat ini digunakan pada sekolah-sekolah dasar di
Jepang untuk pengenalan awal tentang penggunaan π.
Dengan cara
seperti itulah, semakin tinggi orde polygon yang digunakan sebagai pendekatan
untuk menghitung keliling lingkaran, maka nilai batas bawah dan batas atas yang
makin konvergen. Konvergensi nilai tersebut seperti yang dihasilkan oleh
Archimedes 223/71 < π < 22/7 (3 + 10/71 < π < 3 +
10/70 atau 3,1408 < π < 3,1429) dengan menggunakan 96-gon,
oleh Liu Hui π = 3.1416 dengan menggunakan 3.072-gon, dan oleh Zu
Chongzhi π = 355/113 = 3,1415929204… dengan menggunakan 12.288-gon.
Kita juga
bisa menghitung dengan cara lain, yaitu dengan memanfaatkan fungsi-fungsi
trigonometri terhadap segitiga siku-siku Phytagoras yang dapat kita analisis
pada struktur polygon di atas. Untuk polygon orde-6 (hexagon), dasar
perhitungan keliling perimeter hexagon dalam (Inner Perimeter) adalah:
Inner Perimeter = 6 AC = 6 x 2 x jejari AO x sin (½ x 3600/6)
= 6 sin (½ x 3600/6)
Sedangkan
perimeter hexagon luar (Outer Perimeter) adalah:
Outer Perimeter = 6 DF = 6 x 2 x jejari OE x tan (½ x 3600/6)
= 6 tan (½ x 3600/6)
Dengan
demikian, jika sruktur polygon untuk perimeter dalam dan perimeter luar kita
kembangkan untuk orde-N yang lebih umum atau lebih tinggi, maka akan
diperoleh rumusan yang lebih umum, yaitu:
π by Inner Perimeter = N sin (1800/N)
π by Outer Perimeter = N tan (1800/N)
Dengan cara
ini, sebenarnya kita sedang memindahan persoalan akurasi perhitungan π menjadi
persoalan akurasi perhitungan nilai fungsi trigometri sinus dan tangens.
Mari kita bandingkan hasil-hasil kalkulasi dengan 10 angka desimal menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel untuk pendekatan dari polygon 12.288 sisi Zu
Chongzhi:
- π by Inner Perimeter = 12.288 sin (1800/12.288) = 3,1415926194…
- π by Outer Perimeter = 12.288 tan (1800/12.288) = 3,1415927220…
- π kalkulasi Algoritma Zu Chongzhi = 355/113 = 3,1415929204…
- π kalkulasi Microsoft Excel untuk fungsi PI() = 3,1415926536…
Dari
pendekatan polygonal di atas, dapat pula diturunkan Algoritma Rekursif
Archimedes yang digunakan oleh Liu Hui dan Zu Chongzhi, yaitu [7]:
- Insialisasi dari hexagon (n = 0):
Initial
Outer Perimeter (OP0) = 2 sqrt(3) = 3,4641016151378
Initial
Inner Perimeter (IP0) = 3,0000000000000
- Iterasi ke-n mulai n = 1, 2, dst untuk polygon 6 x 2n berlaku:
Outer
Perimeter ke-n : OPn
= 2 OPn–1 IPn–1 /(OPn–1
+ Pn–1)
Inner
Perimeter ke-n : IPn
= sqrt(OPn IPn–1)
sehingga
dapat diperoleh hasil-hasil melalui perhitungan sederhana sebagaimana pada
tabel di bawah ini. Kolom terakhir tabel tersebut menggambarkan selisih antara
keliling perimeter luar terhadap keliling perimeter dalam polygon sebagai
bentuk pendekatan bentuk lingkaran berdiameter 1. Perhatikan pada tabel
tersebut hasil-hasil dari polygon segi-96 Archimedes pada iterasi ke-4, polygon
segi-3072 Liu Hui pada iterasi ke-9, dan polygon segi-12.288 Zu Chongzhi pada
iterasi ke-11. Terlihat pada iterasi ke-20 kita peroleh selisih perimeter luar
terhadap perimeter dalam sebesar 4 x 10–12 dengan polygon
segi-6.291.456 sama sisi.
Sifat-sifat
π :
Beberapa
sifat π yang penting adalah sebagai berikut [1]:
- Nilai π adalah bilangan irasional, artinya tidak dapat secara tepat dinyatakan dengan ratio bilangan integer terhadap bilangan integer. Pernyataan nilai π = 22/7 atau 355/113 merupakan suatu nilai pendekatan rasionaliasi yang sangat populer. Pernyataan nilai π dalam angka desimal akan memiliki panjang angka desimal di belakang koma dengan panjang tak-berhingga.
- Nilai π juga merupakan bilangan transendental, artinya tidak menjadi solusi bagi persamaan polinomial tak-konstan yang memiliki koefisien-koefisien rasional. Transendensi pada π memiliki dua konsekuensi, yaitu: pertama, π tidak dapat dinyatakan sebagai kombinasi bilangan-bilangan rasional maupun sebagai akar kuadrat dan akar integer dari suatu bilangan integer; kedua, tidak mungkin dibuat suatu segi empat bujursangkar dengan luasan yang sama dengan luas lingkaran yang sesuai (squaring a circle), dengan sisi segi empat bujur sangkar sqrt (π) seperti pada gambar di bawah ini.
- Digit-digit desimal pada π tidak memiliki pola keteraturan dan telah dibuktikan memiliki keacakan secara statistik, termasuk dalam uji normalitas dengan hasil yang tidak konsisten. Suatu bilangan irasional dikatakan memenuhi sifat normalitas jika semua angka yang muncul dalam deretan angka desimalnya memiliki tingkat keseringan muncul yang sama.
- Meskipun bersifat rasional dan transendental dengan pola desimal tak beraturan, terdapat pula upaya para matematikawan untuk melakukan pendekatan fraksional kontinu (continued fractional) dengan pola tertentu, seperti berikut:
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.