BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syukur alhamdulillah
hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan ksehatan, keimanan dan kesempatan
kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah “fiqh kontemporer” ini
dengan judul “haq al-ibtikar”. Sholawat serta salam kita kirimkan kepada
junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan berkembangnya teknologi saat ini maka, semakin banyak pula hasil karya yang diciptakan oleh orang-orang yang berintelektual
tinggi dan cerdas dalam bidangnya. Seperti penciptaan musik, buku, karya seni software,
arsitektur, dll. Namun seiring banyaknya hasil karya ciptaan manusia itu,
semakin banyak pula kesempatan para orang-orang yang tidak bertanggung jawab
melakukan pelanggaran. Seperti: menjiblak, meniru atau mengkopi. Yang nantinya
mengatasnamakan hasil karyanya seniri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah.
Diantaranya:
1. Apakah
yang dimaksud dengan Haq Ibtikar?
2. Bagaiman
macam-macam hak al-ibtikar?
3. Bagaimana pandangan islam tentang haq-aliktibar?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah diatas, maka adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian hak haq ibtikar.
2.
Untuk mengetahui macam-macam hak al-ibtikar.
3.
Untuk mengetahui pandangan islam tentang
haq-aliktibar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Haq Al-Ibtikar
Hak berasal
dari bahasa arab haq, secara harfiyah berarti “kepastian” atau “ketetapan”,
al-haq juga berarti “menetapkan” atau “menjelaskan”, dan al-haq juga
berarti “kebenaran”.
Secara
terminologis pengertian hak ialah himpunan kaidah dan nash-nash syari’at yang
harus dipatuhi untuk menertibkan pergaulan manusia baik yang berkaitan
perorangan maupun yang berkaitan dengan harta benda. Hak ialah “suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan
suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.[1]
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan
keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Hak Cipta merupakan suatu hak khusus
bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan -
pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta berlaku pada
berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan
tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,film,
karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman
suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer,siaran radio dan
televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Pertama kali
hak cipta diatur dalam Auteurswet 1912, selanjutnya mengalami perubahan dengan
dikeluarkannya UU No. 6 tahun 1992, UU. No 7 1987, UU No. 12 tahun 1997, dan
terakhir dengan UU No. 19 tahun 2002. Penyempurnaan UU ini dilakukan tidak
lepas dari keberadaan Indonesia sebagai anggota World Tourism Organization
(WTO).
Dibawah ini pemakalah cantumkan tentang
perbandingan antara UU No. 6/1982 dan UU No. 7/1987 tentang hak cipta seseorang
adalah sebagai berikut:[2]
UU No. 6 tahun 1982
|
UU No.7 tahun 1987
|
|
1)
Masa berlaku hak cipta ada yang selama hidup dan 25
tahun setelah meninggal, dan ada yang selama hidup dan 50 tahun setelah
meninggal. (pasal 26 ayat 1 dan 2, pasal 27 ayat 1 dan 2).
|
|
2)
Pelanggaran hak cipta diancam hukuman dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah.
(pasal 44 ayat 1)
|
|
3)
Tindak pidana pelanggaran hak cipta sebagai delik
biasa, sebab ketentuan pasal 45 pada
UU No. 6/1982 telah dihapus.
|
Menurut
pengertian Pasal 1 UU No. 19 tahun 2002,
hak cipta (copyrights dalam bahasa Inggris, auteursrecht dalam
bahasa belanda) ialah hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]
Pada dasarnya,
haq al-Ibtikar adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang
berupa perwujudan dari suatu ide pencipta dibidang sebi, sastra dan ilmu
pengetahuan. Sifat Haq al-Ibtikar ditegaskan dalam pasal 3 UU no. 19tahun 2002
tentang hak cipta yaitu:
1.
Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak
2.
Hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya
maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau
sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.[4]
B. Macam-Macam Haq Al-Ibtikar
1.
Hak cipta yang dilindungi Undang-Undang
a.
Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis
lainnya
b.
Ceramah, kuliah, pidato, dll
c.
Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari,
pewayangan, pantomim, dan karya siaran lain untuk radio, televisi, dan
film, serta karya rekaman, video
d.
Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan
karya rekaman suara atau bunyi lainnya
e.
Segala bentuk seni rupa seperti yang seni
lukis, seni pahat, seni patung, dan seni kaligrafi yang perlindungannya diatur
dalam Pasal 10 Ayat (2)
f.
Seni batik
g.
Arsitektur
h.
Peta
i.
Sinematografi
j.
Fotografi
k.
Program komputer atau computer program
l.
Terjemahan, tafsiran, saduran dan penyusunan bunga rangkai.
2. Hak
cipta yang tidak dilindungi UU
Maksudnya,
setiap orang bebas dan boleh mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut,
bukan merupakan ciptaan pribadi seseorang melainkan ciptaan dan kualitas
sebagai seorang pejabat yang diakui oleh negara, seperti:
a. Hasil
rapat terbuka Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Konstitusional lainnya
b. Peraturan
perundang-undangan
c. Keputusan pengadilan dan penetapan hakim
d. Pidato
kenegaraan dan pidato pejabat pemerintah
e. Keputusan
badan arbitrase, keputusan mahkamah pelayaran, keputusan panitia penyelesaian
perselisihan perburuhan, keputusan badan urusan piutang negara, dll.
3.
Menurut teorinya hak cipta dibagi atas 2, yaitu:
a.
Hak moral (moral right), yaitu hak
seorang pencipta yang tidak dapat diambil sedemikian rupa tanpa izin dari
pemegang hak cipta. Artinya hak untuk pemakaian, untuk mengubah isi/nama/judul
dari ciptaannya, untuk mengumumkan ciptaannya, melekat pada penciptaanya. Orang
lain dilarang untuk mengumumkan, memakai atau mengubah hasil ciptaan seseorang.
b.
Hak ekonomi (economic right), yaitu hak yang berkaitan dengan masalah yang
bersangkut paut dengan keuangan dan penjualan hasil ciptaannya. Disini pencipta
dapat melisensikan kepada pihak lain dengan menerima royalti.
Dua macam hak cipta yang dapat diserahkan
kepada pihak lain yang disebut dengan lisensi dan assignment. Lisensi ialah
suatu pemberian hak kepada orang lain atau oleh si pemegang hak untuk dapat melaksanakan haknya tadi. Sedangkan assignment adalah
penyerahan untuk keseluruhannya, sehingga dapat mencetak, menjual, menfilmkan
dll. Penyerahan bisa kepada pemeritah atau kepada seseorang. Tetapi moral
rightnya tetap dimilki pencipta.
Menurut UU, ada 3 sifat hukum hak cipta:
a.
Hak cipta dianggap sebagai benda yang bergerak
dan immaterial, yang dapat dialihkan kepada pihak lain
b.
Hak cipta harus dialihkan dengan suatu akta
tertulis, baik akta notaris maupun akta dibawah tangan
c.
Hak cipta tidak dapat disita karena berhubungan
sifat ciptaan merupakan hak pribadi yang tunggal dengan diri pencipta itu
sendiri, sekalipun penciptannya telah meninggal dunia dan menjadi milik ahli
warisnya atau penerima wasiat.
C. Pandangan/Tinjauan Hukum Islam
Para ulama di
tanah air turut memberikan perhatian yang serius terhadap maraknya praktik
pelanggaran HAKI. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah menetapkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta dan Fatwa
Nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang HAKI.
''Setiap
bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, merupakan kedzaliman yang hukumnya
haram,'' Dalam butir pertimbangannya, MUI memandang praktik pelanggaran hak
cipta sudah mencapai tahap yang meresahkan. Banyak pihak yang dirugikan,
terutama pemegang hak cipta, negara dan masyarakat.
Bukan hanya
hukum negara yang diterabas, praktik ilegal itu juga dinilai melanggar
ketentuan syariat. Surat An-Nisa :29 secara tegas melarang memakan harta orang
lain secara batil (tanpa hak).
"Hai
orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu."
Terkait
masalah itu, dalam Alquran surat as-Syu'ara :183 Allah SWT berfirman:
''Dan
janganlah kamu merugikan manusia dengan
mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat
kerusakan.''
Rasulullah
SAW sangat mencela segala tindakan yang bisa merugikan hak orang lain. ''Tidak
boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan
(merugikan) orang lain.'' (HR Ibn Majah dari 'Ubadah bin Shamit) Kalangan ulama dari Mazhab Maliki, Hanbali
dan Syafi'i tidak berbeda pandangan terhadap praktik pelanggaran hak cipta ini.
Para ulama
lintas mazhab itu menggolongkan hak cipta yang orisinil dan bermanfaat sebagai
harta berharga. Oleh sebab itu, Wahbah al-Zuhaili pun menegaskan bahwa tindakan
pembajakan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang.
Pelakunya akan dipandang telah melakukan kemaksiatan yang menimbulkan dosa.
Hal ini sama dengan praktik pencurian, harus ada
ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara
melanggar,'' tutur Wahbah.
Ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya, juga para
fukaha tadi, lantas bermuara pada kaidah fikih.
Setidaknya
terdapat tiga pedoman, pertama, bahaya (kerugian) harus dihilangkan. Kedua, menghindarkan masfadat didahulukan
atas mendatangkan maslahat, dan ketiga, segala sesuatu yang lahir (timbul) dari
sesuatu yang haram, adalah haram.
Setelah
memperhatikan seluruh aspek tersebut, Komisi Fatwa menetapkan bahwa hak cipta
termasuk dalam lingkup “huquq maliyyah” (hak kekayaan) yang harus mendapat
perlindungan hukum (mashun) seperti halnya harta kekayaan. ''Hak cipta yang harus dilindungi secara
hukum adalah hak cipta yang tidak bertentangan dengan hukum Islam”.
Dengan
begitu, sebagaimana harta maka hak cipta
dapat dijadikan objek akad (al ma'qud 'alaih). Akad ini mencakup akad
mu'awadhah (pertukaran, komersial) dan akad tabarru'at (non-komersial), bisa
pula diwakafkan dan diwarisi. Begitulah Islam melindungi hak cipta dan HAKI.[5]
Mengenai hak
cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penunlisnya, sebab
karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan
menulis dan menjadi hak milik pribadi. Islam sangat menghargai karya tulis yang
bermanfaat untuk kepentingan agama dan uma, sebab termasuk amal sholeh yang
pahalanya terus-menerus bagi peulisnya, sekalipun ia telah meninggal dunia.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya “ apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali
3 yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh” (HR. Bukhari
dari Hurairah).
Perbuatan
plagiat, mencetak dan menterjemahkan sebagainya terhadap karya tulis seseorang
tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau
penerbit yang diberi wewenang adalah pebuatan yang tidak etis dan dilarang oleh
Islam. Sebab perbuatan tersebut bisa termasuk dalam kategori “pencurian
(sembunyi-sembunyi) ” atau “perampasan (terang-terangan).[6]
Majelis Ulama
Indonesia telah mengeluarkan fatwa no.1/Munas/VII/MUI/15/2005 tentang
perlindungan hak kekayaan intelektual yang memutuskan bahwa dalam hal ini hak
kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil piker yang
menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui
oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini hak
cipta sebagai hak ekslusif bagi seorang pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin kepada pihak
lain melalui lisensi dengan adanya pembayaran royality.
BAB III
PENUTUP
Dapat
disimpulkan bahwa haq al-ibtikar itu dikategorikan kedalam haq al-‘aini, karena
didalam hak al-ibtikar, seseorang mencurahkan segenap tenaga dan ilmunya untuk
menghasilkan suatu karya yang luar biasa yang bisa membawa manfaat buat orang
banyak, dan ia mempunyai hak untuk bertindak sesuai keinginannya terhadap hasil
karya itu.
Majelis
Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa no.1/Munas/VII/MUI/15/2005 tentang
perlindungan hak kekayaan intelektual yang memutuskan bahwa dalam hal ini hak
kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil piker yang
menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui
oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini hak
cipta sebagai hak ekslusif bagi seorang pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin kepada pihak
lain melalui lisensi dengan adanya pembayaran royality.
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita
Selekta Hukum Islam), (Jakarta: CV: Haji Masagung, 1993), hal. 204
[3] Abdul Rasyid Saliman, Hukum
Bisnisperusahaan :Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta
: Kencana, 2008, hal
194
[5] Ajiraksa,Hukum tentang Hak Cipta , http://ajiraksa.blogspot.com/2012/01/Hukum-tentang-Hak-Cipta-Menurut- Islam.html
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.