Filsafat
adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep
dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai
suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu
secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan
segala hubungan. Tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh, yang dapat membebaskan manusia dari pengaruh
kehidupan duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan sehingga jiwanya menjadi
bersih, mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupan, dan menemukan kebahagiaan
spiritualitas. Titik Singgung antara Ilmu Kalam dan Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu
keislaman yang mengedepankan pembicaraan tentang persoalan – persoalan kalam
Tuhan. Persoalan – persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan yang
mendalam dengan dasar – dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun
naqliyah. Argumentasi rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang
cenderung menggunakan metode berfikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah
biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil – dalil Qur’an dan Hadits.
Ilmu kalam sering menempatkan dirinya pada kedua pendekatan ini (aqli dan
naqli), suatu metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan ilmu kalam
hanya berkisar pada keyakinan – keyakinan yang harus di pegang oleh umat Islam,
tanpa argumentasi rasional, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri
dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu aqa’id. [10]
Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan
iman dan defiisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan
batasannya. Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode
praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya menyelamatkan diri
dari kemunafikan. Tidaklah cukup bagi seseorang yang hanya mengetahui batasan –
batasannya. Hal ini karena terkadang seseorang yang sudah tahu batasan –
batasan kemunafikan pun tetap saja melaksanakannya.
Ilmu kalam berfungsi sebagai
pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang
bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau
penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama’ – ulama’ salaf, hal
itu harus di tolak. [11]
Selain itu, Ilmu tasawuf mempunyai
fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan – perdebatan kalam.
Sebagaimana di sebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi
sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional di samping muatan naqliyah. Jika
tidak di imbangi oleh kesadaran rohaniyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah
yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan
rohaniah sehingga ilmu kalam tidak di kesani sebagai dialektika keislaman
belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliyah
(hati).
Untuk melihat lebih lanjut hubungan
antara ilmu tasawuf dan ilmu kalam, alangkah baiknya menengok paparan
Al-Ghazali. Dalam bukunya yang berjudul Asma
al-Husna, Al-Ghazali menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah,
terutama ketika menjelaskan nama – nama Allah, materi pokok ilmu tauhid.
Menurutnya nama Tuhan Ar-Rahman dan Ar-Rahim, pada aplikasi rohaniyahnya
merupakan sebuah sifat yang harus diteladani. Jika sifat Ar-Rahman diaplikasikan, seseorang akan memandang orang yang
durhaka dengan kelembutan bukan kekasaran, melihat orang dengan rahim, bukan dengan mata yang menghina,
bahkan ia mencurahkan ke-rahim-annya
kepada orang yang durhaka agar dapat diselamatkan. Jika melihat orang lain
menderita atau sakit, orang yang rahim
akan segera menolongnya. [12] Nama lain Allah yang patut di teladani
ialah Al-Qudus (Mahasuci). Seorang
hamba akan suci kalau berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari
khayalan dan segala persepsi yang dimiliki binatang, [13] Dengan
ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid lebih
bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.
Hubungan ilmu kalam dengan tasawuf
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam,
ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi
wawasan spritual dalam pemahaman kalam.Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan widan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini
lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian,ilmu
tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa
ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Kajian-kajian
mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak
memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf
dalam dunia Islam.
Pemahaman tentang jiwa dan roh itu
sendiri menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian kefilsafatan tentang
jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga
dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah
istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam
tasawuf.Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh
dan jiwa. Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena
itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu
kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu
merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah
diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh
para ulama salaf, hal itu harus ditolak.[1][8]
Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan ilmu kalam. Dengan alasan-alasan sebagai berikut: Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bawah syariat-Nya. Objek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebaan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang [2][9]mengandung muatan nasional, di samping muatan naqliah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliah (hati).
E. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Filsafat
Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan ilmu kalam. Dengan alasan-alasan sebagai berikut: Karena ilmu kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi ilmu kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bawah syariat-Nya. Objek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebaan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang [2][9]mengandung muatan nasional, di samping muatan naqliah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam dapat bergerak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliah (hati).
E. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Filsafat
Kajian-kajian Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan
ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi
kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh
itu pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf.Kajian-kajian kefilsafatan
tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun,perlu
juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah
istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik
dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh terhadap roh dan
jiwa.
Titik Singgung Antara Ilmu Kalam Dan
Ilmu Tasawuf
Ilmu kalam, sebagai
mana telah disebutkan, merupakan disiplin ilmu keislaman yang
mengedepankan pembicaraan tentang
persoalan-persoalan tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah pada
perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar
argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi
rasional yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan
metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa
dalil-dalil qur’an dan hadis. Ilmu
kalam ini hanya berkisar pada
keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh ummat islam , tanpa argumentasi
rasional, ilmu ini lebih spesipik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu
tauhid atau ilmu aqa’id.
Pembicaraan materi
yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh, ilmu tauhid menerangkan
bahwa Allah bersifat Sama’ (mendengar),
Bashar (melihat), Kalam (berbicara), Iradah (berkemauan), Qudrah (kuasa), Hayat
( hidup), dan sebagainya. Namun, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsunng bahwa Allah mendengar dan
melihatnya.
Pada ilmu kalam
ditemukan pembahasan iman dan defenisinya, kekufuran dan manifestasinya, sertya
kemunafikan dan batasannya. Adapun pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode
praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta berupaya menyelamatkan
diri dari kemunafikan. Dalam kaitannya
dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual
dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq
dan widjan) terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih
terhayati atau teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf
merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat bahwa ilmu tasawuf merupakan
sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Titik singgung antara ilmu kalam dan
ilmu tasawuf adalah sebagai berikut:
Ilmu Kalam
Dalam ilmu kalam di temukan
pembahasan iman yang definisinya, kekufuran dan menifestasinya serta
kemunafikan dan batasannya.Ilmu kalam berfungsi sebagai pengendali ilmu
tasawuf. Ilmu kalam dapat memberikan kontribusi kepada ilmu tasawuf.
Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf merupakan
penyempurnaan ilmu tauhid (ilmu kalam). Ilmu tasawuf berfungsi sebagai
wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai
pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan–perdebatan kalam.
Amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan.Dengan
ilmu tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid (ilmu kalam)
terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.[3][10]
HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.
2. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
3. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu keIslaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional (aqliyah) maupun naqliyah. Argumentasi yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berpikir filosofis, sedangkan argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits. Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah. Sebagai contoh, ilmu kalam menerangkan bahwa Allah bersifat Sama’, Bashar, Kalam, Iradah, Qudrah, Hayat, dan sebagainya. Namun, ilmu kalam tidak menjelaskan bagaimana seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya, bagaimana pula perasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an, bagaimana seseorang merasa bahwa segala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari kekuasaan Allah ?
Pernyataan-pernyataan diatas sulit terjawab hanya dengan berlandaskan pada ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu Tasawuf. Disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai-nilai akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan bagaimana merasakan tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang diwajibkan. Pada ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman. Sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh seseorang. Sebab terkadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melaksanakannya.
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu Tasawuf mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam lewat hati terhadap ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu Tasawuf merupakan penyempurna ilmu kalam.
2. Berfungsi sebagai pengendali ilmu Tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
3. Berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional disamping muatan naqliyah, ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih bebas. Disinilah ilmu Tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam terkesan sebagai dialektika keIslaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan hati.
Andaikata manusia sadar bahwa Allahlah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna, kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan membanggakan diri. Kalau saja manusia sadar bahwa Allahlah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada sifat ujub dan riya. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendakian menuju Allah (pendakian para kaum sufi). Dalam ilmu Tasawuf, semua persoalan yang berada dalam kajian ilmu kalam terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi akan lebih dinamis dan aplikatif.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.