Gudang Ilmu: Pengertian Inseminasi, Cloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan

Saturday 15 April 2017

Pengertian Inseminasi, Cloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah mencapai titik kulminasi. Bersamaan dengan itu, kebutuhan masyarakat sebagai subjek dan sekaligus objek dari ilmu pengetahuan dan teknologi kian meningkat. Karena itu, berbagai problem yang mengahadapi masyarakat yang tidak terselesaikan melalui sistem tradisional, dilakukan upaya lain, yakni melalui sistem modern seperti inseminasi, kloning, bank sperma dan rahim sewaan.
Kenyataan tersebut berimplikasi pada eksistensi “Hukum”, dalam hal ini hukum Islam dihadapi dengan realitas yang sebelumnya tidak pernah diaktual secara konkret. Akan tetapi, nuansa universalitas dan fleksibelitas yang secara fungsional melekat pada hukum Islam sehingga problema yang dihadapi umat masa lalu, masa kini, dan masa mendatang pasti dapat didekteksi dan ditemukan solusinya.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pengertian Inseminasi, Cloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan?
2.      Bagaimanakah pandangan/ tinjauan hukum Islam tentang inseminasi, cloning, bank sperma, dan rahim sewaan?







BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Inseminasi, Kloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan
1.      Inseminasi
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Dalam ilmu kedokteran arab istilah inseminasi dikenal dengan istilah التلفيح  dari fiil فلقح  لتح menjadi تليحا yang berarti mengawinkan atau mempertemukan. [1]
Menurut Bandini (2004), inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian sperma ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat buatan manusia.
Menurut Djamalin Djanah (1985: 7) menyatakan, bahwa insemina buatan ialah pekerjaan memasukkan mani (sperma) ke dalam yang menggunakan alat khusus dengan maksud terjadinya pembuahan.[2]
Inseminasi dilakukan dengan cara mengambil telur (ovum) wanita, dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui vagita dengan alat yang bernama “Trasvaginal transkuler ultra sound”. Lalu kemudian pemaduan sel sperma dan ovum disimpan dalam cawan pembiakan selama beberapa hari. [3]
Menurut defenisi diatas, penulis dapat simpulkan bahwa  inseminasi adalah pembuahan buatan yang dilakukan terhadap wanita dengan cara memasukkan sperma laki-laki ke dalam rahim perempuan dengan pertolongan dokter. Biasanya lazim disebut dengan kawin suntik.
Ada dua macam inseminasi yaitu
1)      inseminasi alamiah (natural insemination) yaitu pembuahan dengan cara hubungan badan langsung sehingga terjadinya pembuahan.
2)      Inseminasi buatan (artificial insemination). Inseminasi ini terdiri dari:
a)      Inseminasi heterolog atau artificial insemination donor (AID) yaitu inseminasi buatan yang selnya bukan berasal dari air mani suami istri yang sah.
b)      Inseminasi homolog atau artificial insemination husband (AIH) yaitu inseminasi buatan yang berasal dari sel air mani suami istri yang sah.
2.      Kloning
Antonius Suwanto menyatakan kloning yang berasal Yunani (Klon) sebagai kata benda yang artinya:
a.       Agrerat progeni yaitu suatu individu yang dihasilkan secara aseksual.
b.      Yaitu suatu individu yang berasal dari somatik tunggal orang tuanya dan secara genetik ia mirip.
Klon (Kloning) diartikan sebagai upaya memperbanyak bentuk klon, mengopi atau menghasilkan klon. Oleh karena itu, kloning merupakan produksi satu atau lebih individu makhluk hidup, termasuk manusia yang identik secara genetika[4]
Kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya, pada manusia kloning dilakukan dengan mempersiapkan sel telur yang sudah di ambil intinya lalu disatukan dengan sel somatic dari suatu organ tubuh, kemudian hasilnya ditanamkan dalam rahim seperti halnya pada bayi tabung.[5]
3.      Bank Sperma
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu. [6]

4.      Rahim Sewaan
Sewa rahim adalah menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya didalam rahim wanita lain dengan balasan sejumlah uang atau tanpa balasan karena berbagai sebab, diantaranya, rahim pemilik ovum tiak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya.[7]
Menurut ilmu kedokteran sendiri, yang disebut dengan sewa rahim ialah perempuan yang menampung pembuahan suami-istri dan diharapkan melahirkan anak hasil pembuahan. Apalagi, dengan ditemukannya metode pengawetan sperma, frekuensi penggunaannya kian meningkat.

B.  Pandangan Islam tentang Insiminasi, Kloning, Bank Sperma, dan Rahim Sewaan
1.      Inseminasi
Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung diperbolehkan dalam Islam, manakala perpaduan sperma dengan ovum itu bersumber dari suami istri yang sah (inseminasi homolog), yang disebut juga dengan artifical insemination husband (AIH). Dan yang dilarang adalah inseminasi buatan yang berasal dari perpaduan sperma dan ovum orang lain (inseminasi heterog) yang disebut juga dengan artifical insemination (AID).
Masjfuk zuhdi (1989:137) menyatakan bahwa larangan melakukan inseminasi buatan karena perbuatan itu identik dengan zina, dan terselebungnya nasab yang justru lebih jelek daripada anak angkat. Menurut yusuf al-Qardhawi (1982:312) bahwa perbuatan itu merupakan suatu kejahatan yang seburuk-buruknya. Akan tetapi, bila seorang suami beristri lebih dari satu, dan hasil pembuahannya dimasukkan ke dalam rahim istri yang lain maka pernyataan masjfuk zuhdi tersebut dapat ditolerir, paling tidak perbuatan itu terhindar dari perbuatan zina, karena perempuan itu istrinya juga, sehingga nasabnya   tidak terselubung.[8]
Sebagai kesimpulan inseminasi dalam pandangan Islam yaitu :
a.         Inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri menurut hukum Islam adalah boleh.
b.         Inseminasi buatan dengan sperma donor adalah haram.
Hal ini berkaitan dengan firman Allah Q.S. Al Isra ayat 70 :
* ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ tPyŠ#uä öNßg»oYù=uHxqur Îû ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur Nßg»oYø%yuur šÆÏiB ÏM»t7ÍhŠ©Ü9$# óOßg»uZù=žÒsùur 4n?tã 9ŽÏVŸ2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxŠÅÒøÿs? ÇÐÉÈ  
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

2.      Kloning
Dalam fatwanya Majma' al-Buhûts al-Islâmiyyah menjelaskan bahwa hukum meng-kloning manusia tergantung pada cara kloning yang dilakukan. Paling tidak ada empat cara yang bisa dilakukan dalam kloning manusia.
a.       kloning dilakukan dengan mengambil inti sel (nucleus of cells) "wanita lain (pendonor sel telur)" yang kemudian ditanamkan ke dalam ovum wanita kandidat yang nukleusnya telah dikosongkan.
b.      kloning dilakukan dengan menggunakan inti sel (nucleus) "wanita kandidat" itu sendiri, dari sel telur milik sendiri bukan dari pendonor.
c.       cloning dilakukan dengan menanamkan inti sel (nucleus) jantan ke dalam ovum wanita yang telah dikosongkan nukleusnya. Sel jantan ini bisa berasal dari hewan, bisa dari manusia. Terus manusia ini bisa pria lain, bisa juga suami si wanita.
d.      kloning dilakukan dengan cara pembuahan (fertilization) ovum oleh sperma (dengan tanpa hubungan seks) yang dengan proses tertentu bisa menghasilkan embrio-embrio kembar yang banyak.
Pada kasus dua cara pertama, pendapat yang dikemukakan adalah haram, dilarang melakukan kloning yang semacam itu dengan dasar analogi (qiyas) kepada haramnya lesbian dan saadduzarai' (tindakan pencegahan, precaution) atas timbulnya kerancuan pada nasab atau sistem keturunan, padahal melindungi keturunan ini termasuk salah satu kewajiban agama. Di lain pihak juga akan menghancurkan sistem keluarga yang merupakan salah ajaran agama Islam.
Pada cara ketiga dan keempat, kloning haram dilakukan jika sel atau sperma yang dipakai milik lelaki lain (bukan suami) atau milik hewan.
Jika sel atau sperma yang dipakai milik suami sendiri maka hukumnya belum bisa ditentukan (tawaquf), melihat dulu maslahah dan bahayanya dalam kehidupan sosial.
Jika hasilnya bisa membuat kacau tatanan masyarakat (karena banyak orang kembar, sehingga jika ada tindak kriminal atau kasus hukum lainnya susah diidentifikasi, dan mungkin efek-efek lain) maka hukumnya haram.
Melihat fakta kloning manusia secara menyeluruh, syari’at Islam mengharamkan kloning terhadap manusia, dengan argumentasi sebagai berikut:
a.       anak-anak produk proses kloning dihasilkan melalui cara yang tidak alami (percampuran antara sel sperma dan sel telur). Padahal, cara alami inilah yang telah ditetapkan oleh syariat sebagai sunatullah menghasilkan anak-anak dan keturunannya. Allah SWT berfirman:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالأُنثَى (٤٥) مِن نُّطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى (٤٦)
“Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani apabila dipancarkan.” (QS an-Najm, 53: 45-46)
Dalam ayat lain dinyatakan pula,
أَلَمْ يَكُ نُطْفَةً مِّن مَّنِيٍّ يُمْنَى (٣٧) ثُمَّ كَانَ عَلَقَةً فَخَلَقَ فَسَوَّى (٣٨)
Bukankah dia dahulu setetes mani yag ditumpahkan (ke dalam rahim), kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya. Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang laki-laki dan perempuan.” (QS al-Qiyâmah, 75: 37-38).
b.      anak-anak produk kloning dari perempuan-tanpa adanya laki-laki-tidak akan memunyai ayah. Anak produk kloning tersebut jika dihasilkan dari proses pemindahan sel telur-yang telah digabungkan dengan inti sel tubuh-ke dalam rahim perempuan yang bukan pemilik sel telur, tidak pula akan memunyai ibu sebab rahim perempuan yang menjadi tempat pemindahan sel telur tersebut hanya menjadi penampung (mediator). Oleh karena itu, kondisi ini sesungguhnya telah bertentangan dengan firman Allah SWT:.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ  

 “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa–bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS al-Hujurât, 49: 13)
Juga bertentangan dengan firman-Nya yang lain,
öNèdqãã÷Š$# öNÎgͬ!$t/Ky uqèd äÝ|¡ø%r& yZÏã «!$# 4 bÎ*sù öN©9 (#þqßJn=÷ès? öNèduä!$t/#uä öNà6çRºuq÷zÎ*sù Îû ÈûïÏe$!$# öNä3Ï9ºuqtBur 4 }§øŠs9ur öNà6øn=tæ Óy$uZã_ !$yJÏù Oè?ù'sÜ÷zr& ¾ÏmÎ/ `Å3»s9ur $¨B ôNy£Jyès? öNä3ç/qè=è% 4 tb%Ÿ2ur ª!$# #Yqàÿxî $¸JŠÏm§ ÇÎÈ  
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu [Maula-maula ialah: seorang hamba sahaya yang sudah dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti Salim anak angkat Huzaifah, dipanggil maula Huzaifah] dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS al-Ahzâb. 33: 5).
c.       kloning manusia akan menghilangkan nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab. Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. telah bersabda,
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia.” (H.R. Ibnu Majah)
Diriwayatkan pula dari Abu ‘Utsman An Nahri r.a. yang berkata, “Aku mendengar Sa’ad dan Abu Bakrah masing-masing berkata, ‘Kedua telingaku telah mendengar dan hatiku telah menghayati sabda Muhammad s.a.w., “siapa saja yang mengaku-ngaku (sebagai anak) kepada orang yang bukan bapaknya, padahal dia tahu bahwa orang itu bukan bapaknya, maka surga baginya haram.” (H.R. Ibnu Majah)
Kloning manusia yang bermotif memproduksi manusia-manusia unggul dalam hal kecerdasan, kekuatan fisik, kesehatan, kerupawanan-jelas mengharuskan seleksi terhadap orang-orang yang akan dikloning, tanpa memperhatikan apakah mereka suami-isteri atau bukan, sudah menikah atau belum. Sel-sel tubuh itu akan diambil dari perempuan atau laki-laki yang terpilih. Semua ini akan mengacaukan, menghilangkan dan membuat bercampur aduk nasab.
d.      memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’ seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan ‘ashabah, dan banyak lagi. Di samping itu, kloning akan mencampur-adukkan dan menghilangkan nasab serta menyalahi fitrah yang telah diciptakan Allah untuk manusia dalam masalah kelahiran anak. Konsekuensi kloning ini akan menjungkirbalikkan struktur kehidupan masyarakat.
Pengharaman ini hanya berlaku untuk kasus kloning pada manusia. Kloning bagi hewan dan tumbuhan, apalagi bertujuan untuk mencari obat, justru dibolehkan bahkan disunahkan. Ini dapat dilihat dari dua hadis di bawah ini, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia menciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!.” (H.R. Imam Ahmad) Imam Abu Dawud dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Syuraik r.a. yang berkata, “Aku pernah bersama Nabi, lalu datanglah orang-orang Arab Badui. Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?’ Maka Nabi saw. menjawab, “Ya. Hai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian sebab sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidaklah menciptakan penyakit kecuali menciptakan pula obat baginya….” Maka, berdasarkan nash (teks) ini diperbolehkan memanfaatkan proses kloning untuk memperbaiki kualitas tanaman dan hewan untuk mempertinggi produktivitasnya.

3.      Bank Sperma
Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa Allah SWT memerintah kan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri dan budak yang dimilikinya.
Berikut tinjauan hukum Islam terhadap bank sperma dilihat dari analisis asal dan tempat penanaman sperma adalah sebagai berikut.
a.  Bibit dari suami-isteri dan ditanam pada isteri. Inseminasi buatan yang bibitnya berasal dari sperma suami dan ovum isteri, jika dikaitkan dengan batasan nikah dan zina, maka ia bukan termasuk kategori zina karena suami-isteri tersebut telah terikat dengan akad nikah. Oleh sebab itu pertemuan sperma dan ovumnya dihalalkan.
b.  Bibit dari suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain. Dalam kasus ini Lembaga Fiqih Islam OKI menghukumi haram karena dikhawatirkan pencampuran nasab dan hilangnya keibuan serta halangan syara lainnya. Majelis Ulama DKI Jakarta juga menghukumi haram.
c.  Sperma suami yang telah meninggal dan ovum isteri ditanam pada rahim isteri. Pembuahan ovum dengan sperma dari suami yang telah meninggal tidak dapat dibenarkan oleh Islam, karena keduanya sudah tidak ada hubungan pernikahan lagi.
d. Sperma laki-laki lain dibuahkan dengan ovum wanita lain dan ditanam pada wanita yang tidak bersuami. Di atas telah dinyatakan bahwa pembuahan hanya dihalalkan bagi orang yang memiliki ikatan pernikahan yang sah. Oleh karena itu inseminasi model ini tidak dibenarkan.
e.  Sperma suami dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanam pada isteri. Walaupun isteri sendiri yang dijadikan tempat penanaman embrio, tetapi karena konsepsinya berasal dari pembuahan bibit yang tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah, maka inseminasi model ini juga tidak dibenarkan.
f.   Sperma laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum isteri dan ditanamkan pada rahim isteri. Inseminasi model ini sama halnya dengan inseminasi model huruf e, yaitu walaupun ovum dan tempat penanaman bibit ada pada isteri sendiri namun karena sperma dari orang lain maka diharamkan oleh Islam.
g.  Sperma laki-laki lain (donor) dibuahkan dengan ovum wanita lain (donor) dan ditanamkan pada rahim isteri. Bibit yang berasal dari donor yang tidak memiliki ikatan pernikahan yang sah, sebagaimana uraian terdahulu, tidak dibenarkan oleh Islam.[9]

4.      Rahim Sewaan
Hukum Islam pada dasarnya selalu membawa kepada kebaikan, demikian pula halnya dengan rahim sewaan, melihat adanya dampak negatif yang mungkin ditimbulkan maka ulama telah menetapakan hukum rahim sewaan adalah haram . Hal ini berlandaskan kepada dalil dalil dibawah ini:
1.      Tidak adanya hubungan perkawinan antara pemilik sperma denagn pemilik rahim.
Hal yang selalu diulangi di dalam Islam adalah adanya anak selalu dilandasi melalui proses perkawinan yang sah antara suami isteri yang tercakup di dalamnya rukun dan segala syarat.Maka di dalam proses sewa rahim tersebut jelaslah bahwa antara pemilik sperma dan pemilik rahim tidak memiliki hubungan perkawinan yang jelas. Dalil syariat telah menetapkan bahwa seorang anak hanya akan lahir dari perkawinan yang sah dan keturunan baik lelaki dan perempuan adalah merupakan rahmat dari sebuah perkawinan.(surat Ra'du 38 dan surat Nahlu 72)
2.      Adanya ikatan syariat antara hak melakukan pembuahan di dalam rahim seseorang dan hak melakukan jima'( menggauli) dengan pemilikrahim.
Di dalam fiqih Islam terdapat Qaidah, " Siapa saja yang berhak melakukan jima' dengan seorang perempuan maka perempuan berhak hamil dari hasil hubungan tersebut. Maka jelaslah bahwa barang siapa yang tidak berhak untuk melakukan hubungan intim dengan seorang perempuan maka perempuan tidak berhak menjadikan dirinya hamil. Dan hak menggauli hanya ada pada suami isteri.
3.      Bagaimana jika perempuan tempat tumpangan pembuahan adalah isteri keduan dari seorang laki laki?
Jika suami memiliki dua orang isteri lalu dia menggauli isteri pertama kemudian hasil pencampuran ovum dan sperma dengan isteri pertama diletakkan pada isteri kedua maka dalam keadaan ini hal tersebut tetap dilarang dan dihukum haram karena akan menimbulkan pertentangan antara isteri pertama dan kedua sedangkan pertentangan itu dilarang di dalam Islam( Surat Al-Anfal ayat 46).
Jika kedua isteri telah bersepakat, kesepakatan ini nantinya akan membawa penyesalan di dalam diri kedua isteri tersebut dan ini juga memisahkan antara anak dan isteri padahal hal itu sangatlah terlarang.
4.      Tidak sah rahim itu menjadi barang jual beli.
Di dalam Islam terdapat hal hal yang dibenarkan oleh syariat untuk dijadikan barang jual beli, namun ada juga yang tidak boleh diperjual belikan diantaranya adalah isteri. Seorang isteri tidak boleh diperjual belikan dan termasuk di dalamnya rahim isteri. Karena kita hanya dapat memamfaatkan isteri itu bagi diri kita saja dan tidak boleh menjadikan mamfaat yang dibawa isteri itu terhadap orang lain. Seperti menjual isteri atau menjual rahimnya saja.
Maka tidak bolehnya disewa rahim bagi yang bukan suami adalah agar nasab seseorang tetap terjaga karena memerhatikan nasab merupakan salah satu asas dari kehiupan bersyariat. Adanya proses sewa rahim yang demikian itu menunjuki kepada makna zina, bukan zina hakikat tetapi zina secara maknawi dan pelaku zina dalam model sewa rahim ini tidak diberlakukan hukuman had karena zina hakikat itu hanya dianggap zina jika bertemu dua kelamin yang berbeda.
Syariat Islam mengharamkan segala hal yang membawa kepada persilisihan diantara manusia. Islam selalu melarang adanya perselisihan diantara manusia, maka sewa rahim itu akan membawa manusia berselisih dan tidak jelas nasabnya seperti perselisihan antara dua orang perempuan yang mana yang menjadi ibu si anak dan juga pertentangan di dalm warisan.
5.      Syariat melarang percampuran nasab.
Dengan sebab penyewaan rahim itu maka nasab anak akan tercampur dan susah untuk menelitinya apalagi jika sekiranya perempuan yang disewa rahimnya memiliki suami maka akan terjadi perselisihan anak dari hasil sewa rahim yang terlahir atau anak dari suami sebenarnya. Seperti dikisahkan cerita menarik yang terjadi di Jerman , seorang perempuan yang tidak bisa hamil bersepakat dengan perempuan lainnya untuk melakukan kehamilan terhadap hasil hubungannnya dengan suaminya, kemudian perempuan yang disewa rahim tadi hamil dan melahirkan dengan membayar 27 mark jerman. Kemudian setelah lama maka diteliti rupanya anak yang lahir adalah anak dari hasil hubungan perempuan yang disewa rahimnya dengan suaminya, bukan anak dari suami isteri yang membayar tadi. Apa pendapat anda terhadap kejadian i
6.      Penyewaan rahim akan mengakibatkan terlantarnya anak dan menyebabkan orang tua melepaskan tanggung jawab.
Dengan adanya proses penyewaan rahim maka antara orang tua saling melepaskan tanggung jawab dan akan menjadikan anak tersebut kehilangan pelindung dan pendidik. Maka hal ini sangat dilarang oleh agama juga undang undang negara melarang seorangorang tua melepaskan tanggung jawabnya karena anak adalah amanah dan akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah Swt.
Jika perempuan yang disewa rahimnya tidak memilki suami maka anak tadi dinasab langsung kepada suami dari perempuan pemilik ovum. Namun jika perempuan yang disewa rahimnya memilki suami maka kembali harus diteliti melalui test DNA lelaki mana yang berhak menjadi ayahnya, apakah pemilik sperma dari suami perempuan pertama atau lelaki isteri perempuan yang disewa rahimnya.[10]
























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari makalah dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya segala bentuk perkembangan teknologi baik berupa inseminasi, kloning, bank sperma maupun rahim sewaan yang sifatnya membawa kepada kemudharatan adalah haram di dalam hukum islam. Namun, apabila penggunaannya adalah untuk kemashlahatan umat maka dibolehkan. Untuk inseminasi dibolehkan apabila sperma dan ovumnya berasal dari pasangan suami istri yang sah, begitu juga dengan bank sperma. Bank sperma dibolehkan kalau sperma tersebut adalah sperma dari suami istri yang sah. Sedangkan kloning, masih menimbulkan  pro dan kontra, namun mengingat banyaknya mudharat yang mungkin timbul maka diharamkan seperti juga halnya rahim sewaan yang mungkin lebih banyak menimbulkan kemudharatan.


No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.