Definisi Riba
Secara literal, riba bermakna
tambahan (al-ziyadah).
Sedangkan menurut istilah; Imam Ibnu al-‘Arabiy mendefinisikan riba dengan;
semua tambahan yang tidak disertai dengan adanya pertukaran kompensasi.
Imam Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain menyatakan, riba adalah tambahan
yang dikenakan di dalam mu’amalah, uang, maupun makanan, baik dalam kadar
maupun waktunya.
Di dalam kitab al-Mabsuuth, Imam Sarkhasiy menyatakan bahwa riba adalah al-fadllu
al-khaaliy ‘an al-‘iwadl al-masyruuth fi al-bai’ (kelebihan atau tambahan
yang tidak disertai kompensasi yang disyaratkan di dalam jual beli). Di dalam
jual beli yang halal terjadi pertukaran antara harta dengan harta. Sedangkan
jika di dalam jual beli terdapat tambahan (kelebihan) yang tidak disertai
kompensasi, maka hal itu bertentangan dengan perkara yang menjadi konsekuensi
sebuah jual beli, dan hal semacam itu haram menurut syariat.Dalam Kitab al-Jauharah al-Naiyyirah, disebutkan; menurut syariat, riba
adalah aqad bathil dengan sifat tertentu, sama saja apakah di dalamnya ada
tambahan maupun tidak. Perhatikanlah, anda memahami bahwa jual beli dirham
dengan dirham yang pembayarannya ditunda adalah riba; dan di dalamnya tidak ada
tambahan
Di dalam Kitab Nihayat al-Muhtaaj
ila Syarh al-Minhaaj, disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd ‘ala
‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat
al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah
kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat,
baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang
yang ditukarkan)
Dalam Kitab Hasyiyyah
al-Bajairamiy ‘ala al-Khathiib disebutkan; menurut syariat, riba adalah ‘aqd
‘ala ‘iwadl makhshuush ghairu ma’luum al-tamaatsul fi mi’yaar al-syar’ haalat
al-‘aqd au ma ta`khiir fi al-badalain au ahadihimaa” (aqad atas sebuah
kompensasi tertentu yang tidak diketahui kesesuaiannya dalam timbangan syariat,
baik ketika aqad itu berlangsung maupun ketika ada penundaan salah satu barang
yang ditukarkan, maupun keduanya)”. Riba dibagi menjadi tiga macam; riba
fadlal, riba yadd, riba nasaa`.
Pengertian riba semacam ini juga disebutkan di dalam Kitab Mughniy
al-Muhtaaj ila Ma’rifat al-Faadz al-Minhaaj.
Hukum Riba
Seluruh ‘ulama sepakat mengenai
keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh
menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika
pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.
Al-Quran dan Sunnah dengan sharih
telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak
ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ
الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ
مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا
تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al
Baqarah (2): 279].
Di dalam Sunnah, Nabiyullah Mohammad
saw
دِرْهَمُ
رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ
زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan
seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat
daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin
Hanzhalah).
الرِبَا
ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ
أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang
yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan
sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn
Majah).
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang
memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya.
Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)
Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu
Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’.
Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama
al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat
berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya
beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para
shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab,
“Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh
wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah
riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi,
dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah
berkonsensus mengenai keharaman riba.
Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab
al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan.
Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai`
wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba)[Al-Baqarah:275],
dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa
yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan
riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan
setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits,
bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan
penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim
Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab
Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya
riba secara global
Di dalam Kitab I’aanat
al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk
sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah
saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya.
Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku
riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu
lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer.Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama.Mohammad
bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba
termasuk dosa besar.
Imam Nawawiy di dalam Syarh
Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai
keharaman riba jahiliyyah secara global.
Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah
terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba
nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan
berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan
berdasarkan hadits shahih.
Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah
menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah
Jenis-jenis Riba
Riba terbagi menjadi empat macam;
(1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadlal; (3) riba qaradl;
(4) riba yadd.
Riba Nasii`ah. Riba
Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk
dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi
atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan hutang baru.
Misalnya, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B; dengan
perjanjian si B harus mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari
2009; dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah
ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib membayar tambahan atas
keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran di sini
bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi
hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu
baru oleh si A kepada si B. Tambahan inilah yang disebut dengan riba
nasii’ah.
Adapun dalil pelarangannya adalah
hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;
الرِّبَا
فِيْ النَّسِيْئَةِ
” Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim
dari Ibnu Abbas]
Ibnu Abbas berkata: Usamah bin Zaid
telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
آلاَ
إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ
“Ingatlah, sesungguhnya riba itu
dalam nasi’ah”. (HR Muslim).
Riba Fadlal. Riba
fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis.
Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ
سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ
فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam
dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah
sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim
dari Ubadah bin Shamit ra).
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا
بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا
“Emas dengan emas, setimbang dan
semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah
atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim
dari Abu Hurairah).
عن فضالة
قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها
أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا
تباع حتى تفصل“
“Dari Fudhalah berkata: Saya membeli
kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di dalamnya ada emas dan
merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan), aku mendapatinya lebih
dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun
bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim
dari Fudhalah)
Dari Said bin Musayyab bahwa Abu
Hurairah dan Abu Said:
أن رسول الله
صلّى الله عليه وسلّم بعث أخا بني عدي الأنصاري فاستعمله على خيبر، فقدم بتمر جنيب
[نوع من التمر من أعلاه وأجوده] فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”أكلّ تمر
خيبر هكذا“؟ قال: لا والله يا رسول الله، إنا لنشتري الصاع بالصاعين من الجمع [نوع
من التمر الرديء وقد فسر بأنه الخليط من التمر]، فقال رسول الله صلّى الله عليه
وسلّم: ”لا تفعلوا ولكن مثلاً بمثل أو بيعوا هذا واشتروا بثمنه من هذا، وكذلك
الميزان“
“Sesungguhnya Rasulullah saw
mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia
datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas
tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua kurma Khaibar seperti
itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu
sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu jenis kurma yang jelek,
ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan
itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan
belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. Demikianlah
timbangan itu”. (HR Muslim).
Riba al-Yadd. Riba yang
disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang. Dengan
kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang telah
berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba yadd
ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ
وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Emas dengan emas riba kecuali
dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan
kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan
kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan (HR
al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)
الْوَرِقُ
بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ
وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
وَالتَّمْرُِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ
“Perak dengan emas riba kecuali
dengan dibayarkan kontan; gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan
kontan kismis dengan kismis riba, kecuali dengan
dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan“.
[Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz IV, hal. 13]
Riba Qardl. Riba qaradl
adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau
keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba
semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, ““Suatu ketika, aku mengunjungi
Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata
kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba
telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia
memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering, gandum atau makanan ternak,
maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam
Bukhari]
Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab
Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka
janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]
Hadits di atas menunjukkan bahwa
peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk
apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas
pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.
Pelarangan riba qardl juga sejalan
dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan fahuwa riba”.
(Setiap pinjaman yang menarik keuntungan (membuahkan bunga) adalah
riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah, (edisi terjemahan); jilid xii,
hal. 113]
Praktek-praktek riba yang sering
dilakukan oleh bank adalah riba nasii’ah, dan riba qardl; dan kadang-kadang
dalam transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba yadd maupun riba fadlal.
Seorang Muslim wajib menjauhi sejauh-jauhnya praktek riba, apapun jenis riba
itu, dan berapapun kuantitas riba yang diambilnya. Seluruhnya adalah haram
dilakukan oleh seorang Muslim. [Syamsuddin Ramadhan An Nawiy- Lajnah
Tsaqafiyyah
Larangan Riba
Setelah
mengetahui beberapa pendapat baik dari al-quran dan hadits serta pendapat
mereka terhadap riba. Maka kita perlu pula mengetahui apa sebenarnya riba itu.
Riba berarti meningkat,tambahan,perluasan ataupun peningkatan. Dalam islam riba
dapat didevinisikan sebagai “premi” yang harus dibayar dari sipeminjam
kepada yang meminjamkan bersama dengan jumlah pokoknya sebagai kondisi dari
jatuh tempo atau berakhirnya masa pinjaman. Di sini,riba mempunyai pengertian
yang sama dan akan dijelaskan lebih lanjut mengenai riba. Ada beberapa macam
riba,yaitu :
a.
Riba
Al-Nas’ah,disebut juga rriba duyun yaitu riba yang timbul akibat utang piutang
yang tidak memenuhi kriteria utang itu sendiri,muncul bersama resiko (al-ghunmu
bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al-kharaj bi dhaman).
Transaksi sejenis ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban hanya
karena berjalannya waktu.
Nas’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barag ribawi
yang di pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Atau dari di syaratkan
salah satu dari kedua barang yang di pertukarkan di tangguhkan penyerahannya
atau pembayarannya di lakukan di akhir dengan syarat di tambahkan harganya
menjadi dua kali lipat. Maksudnya menjual barang dengan sejenisnya, tetapi yang
satu lebih banyak,dengan pembayaran di akhirkan, seperti menjual satu kilogram
gandum dengan satu setengah kilogram gandum yang di bayarkann setelah dua
bulan.
b.
Riba
Al-Fadl, yaitu menukarkan dua barang yang sejenis dengan tidak sama.
Dengan kata lain, riba ini jual beli
yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada
salah satu benda tersebut.
c.
Riba qardi,
yaitu hutang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi utang.
d.
Riba yad,
yaitu berpisah dari tempat akad sebelum timbang terima,seperti menanggap
sempurna jual beli antara gandum dengan syar’ir tanpa harus saling menyerahkan
dan menerima di tempat akad.
e.
Riba nasa’,
yaitu di syaratkan salah satu dari kedua barang yang di pertukarkan di
tangguhkan penyerahannya atau pembayarannya di lakukan di akhir dengan syarat
di tambahkan harganya menjadi dua kali lipat. Maksudnya menjual barang dengan
sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak,dengan pembayaran di akhirkan,
seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu setengah kilogram gandum yang
di bayarkann setelah dua bulan.
Sebagian
ulama membagi riba itu atas tiga macam saja, yaitu riba fadli, riba yad dan
riba nasa’. Riba qardi termasuk ke dalam riba nasa’. Barang-barang yang berlaku
riba padanya ialah mas, perak dan makanan yang mengenyangkan atau yang berguna
untuk yang mengenyangkan, misalnya garam.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.