OTONOMI
DAERAH
A. Pengertian dan Hakikat Otonomi daerah
Istilah
otonomi daerah dan desentalisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian
kewenagan kepada organ-organ penyelenggaraan negara, sedangkan otonomi
menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut. Desentralisasi
sebagaimana didefinisikan perserikatan bangsa bangsa (PBB) adalah:
“Desentralisasi terkait
dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat yang berada di ibukota
negara baik memalalui cara dekontralisasi, misalnya pendelegasian kepada
pejabat dibawahnya maupun melaui pendelegasian kepada pemerintah atau
peerwakilan di daerah”.
Batasan
ini hanya menjelaskan proses kewenangan yang diserahkan pusat kepada daerah,
tetapi belum menjelaskan isi dan keluasan itu bagi badan badan otonomi daerah.
Argumentasi
dalam memilih desentralisasi-otonomi daerah adalah:
1. Untuk terciptanya efesiensi dan
efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Sebagai sarana pendidikan politik
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan
untuk karier politik lanjutan.
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik
6. Akuntabilitas publik
B. Visi, Bentuk dan Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi
daerah sebagai kerangka penyelenggaraan pemerintahan mempunyai visi yang dapat
drrumuskan dalam tiga ruang utama yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya:
1. Politik
Dibidang politik harus
dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemda
yang dipilih secara demokratis.
2. Ekonomi sosial
Otonomi disuatu pihak
harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah,
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
3. Sosial dan budaya
Otonomi daerah harus
diarahkan pada pengelolaan, penciptaan pemeliharaan integrasi dan harmoni
sosial.
Rondinelli membedakan
empat bentuk desentralisasi, yaitu:
1. Dekonsentrasi
Hanya berupa pergeseran
volume pekerjaan dari departement pusat kepada perwakilannya yang ada di
daerah, tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil
keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
2. Delegasi
Merupakan pelimpahan
pengambilan keputusan dan kewenangan tugas-tugas khusus kepada suatu organisasi
yang tidak secara lansung berda dibawah pengawasan pemerintah pusat.
3. Devolusi
Dovolusi adalah kondisi
dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar pemerintahan
pusat dengan menyerahkan sebagai funsi funsi tertentu kepada unit-unit itu untu
dilaksanakan secara mandiri.
4. Privatisasi
Privatisasi adalah
suatu tindakan peberian kewenangan dari pemerintah kepada bagian-bagia
sukarela, swasta, dan swadaya masyarakat, tetapi dapt pula merupakan peleburan
badan pemerintahan menjadi badan usaha swasta.
5. Tugas pembantuan
Merupakan pemberian kemungkinan
dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih atas dari untuk
menerima bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatnya lebih rendah agar
menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatnya
lebih atas.
C. Desentralisasi (perbandingan Negara
Kesatuan Dengan Negara Federal)
Ada
4 dimensi dalam melihat perbandingan model pemerintahan daerah dalam negara
kesatuan dan dalam negara federal.
Empat dimensi itu
antara lain:
1. Karakter dasar yang dimiliki oleh
struktur pemerintahan regional/ lokal.
2. Proses pembentukan struktur pemerintahan
regional
3. Sifat hubungan antara struktur pusat dan
struktur regional.
4. Derajat kemandirian yang dimiliki oleh
struktur regional.
Dalam pembahasan sistem federal dikenal
pembagian kekuasaan dan kewenangan secara vertikal antara negara bagian dan
federal. Soveneritas dalam negara federal lazimnya didefinisikan sebagai
kompetensi dan bukan sebagai kekuasaan teringgi atau bahkan sebagai kedaulatan
awal negara bagian.
D. Prinsip-prinsip Otonomi Daerah
1. Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Didasarkan pada otonomi daerah yang luas
dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedangkan pada daerah
provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
3. Didasarkan pada otonomi daerah yang
luas, nyata, dan bertanggungjawab
4. Harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang sesari antara pusat dan daerah serta
antar daerah.
5. Harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom, dan karena adanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.
6. Harus lebih meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislasi, pengawasan maupun fungsi
anggaran tasa penyelenggaraan pemerintah daerah.
7. Asas dekontraliasasi diletakkan pada
daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk
melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan tugas pembantuan di
mungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah dan daerah kepala desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana, dan
prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiaban melaprkan pelaksanaan
dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
E. Kesalahpahaman Terhadap Otonomi Daerah
Otonomi
daerah diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan kebijakan nasional yang
dapat mencegah kemungkinan terjadinya disentegrasi nasional. Otonomi daerah
merupakan sarana yang secara politik ditempuh dalam rangka memelihara keutuhan
negara bangsa. Otonomi daerah dilakukan dalam rangka memperkuat ikatan semangat
kebangsaaan serta persatuan dan kesatuan diantara segenap warga negara.
Dengan
UU otda, daerah bertanggung jawab memelihara negara kesatuan republik
Indonesia, karena tuntunan tanggung jawab tersebut, daerah tidak diberi peluang
untuk mengambil inisiatif kebijakan yang sekiranya akan merugikan kepentingan
pemerintah nasional di Jakarta.
Kebijakan
otonomi daerah melalui UU no. 32 tahun 2004 memberikan otonomi yang sangat luas
kepada daerah, khususnya kabupaten dan kota. Hal itu ditempuh dalam rangka
mengembalikan harkat dan martabat masyarakat de daerah, memberikan peluang
pendidikan politik dalam rangka peningkatan kualitas demokrasi di daerah, meningkatkan
efesiensi pelayanan publik di daerah, meningkatkan percepatan pembangunan
daerah, dan pada akhirnya diharapkan mampu menciptakan cara berpemerintahan
yang baik (good governance).
Namun
dalam praktiknya kebijakan otda telah banyak menimbulkan kesalah pahaman. Beberapa
salah paham yang muncul dari berbagai kelompok masyarakat terkait dengan
kebijakan dari implementasi otonomi daerah adalah sebagai berikut:
1. Otonomi dikaitkan semata-mata dengan
uang
Sudah sangat lama
berkembang dalam masyarakat pemahaman yang keliru tentang otonomi daerah, yaitu
untuk berotonomi daerah harus mencukupi sendri segala kebutuhannya, terutama
dalam bidang keuangan.
2. Daerah belum siap dan belum mampu
Munculnya pandangan ini
merupakan pandangan yang keliru. Karena sebelum otonomi daerah yang berdasarkan
UU no. 22 tahun 1999 Jo. UU no. 32 tahun 2004 ditetapkan, pemberian tugas
kepada pemerintah daerah belum diikuti dengan pelimpahan kewenangan dalam mencari
uang dan subsidi dalam pemerintah pusat.
3. Dengan otonomi daerah maka pusat akan
melepaskan pertanggungjawabannya tidak membantu dan membina daerah. Pendapat
ini sama sekali tidak benar. Bersamaan dengan kebijakan otonomi daerah,
pemerintah pusat harus tetap tegas dan bertanggung jawab untuk memberi dukungan
dan bantuan kepada daerah, baik berupa bimbingan teknis penyelenggaraan
pemerintahan kepada personil yang ada di daerah, ataupun berupa dukungan
keuangan.
4. Dengan otonomi daerah dapat melakukan
apa saja.
Hakikat otonomi
memberikan kewenangan keadaan pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif
dalam rangka memprkuat negara kesatuan RI berdasarkan norma kepada kepatutan
dan kewajaran dalam sebuah tata kehidupan bernegara.
5. Otonomi daerah akan menciptakan raja
raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi ke daerah.
Pendapat seperti ini
dapat dibenarkan kalau para penyelenggara pemerintah daerah masyarakat, dan
dunia usaha di daerah menempatkan diri dalam kerangka sisitem politik
masyarakat masa lalu yang syarat korupsi kolusi, nepotisme, dan segala bentuk
penyalahgunaan kekuasaan yang lainnya.
F. Otonomi Daerah dan Pilkada Lansung
Pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang lazim disebut dengan pilkada
lansung, baik untuk pemilihan subernur dan wakil subernur, bupati dan wakil
bupati secara lansung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembailan hak-hak
desa rakyat dalam memilih pemimpin didaerah. Dengan pilkada lansung tersebut,
rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah
secara lansung, bebas, rahasia, dan otonomi. Sebagaimana rakyat memilih
presiden dan wakil presiden (eksekutif). Dan anggota DPD, DPR, dan DPRD
(legislatif). Pilakada lansung merupakan instrumen politik yang sangat
strategis untuk mendapatkan legitisai politik dari rakyat dalam kerangka
kepemimpinan kepala daerah.
Legistimasi
adalah komitemen untuk mewujudkan nilai-nilai dan norma-norma yang berdimensi
hukum, moral, dan sosial penyelenggaraan pilkada harus memenuhi beberapa
kriteria:
1. Lansung
2. Umum
3. Bebas
4. Rahasia
5. Jujur
6. Adil
Kelemahan
pilkada lansung:
1. Dana yang dibutuhkan
2. Membuka kemungkinan konflik elite dan
massa
3. Aktifitas rakyat terganggu.
Kelebihan
pilkada lansung yaitu:
1. Kepala daerah terpilih akan memiliki
mandat dan legitimasi yang sangat kuat.
2. Kepala daerah terpilih tidak perlu
terikat kepada konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah
mencalonkannya.
3. Sistem pilkada lansung lebih akuntabel
karena adanya akuntabilitas publik
4. Check and balance antara lembaga
legislatif dan eksekutif dapat lebih berjalan dengan seimbang.
5. Kriteria calon kapala daerah dapat
dinilai secara lansung oleh rakyat yang akan membeerikan suaranya.
6. Pilkada lansung merupakan wadah
pendidikan politik rakyat
7. Kancah pelatihan dan pengembangan
demokrasi
8. Pilkada lansung sebagai persiapan untuk
karier politik lanjutan
9. Membangun stabilitas politik dan
mencegah separatisme.
10. Kesetaraan politik
11. Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.