ISLAM MEWAJIBKAN MUSLIM BEKERJA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Segala
puji bagi Allah, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambanya,
Maha suci Allah, Dia-lah yang menciptakan bintang-bintang di langit, dan
dijadikan padanya penerang dan Bulan yang bercahaya. Aku bersaksi bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya, yang
diutus dengan kebenaran, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan,
mengajak pada kebenaran dengan izin-Nya, dan cahaya penerang bagi umatnya. Ya
Allah, curahkan sholawat dan salam bagi nya dan keluarganya, yaitu doa dan
keselamatan yang berlimpah.
Kalau
dalam khazanah pendidikan Islam dikenal istilah wajib belajar, maka sejajar
dengan itu sebenarnya diperlukan pula istilah “wajib bekerja”. Sebab Islam
memberikan ruang yang demikian luas dan menganggap penting semua aktifitas
kerja yang produktif semisal pertanian, perdagangan dan lain sebagainya adalah
aktifitas penting dan sangat fital. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah ayat
dalam Al-Qurán diantaranya : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada
(Allah) yang maha mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS.at-Taubah:105).
Firman Allah pula; “Dan barang siapa mengerjakan pekerjaan yang baik-baik, laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam kedaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab” (QS.Al-Mukminun:40).
Islam tidak memandang manusia dari sisi keturunan, derajat, ataupun pangkatnya. Akan tetapi yang dijadikan Islam sebagai parameter peringkat kualitas seseorang adalah “kerjanya”. Sebab terdapat 50 kali al-Qur’an menggandengkan kata iman dan kerja, alladzina amanu wa ámilu al-shalihat. Ini mengindikasikan adanya penekanan al-Qur’an yang sangat serius terhadap amal dan kerja, sebagaimana pula dikemukakan oleh tokoh Islam Syaikh Abdul Hadi yang mengatakan: Al-Islamu áqidatu ámalin wal ámalu áqidatin (Islam adalah aqidah dan perbuatan sebagaimana juga perbuatan adalah wujud aqidah).
Ismail Raji Al-Faruqi, seorang pemikir muslim juga mengatakan bahwa agama Islam itu adalah a religion of action (agama yang menekankan aksi atau perbuatan), sehingga kegiatan usaha untuk kepentingan perorangan, keluarga maupun untuk kepentingan orang lain disamakan nilainya dengan amal sholeh jika didasari oleh iman.
Oleh sebab itu iman dan amal itu harus saling terkait dan hubungan antara iman dan amal sama dengan hubungan antara akar dan pohon, yang salah satunya tidak mungkin bisa eksis tanpa adanya yang lain. Sebab Islam tidak mengakui sebuah keimanan yang tidak membuahkan perbuatan yang baik sebagaimana perbuatan yang baik tidak diterima tanpa landasan iman.
Mengenai perintah melakukan pekerjaan, dalam hal ini Al-qur’an dengan tegas mengatakan bahwasanya jika seorang Muslim selesai melakukan shalat Jumát yang merupakan ibadah ritual pekanan, hendaknya ia kembali melakukan aktivitas kerjanya dalam rangka mencari keutamaan atau anugerah Allah, sesuai perintah Allah swt. dalam ayat Al-Qurán (62:10 ; 19:93 dan 67).
Al-qurán mendesak semua orang untuk memiliki kemampuan fisik untuk bekerja dan berusaha mencari sarana hidup untuk dirinya dan keluarganya. Tak seorangpun dalam situasi normal, dibolehkan untuk meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Bahkan orang yang telah terpenuhi segala kebutuhannya karena hartanya yang melimpah, masih diwajibkan bekerja dan berjuang untuk mencapai dan memperoleh karunia Allah dengan sungguh-sungguh. Itulah sebabnya Rasulullah mengajarkan pada ummatnya agar setiap kali keluar mesjid agar membaca do’a : “Ya Allah! Saya mohon bukalah karunia-Mu”.
Tugas manusia adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi, sebagai konsekuensi dari predikat itu maka manusia berkewajiban membangun dunia ini dengan mengolah sumber-sumber alamnya dengan cara yang adil dan sebaik-baiknya. Sebagaimana firman Allah swt.: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS.Hud:61).
Al-Qurán sangat menentang tindakan malas dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam tanpa melakukan hal-hal yang produktif. Al-Qurán selalu menyeru manusia untuk mempergunakan waktu (al-áshr) dengan cara menanam perbuatan baik sebagai investasi jangka panjang. Orang yang tidak mempergunakan waktunya secara baik akan dicela dan dimasukkan pada golongan orang-orang yang sangat merugi.
Dalam pandangan Islam, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak memiliki kerja maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai sebab dalam Islam “Kerja” menentukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an yang artinya; “Dan setiap mereka mendapat derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (QS.Al-Ahqaf:19).
Dengan kata lain, kerja adalah satu-satunya kriteria iman, dimana manusia bisa dinilai dan mendapatkan pahala, penghargaan dan ganjaran dari Allah swt. Al-Qurán senantiasa menjanjikan pahala yang berlimpah dan pahala yang besar bagi seorang yang bekerja, dan memberikan pada mereka balasan atas setiap kualitas dan kuantitas kerjanya. Firman Allah ta’ala:
فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia”. (QS.al-Hajj:50)
Memang ada pernyataan dari Allah bahwasanya para pengemis dan orang-orang yang miskin harus dibantu, karena mereka itu memiliki hak dari sebahagian harta orang-orang yang kaya. Namun itu bukan berarti bahwasanya mereka itu mendapat lisensi selamanya untuk tetap mendapatkan bantuan masyarakat secara permanen, melainkan sifatnya hanya sementara. Itulah sebabnya mengapa Allah swt. sangat mencintai orang berhasil membantu memampukan saudaranya yang lemah sisi ekonominya menjadi kuat dan mampu.
Rasulullah pernah memberikan nasehat agar berusaha memampukan dirinya dengan bekerja. Rasulullah mengajarkan bahwa mencari rizki untuk memenuhi hajat hidup melalui kerja keras, jauh lebih baik daripada hidup dengan menyandarkan diri pada orang lain. Diantara hadits Rasulullah saw menyebutkan : “Tak seorang muslim pun yang menanam pohon atau hasil panen yang dinikmati oleh burung ataupun manusia (ataupun makhluk lainnya), kecuali Allah akan menganggapnya perbuatannya itu sebagai sedekah” (HR.Bukhari).
Rasulullah SAW menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk saudaranya, lebih baik dari pada saudaranya yang tidak bekerja meski telah beribadah sepanjang waktu.
Dari kajian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kerja merupakan kewajiban setiap insan, dan bahkan status seseorang, dalam perspektif Islam sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya. Kerja adalah sebuah faridhah (kewajiban) dimana setiap orang akan dimintai pertanggunSebagai salah sifat atau akhlak yang terpuji, sabar dan syukur merupakan ajaran yang banyak sekali disinggung dalam ayat maupun hadis Rasulullah saw, sehingga dengan demikian, manusia senantiasa diarahkan untuk tetap bersikap sabar dan syukur dalam segala aspek kehidupannya. Dalam prakteknya, kesabaran yang sebenarnya adalah kemampuan dalam mengendalikan sikap, sehingga bisa dengan ikhlas dan rela hati menerima kondisi yang dihadapinya saat ini demi balasan yang baik di akhirat.
Firman Allah pula; “Dan barang siapa mengerjakan pekerjaan yang baik-baik, laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam kedaan beriman, maka mereka akan masuk syurga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab” (QS.Al-Mukminun:40).
Islam tidak memandang manusia dari sisi keturunan, derajat, ataupun pangkatnya. Akan tetapi yang dijadikan Islam sebagai parameter peringkat kualitas seseorang adalah “kerjanya”. Sebab terdapat 50 kali al-Qur’an menggandengkan kata iman dan kerja, alladzina amanu wa ámilu al-shalihat. Ini mengindikasikan adanya penekanan al-Qur’an yang sangat serius terhadap amal dan kerja, sebagaimana pula dikemukakan oleh tokoh Islam Syaikh Abdul Hadi yang mengatakan: Al-Islamu áqidatu ámalin wal ámalu áqidatin (Islam adalah aqidah dan perbuatan sebagaimana juga perbuatan adalah wujud aqidah).
Ismail Raji Al-Faruqi, seorang pemikir muslim juga mengatakan bahwa agama Islam itu adalah a religion of action (agama yang menekankan aksi atau perbuatan), sehingga kegiatan usaha untuk kepentingan perorangan, keluarga maupun untuk kepentingan orang lain disamakan nilainya dengan amal sholeh jika didasari oleh iman.
Oleh sebab itu iman dan amal itu harus saling terkait dan hubungan antara iman dan amal sama dengan hubungan antara akar dan pohon, yang salah satunya tidak mungkin bisa eksis tanpa adanya yang lain. Sebab Islam tidak mengakui sebuah keimanan yang tidak membuahkan perbuatan yang baik sebagaimana perbuatan yang baik tidak diterima tanpa landasan iman.
Mengenai perintah melakukan pekerjaan, dalam hal ini Al-qur’an dengan tegas mengatakan bahwasanya jika seorang Muslim selesai melakukan shalat Jumát yang merupakan ibadah ritual pekanan, hendaknya ia kembali melakukan aktivitas kerjanya dalam rangka mencari keutamaan atau anugerah Allah, sesuai perintah Allah swt. dalam ayat Al-Qurán (62:10 ; 19:93 dan 67).
Al-qurán mendesak semua orang untuk memiliki kemampuan fisik untuk bekerja dan berusaha mencari sarana hidup untuk dirinya dan keluarganya. Tak seorangpun dalam situasi normal, dibolehkan untuk meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Bahkan orang yang telah terpenuhi segala kebutuhannya karena hartanya yang melimpah, masih diwajibkan bekerja dan berjuang untuk mencapai dan memperoleh karunia Allah dengan sungguh-sungguh. Itulah sebabnya Rasulullah mengajarkan pada ummatnya agar setiap kali keluar mesjid agar membaca do’a : “Ya Allah! Saya mohon bukalah karunia-Mu”.
Tugas manusia adalah sebagai khalifah Allah di muka bumi, sebagai konsekuensi dari predikat itu maka manusia berkewajiban membangun dunia ini dengan mengolah sumber-sumber alamnya dengan cara yang adil dan sebaik-baiknya. Sebagaimana firman Allah swt.: “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS.Hud:61).
Al-Qurán sangat menentang tindakan malas dan menyia-nyiakan waktu, baik dengan cara berpangku tangan dan tinggal diam tanpa melakukan hal-hal yang produktif. Al-Qurán selalu menyeru manusia untuk mempergunakan waktu (al-áshr) dengan cara menanam perbuatan baik sebagai investasi jangka panjang. Orang yang tidak mempergunakan waktunya secara baik akan dicela dan dimasukkan pada golongan orang-orang yang sangat merugi.
Dalam pandangan Islam, kerja manusia adalah sumber nilai yang riil. Jika seseorang tidak memiliki kerja maka dia tidak akan berguna dan tidak memiliki nilai sebab dalam Islam “Kerja” menentukan posisi dan status seseorang dalam kehidupan. Sebagaimana diungkapkan dalam al-Qur’an yang artinya; “Dan setiap mereka mendapat derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tidak dirugikan.” (QS.Al-Ahqaf:19).
Dengan kata lain, kerja adalah satu-satunya kriteria iman, dimana manusia bisa dinilai dan mendapatkan pahala, penghargaan dan ganjaran dari Allah swt. Al-Qurán senantiasa menjanjikan pahala yang berlimpah dan pahala yang besar bagi seorang yang bekerja, dan memberikan pada mereka balasan atas setiap kualitas dan kuantitas kerjanya. Firman Allah ta’ala:
فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia”. (QS.al-Hajj:50)
Memang ada pernyataan dari Allah bahwasanya para pengemis dan orang-orang yang miskin harus dibantu, karena mereka itu memiliki hak dari sebahagian harta orang-orang yang kaya. Namun itu bukan berarti bahwasanya mereka itu mendapat lisensi selamanya untuk tetap mendapatkan bantuan masyarakat secara permanen, melainkan sifatnya hanya sementara. Itulah sebabnya mengapa Allah swt. sangat mencintai orang berhasil membantu memampukan saudaranya yang lemah sisi ekonominya menjadi kuat dan mampu.
Rasulullah pernah memberikan nasehat agar berusaha memampukan dirinya dengan bekerja. Rasulullah mengajarkan bahwa mencari rizki untuk memenuhi hajat hidup melalui kerja keras, jauh lebih baik daripada hidup dengan menyandarkan diri pada orang lain. Diantara hadits Rasulullah saw menyebutkan : “Tak seorang muslim pun yang menanam pohon atau hasil panen yang dinikmati oleh burung ataupun manusia (ataupun makhluk lainnya), kecuali Allah akan menganggapnya perbuatannya itu sebagai sedekah” (HR.Bukhari).
Rasulullah SAW menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya sendiri dan untuk saudaranya, lebih baik dari pada saudaranya yang tidak bekerja meski telah beribadah sepanjang waktu.
Dari kajian di atas dapatlah disimpulkan bahwa kerja merupakan kewajiban setiap insan, dan bahkan status seseorang, dalam perspektif Islam sangat ditentukan oleh kualitas kerjanya. Kerja adalah sebuah faridhah (kewajiban) dimana setiap orang akan dimintai pertanggunSebagai salah sifat atau akhlak yang terpuji, sabar dan syukur merupakan ajaran yang banyak sekali disinggung dalam ayat maupun hadis Rasulullah saw, sehingga dengan demikian, manusia senantiasa diarahkan untuk tetap bersikap sabar dan syukur dalam segala aspek kehidupannya. Dalam prakteknya, kesabaran yang sebenarnya adalah kemampuan dalam mengendalikan sikap, sehingga bisa dengan ikhlas dan rela hati menerima kondisi yang dihadapinya saat ini demi balasan yang baik di akhirat.
Seseorang yang penyabar pada prakteknya
tergambar dalam sikapnya yang rela menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan
abadi dan jangka panjang di akhirat sebagai kesenangan yang jauh lebih tinggi
yang disediakan Allah kepada orang-orang yang sabar. Sebagaimana disebutkan
dalam al-Qur’an :
“Dan sesungguhnya balasan di akhirat itu lebih
baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa” (QS.12/Yusuf:57).
Seseorang yang memiliki kesabaran yang tinggi,
memiliki ketangguhan menghadapi berbagai cobaan dan tantangan hidup yang
menghadangnya. Sebab kesabaran itu merupakan kekuatan dahsyat yang amat besar
bagi seseorang yang ingin meraih sukses dalam kehidupan. Hampir seluruh aspek
kehidupan membutuhkan kesabaran, dan sikap sabar merupakan salah satu “akhlak
Qur’ani” yang paling banyak dibicarakan dalam al-Qur’an. Menurut Imam
Al-Ghazali ada 70 kali Al-Qur’an menyebutkannya, menurut Ibnul Qayyim 90 kali,
bahkan menurut al-Nadhir 100 kali sikap sabar ini disebut-sebut dalam
Al-qur’an. Itu mengindikasikan bahwa sabar merupakan amalan paling utama yang
menentukan keberhasilan hidup dan aktivitas manusia.
Islam tidak mengenal batas dalam kesabaran,
sebagaimana sering dijadikan alasan oleh sebagian orang untuk melegalkan
perbuatannya diluar batas kesabaran. Dalam Islam ditekankan bahwa setiap mukmin
harus tetap dalam kesabaran agar dapat meningkatkan kualitas mentalnya.
Adapun bentuk kesabaran yang diajarkan dalam
Islam adalah kesabaran progresif dan dinamis, bukan kesabaran yang represif
statis yang dapat memandulkan kreatifitas dan aktifitas seseorang itu.
Kesabaran yang dinamis itu ditunjukkan dengan sikap pantang menyerah, tangguh
dan ulet dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan hidup. Kesabaran yang
dinamis itu harus dimotifasi oleh semangat kerelaan untuk menunda kesenangan
sesaat, demi kebahagiaan yang abadi di akhirat. Inilah kesabaran yang nantinya
akan membuat seseorang menjadi lebih dekat dengan Tuhannya, sebagaimana
al-Qur’an menyebutkan:
“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
bersabar”.
Disamping sifat sabar, sikap syukur juga perlu
diaplikasikan seseorang dalam hidupnya. Hal ini agar ia menyadari posisinya
sebagai makhluk ciptaan Allah yang harus tunduk dan tidak pantas bersikap
sombong dan takabbur dihadapanNya. Kesadaran bersyukur dapat melahirkan sikap
rendah hati, tawadhu, terbuka dan memiliki sikap peduli kepada sesama. Sehingga
membuka peluang bagi diperolehnya rahmat Allah swt, dan membuka peluang bagi
diperolehnya kebahagiaan dan nikmat dari Allah, sebagaimana firman Allah swt:
“Jika kamu bersyukur, akan Kutambahkan nikmatKU
kepadamu. Akan tetapi jika kamu kufur sesungguhnya azabKU amat pedih”
(QS.14/Ibrahim:7)
Dari penjelasan berbagai ayat dan al-Hadist,
maka sebenarnya sikap sabar dan syukur jika diamalkan secara dinamis sesuai
dengan tuntunan Islam, maka hal tersebut akan mengantar seseorang menjadi hamba
Allah yang berpredikat mulia dan bermartabat, serta mendapat lindungan Allah
swt. Terkait dengan hal ini, salah satu do’a yang diajarkan Rasulullah saw.
adalah sebagai berikut :
“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang sabar, dan
jadikanlah aku orang yang bersyukur, serta jadikanlah aku di depan pandanganku
kecil, dan di depan pandangan manusia bermartabat “.
Melihat dari urutan do’a seperti yang pohonkan
oleh Nabi saw. tersebut diatas, mengindikasikan betapa erat kaitannya antara
permohonan supaya menjadi hamba yang bersabar, hamba yang bersyukur dan hamba
yang bermartabat mulia.
Sebagai penutup khutbah kita kali ini dapatlah
kita simpulkan bahwa sabar dan syukur sangat dituntut dalam segala aspek
kehidupannya. Sikap sabar ditunjukkan dengan kerelaan hati menerima kondisi
yang dihadapinya saat ini demi kepentingan akhirat. Sebab pahala atas kesabaran
itu berupa pahala yang bersar yang akan diperoleh di akhirat.
Seorang yang memiliki kesabaran yang tinggi,
memiliki ketangguhan menghadapi berbagai cobaan, dan sikap sabar merupakan
faktor utama yang menentukan keberhasilan hidup dan aktivitas manusia. Tidak
ada batasan dalam kesabaran, karena kesabaran itu dapat menjadikan seseorang
lebih dekat dengan Tuhannya.
Bagi mereka yang ingin mendapatkan kemuliaan
dan derajat yang tinggi, hendaklah berusaha semaksimal mungkin agar dapat
menjalankan kesabaran dan kesyukuran dengan baik, sebab kedua hal tersebut
sangat berpengaruh untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang menjadi lebih
baik. g jawabnya.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.