BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuaransi
pada awalnya di kenal di Eropa Barat pada abad pertengahan berupa asuransi
kebakaran. Lalu pada abad ke 13-14 seiring dengan meningkatnya lalu lintas
perhubungan laut antar pulau, maka berkembang menjadi asuransi pengangkutan
laut. Sedangan asuransi jiwa baru dikenal pada abad ke 19. Tujuan dari asuransi
adalah untuk megadakan persiapaan dalam menghadapi kesulitan yang dihadapi oleh
manusia dalam kehidupan.
Di era modern sepert saat sekarang ini, Asuransi
yang digunakan apabila terjadi kecelakaan atau musibah pada diri
seseorang maka nantinya sudah ada jaminan dari asuransi tersebut. Sedangakan
pegadaian berguna untuk menggadaikan sesuatu barang yang kita punya. Namun
asuransi dan pegadaian yang dilakasanakan oleh kebanyakan masyarakat saat ini
tidak sesuai dengan syariat islam. Oleh sebab itu disini pemakalah akan
membahas mengenai asuransi dan pegadaian
secara syariah Islam.
Gadai
merupakan suatu hak yang diperoleh seseorang yang menjadi piutang atas suatu
barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang
berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh seorang lain atas nama
yang mempunyai utang. Tujuannya untuk melaksanakan dan menunjang pelaksanaan
kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional
pada umumnya melalui penyaluran pinjaman uang atas dasar hukum gadai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka terdapat beberapa rumusan masalah dari makalah ini yaitu :
1. Mendefinisikan asuransi dan pegadaian.
2. Memahami prinsip operasional asuransi
dan pegadaian syariah.
3. Menjelaskan hukum Islam tentang
asuransi dan pegadaian syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Definisi Asuransi dan Pegadaian
1. Definisi Asuransi
Asuransi merupakan
salah satu kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejateraan
masyarakat. Sedangkan, kegiatan asuransi yang berdasar pada hukum islam belum
lama berkembang di Indonesia. Untuk itu, kegiatan asuransi syari’ah masih
bersandar pada peraturan perundang-undangan yang selama ini berlaku sepanjang
peraturan mengenai asuransi syari’ah belum dibuat.[1]
Dalam KUHD pasal 246 mengatakan Asuransi Syariah
adalah suatu perjanjian dengan perjanjian tersebut penanggung mengikatkan diri
kepada seseorang tergantung untuk memberikan penggantian padanya karena suatu
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin
dideritanya karena sesuatu peristiwa yang tidak tertentu.[2]
Dari pengertian di
atas dapat terdapat empat unsur yang mesti ada yaitu:
1.
Perjanjian yang mendasari terbentuknya
perikatan antara dua belah pihak yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan
(muamalah).
2.
Premi berupa sejumlah uang yang sanggup
dibayar tertanggung kepada penanggung.
3.
Adanya ganti rugi dari penanggung kepada
tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian selesai.
4.
Adanya suatu peristiwa yang tertentu
datangnya.
Asuransi dalam Undang-Undang
no 2 tahun 1992 tentang usaha pengasuransian memberikan pengertian asuransi
dalam pasal 1 adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian,
kerusakkan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab
hukum pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggung jawabkan.
Sedangkan Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya No. 21/DSN-MUI/X/2001
tentang pedoman umum asuransi syari’ah sebagai berikut:
Asuransi syari’ah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
riset atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan)
yang sesuai dengan sryari’ah.
Ada dua pihak yang terlibat
dalam asuransi. Pertama, pihak yang mempunyai kesanggupan untuk menanggung atau
yang menjamin selanjutnya disebut dengan penanggung. Kedua, pihak yang akan
mendapatkan ganti rugi jika menderita suatu musibah sebagai akibat dari suatu
peristiwa yang belum tentu akan terjadi yang disebut dengan tertanggung. Pihak
pertama bisa perseorangan, badan hukum, atau lembaga seperti perusahaan,
sedangkan pihak kedua adalah masyarakat luas.[3]
Asuransi
konvensional dengan asuransi syariah tidak jauh berbeda. Perbedaan itu hanya
terletak pada operasionalnya, karena suransi syariah adalah asuransu yang
prinsip operasionalnya didasarkan syariat islam dengan mengacu pada al- quran
dan sunnah. Disis lain, asuransi syariah (takaful)
merupakan usaha kerjasama saling malindungi, menolong anggota masyarakat dalam
menghadapi malapetaka dan bencana.
Dengan
demikian, asuransi syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta mengibahkan
sebagian dari premi untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami
sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional serta investasi dana yang dilimpahkan kepada perusahaan. Di
Indonesia sendiri, asuransi Islam sering dikenal dengan istilah takaful berarti
menjamin atau saling menanggung.
2.
Definisi Pegadaian
Gadai
dalam fiqhdisebut al-rahn yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan
sebagai jaminan kepercayaan. Menurut istilah yang dikemukakan oleh ulama
Hanafiah bahwa rahn adalah menjadika
suatu barang sebagai jaminan terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan
sebagai pembayar hak piutang, baik seluruh maupun sebagian.[4]
Menurut KBBI Gadai
adalah meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang
sebagai tanggungannya, jika telah ssampai pada waktunya tidak ditebus, barang
itu menjadi milik yang member pinjaman.[5]
Gadai diadakan dengan
persetujuan dan hak itu hilang jika gadai lepas dari kekuasaan si pemiutang. Si
pemegang gadai berhak menguasai benda yang telah digadaikan kepadanya selama
yang berhutang belum melunasi hutangnya, tetapi ia tidak memiliki hak untuk
menggunakan benda gadaian tersebut. Selanjutkan ia berhak menjual benda
tersebut, jika yang berhutang tida mau membayarnya. Jika hasil gadai tersebut
lebih besar daaripada utang yang harus dibayar, maka kelebihan itu harus dikembalikan
kepada si pegadai.[6]
Gadai
syariah adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sisem dengan
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu tidak menentukan tarif
jasa dari besarnya uang pinjaman. Gadai dalam perspektif Islam yaitu suatu
perjanjian untuk menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang.
Manfaat gadai adalah:
a. Bagi nasabah manfaat utama yang
diperoleh adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relatif sederhana
dengan waktu yang cepat dibanding kredit perbankan.
b. Penaksinaran nilai suatu barang pada
pegadaian telah berpengalaman dan dapat dipercaya sehingga mengutungkan bagi
nasabah dibandingkan pihak lain.
c. Penitipan suatu barang yang mempunyai
sarana penyimpanan yang aman dan dapat dipercaya.
Dapat
disimpulkan bahwa pegadaian syariah adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang
yang berpiutang atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh irang yang
berhutang sebagai jaminan hutangnya dan barang tersebut dapat dijual (dilelang)
oleh orang yang berpiutang bila yang berhutang tidak dapat melunasi
kewajibannya pada saat jatuh tempo.
B. Prinsip Operasional Asuransi dan Pegadaian Syariah
1. Prinsip Operasional Asuransi Syariah
Ada tiga prinsip utama
asuransi syari’ah yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi Islam yaitu sebagai
berikut:[7]
1)
Saling bertanggung jawab;
2)
Saling bekerja sama atau saling membantu;
3)
Saling melindungi penderitaan satu sama
lainnya.
Prinsip utama dalam perasuransian
syariah adalah ta’awama ‘alal birri wa al-taqwa 9tolong menolonglah kamu sekalian
dalam kebaikan dan taqwa) dan al-takmin (rasa aman)[8].
Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah
keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung resiko.
Tata cara dan operasional asuransi syariah adalah:
a.
Akad
Akad antara
perusahaan dengan peserta menggunakan akad mudharabah dengan semangat saling
menaggung (takaful), dan bukan berdasarkan akad pertukaran (tadabbuli). Unsur
dalam akad al-mudharabah ialah:
1) Perusahaan menginvestasikan dan
mengusahakan kedalam proyek dalam bentuk musyarakah, murabahah, dan wadia’ah.
2) Menanggung resiko usaha secara
bersama-sama dengan prinsip bagi hasil yang telah disepakati.
3) Pembagian hasil atas keuntungan dari
investasi yang dilakukan setelah penyelesaian klaim manfaat takaful dari
peserta yang mengalami musibah.
b.
Pengelolaan dan investasinya tidak bertentangan dega
syariat Islam
1) Gharar (ketidakjelasan transaksi)
2) Maysir (judi/untung-untungan)
3) Riba (sistem bungan)
Prinsip dasar asuransi syariah sebagai berikut:
a.
Tauhid
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada
dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan aktifitas kehidupan manusia didasarkan
pada nilai-nilai tauhid artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan
hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Sehingga dalam tingkatan
tertentu dapat dipahami bahwa semua gerak yang ada dialam semesta merupakan
gerak dan asma Allah SWT.
b.
Keadilan
Terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terkait dengan
akad asuransi. Dalam hal ini nasabah asuransi harus memosisikan pada kondisi
yang mewajibkan untuk selalu membayar uang santunan dalam jumlah tertentu
kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana
santunan jika terjadi kerugian. Dan perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai
lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar kalim (dana santunan)
kepada nasabah.
c.
Tolong Menolong
Seseorang yang masuk asuransi sejak awal harus mempunyai niat dan
motivasi untuk membantu dan meringankan beban individu yang suatu ketika
mendapat musibah.
d.
Kerjasama
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan hidup sendiri tanpa bantuan
dari orang lain. Kerja sama dalam bisnis asuransi dapat terwujud dalam bentuk
akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat yaitu antara
anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi.
e.
Amanah
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam
nila-nilai akuntabilitas (pertanggungjwaban) perusahaan melalui penyajian
laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus
memberikan kesempatan yang besar bagi
nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan.
f.
Kerelaan
Dalam bisnis asuransi kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota
asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana yang
disetorkan keperusahaan asuransi yang difungsikan sebagai dana sosial. Dana
tersebut harus benar-benar digunakan untuk tujuan membantu anggita asuransi yang lain jika
mengalami bencana kerugian.
g.
Larangan Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Secara linguistik riba
berarti tumbuh dan membesar. Riba merupakan pengambilan tambahan baik dalam
transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan pada
prinsip muamalah. Beberapa alasan pengharaman riba yaitu:
1) Riba merupakan mengambil harta orang
lain tanpa ada nilai imabangan apapun. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW “harta
seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain”.
2) Riba dilarang karena menghalangi
manusia untuk terlibat dalam usaha yang aktif.
3) Kontrak riba adalah media yang
digunakan oleh orang kaya untuk mengambil kelebihan dari modal.
4) Kontrak riba memunculkan hubungna yang
tegang diantara sesama manusia.
5) Keharaman riba dibuktikan dengan ayat
Al-Qur’an.
h.
Larangan Judi
Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas
ekonomi yang mempunyai unsur judi.
i.
Larangan Gharar
Gharar secara bahasa adalah al-khida (penipuan), yaitu suatu tindakan
yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.
Rasulullah bersabda “Abu Hurairah mengatakan bahwa rasulullah SAW melarang jula
beli bashah dan jual beli gharar”.
2.
Prinsip Operasional Pegadaian Syariah
Berjalannya perjanjian gadai sangat
ditentukan oleh banyak hal. Antara lain adaah sebyek dan obyek perjanjian
gadai. Sebyek perjanjian adalah rahin (yang meggadaikan barang) dan murtahin
(yang menahan barang gadai). Obyeknya adalah marhun (barang gadai) dan utang
yang diterima rahn. Prinsip pergadaian syariah bahwa gadai tidak boleh
diidentikkan dengan utang karena gadai secara esensial disyaratkan dengan
penyerahan barang (jaminan) dari yang menggadai. Prinsipnya sebagai berikut:
1)
Proses
cepat yaitu nasabah mendapatkan pinjaman yang hanya membutuhkan waktu singkat.
2)
Mudah
caranya yaitu nasabah cukup membawa barang yang akan digadaikan dengan bukti
kepemilikan dan bukti identitas kekantor pegadaian syariah.
3)
Jaminan
keamanan atas barang yang diserahkan standar keamanan dan diasuransikan.
4)
Pinjaman
yang opitimum yaitu mengusahakan pemebrian pinjaman hingga 90% dari nilai harga
barang.
C. Pandangan/Tinjauan Hukum Islam
1. Asuransi Syariah
Asuransi
Syariah disebut juga dengan asuransi ta’wun yang artinya tolong menolong atau
saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’wun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjlain kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip
ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah ayat 2:
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
Para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keabsahan hukum asuransi. Secara garis besar, kontroversial terhadap
masalah ini dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu yang mengharamkan dan
membolehkan. Menurut ulama yang mengharamkan dengan beberapa alasan yaitu:
1)
Asuransi
mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2)
Asuransi
mengandung unsur riba yang dilarang dalam sam.
3)
Asuransi
termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang secara tunai.
4)
Asuransi
objek bisnisnya digantungkan pada hidup matinya seseorang yang berarti
mendahulu takdir Allah SWT.
5)
Asuransi
mengandung ekploitasi yang bersifat menekan.
Selanjutnya yang memolehkan asuransi dengan beberapa
alasanya adalah:
1)
Tidak
terdapat nash al-qur’an atau hadist yang melarang asuransi.
2)
Dalam
asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3)
Asuransi
menguntungkan kedua belah pihak.
4)
Asuransi
mengandung kepentingan umum sebab premi-premi yang terkumpul dapat
diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.
5)
Asuransi
termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
6)
Asuransi
bukan perjudian dan bukan pertaruhan karena didasarkan pada rinsip mutualisme
dan kerjasama yang melindungi dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta serta
memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri.
7)
Asuransi
bukan alat untuk menolak kekuasaan allah atau menggantikan kehendaknya. Karena
asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi tetapi
sebaliknya menggantikan kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat dari
suatu peristiwa.
2.
Pegadaian Syariah
Gadai adalah perjanjian (akad) pinjam meminjam
dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang. Perjanjian gadai dibenarkan
dalam Islam berdasarkan:
a. Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 283:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
b.
Hadits Nabi riwayat Al-Bukhari dan lainnya dari
Aisyah, bahwa Nabi pernah membeli bahan makanan dari seorang Yahudi secara
utang dan menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi itu.
c.
Ijma’ ulama atas hukum mubah (boleh) perjanjian
gadai. Hanya mereka sedikit berbeda pendapat tentang “Apakah gadai hanya
dibolehkan dalam berpergian saja, ataukah bisa dilakukan dimana saja dan kapan
saja?”. Mazhab Dzahiri, Mujahid hanya
membolehkan gadai pada waktu berpergian saja, sedangkan jumhur membolehkan
gadai pada waktu berpergian dan juga berada ditempat domisilinya, berdasarkan
praktik Nabi sendiri yang melakukan gadai pada waktu Nabi berada di Madinah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa asuransi syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta
mengibahkan sebagian dari premi untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang
dialami sebagian peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan
operasional serta investasi dana yang dilimpahkan kepada perusahaan. Sedangkan
pegadaian syariah adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang
atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh irang yang berhutang sebagai
jaminan hutangnya dan barang tersebut dapat dijual (dilelang) oleh orang yang
berpiutang bila yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat
jatuh tempo.
Dari makalah diatas dapat
disimpulkan bahwa asuransi maupun
pegadaian yang diolehkan dalam Islam, hanyalah asuransi dan pegadaian yang
pelaksanaannya yang tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan di dalam
syariah. Asuransi dan pegadaian yang diboleh kan adalah yang bebas dari segala
bentuk riba.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.