Gudang Ilmu: Pengertian hak haq ibtikar.

Saturday 15 April 2017

Pengertian hak haq ibtikar.



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Syukur alhamdulillah hanya milik Allah SWT, yang telah memberikan ksehatan, keimanan dan kesempatan kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan makalah “fiqh kontemporer” ini dengan judul “haq al-ibtikar”. Sholawat serta salam kita kirimkan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW.
Dengan berkembangnya teknologi saat ini maka, semakin banyak pula hasil karya yang diciptakan oleh orang-orang yang berintelektual tinggi dan cerdas dalam bidangnya. Seperti penciptaan musik, buku, karya seni software, arsitektur, dll. Namun seiring banyaknya hasil karya ciptaan manusia itu, semakin banyak pula kesempatan para orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan pelanggaran. Seperti: menjiblak, meniru atau mengkopi. Yang nantinya mengatasnamakan hasil karyanya seniri.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka terdapat beberapa rumusan masalah. Diantaranya:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Haq Ibtikar?
2.      Bagaiman macam-macam hak al-ibtikar?
3.      Bagaimana  pandangan islam tentang haq-aliktibar?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian hak haq ibtikar.
2.      Untuk mengetahui macam-macam hak al-ibtikar.
3.      Untuk mengetahui pandangan islam tentang haq-aliktibar.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi  Haq Al-Ibtikar
Hak berasal dari bahasa arab haq, secara harfiyah berarti “kepastian” atau “ketetapan”, al-haq juga berarti “menetapkan” atau “menjelaskan”, dan al-haq  juga berarti “kebenaran”.
Secara terminologis pengertian hak ialah himpunan kaidah dan nash-nash syari’at yang harus dipatuhi untuk menertibkan pergaulan manusia baik yang berkaitan perorangan maupun yang berkaitan dengan harta benda. Hak ialah “suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum.[1]
Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Hak Cipta merupakan suatu hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan - pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya,film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer,siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Pertama kali hak cipta diatur dalam Auteurswet 1912, selanjutnya mengalami perubahan dengan dikeluarkannya UU No. 6 tahun 1992, UU. No 7 1987, UU No. 12 tahun 1997, dan terakhir dengan UU No. 19 tahun 2002. Penyempurnaan UU ini dilakukan tidak lepas dari keberadaan Indonesia sebagai anggota World Tourism Organization (WTO).
Dibawah ini pemakalah cantumkan tentang perbandingan antara UU No. 6/1982 dan UU No. 7/1987 tentang hak cipta seseorang adalah sebagai berikut:[2]
UU No. 6 tahun 1982
UU No.7 tahun 1987
  1. Masa berlaku hak cipta selama hidup dan 25 tahun setelah pencipta meninggal (pasal 26:1)
1)      Masa berlaku hak cipta ada yang selama hidup dan 25 tahun setelah meninggal, dan ada yang selama hidup dan 50 tahun setelah meninggal. (pasal 26 ayat 1 dan 2, pasal 27 ayat 1 dan 2).
  1. Pelanggaran hak cipta diancam hukuman dengan pidana paling lama 3 tahun atau denda setinggi-tingginya lima juta rupiah.
2)      Pelanggaran hak cipta diancam hukuman dengan pidana penjara paling lama 7 tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah. (pasal 44 ayat 1)
  1. Tindak pidana pelanggaran hak cipta dipandang sebagai delik aduan (pasal 45).
3)      Tindak pidana pelanggaran hak cipta sebagai delik biasa, sebab ketentuan  pasal 45 pada UU No. 6/1982 telah dihapus.
Menurut pengertian Pasal 1 UU No. 19  tahun 2002, hak cipta (copyrights dalam bahasa Inggris, auteursrecht dalam bahasa belanda) ialah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.[3]
Pada dasarnya, haq al-Ibtikar adalah sejenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa perwujudan dari suatu ide pencipta dibidang sebi, sastra dan ilmu pengetahuan. Sifat Haq al-Ibtikar ditegaskan dalam pasal 3 UU no. 19tahun 2002 tentang hak cipta yaitu:
1.      Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak
2.      Hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.[4]

B.     Macam-Macam Haq Al-Ibtikar
1.      Hak cipta yang dilindungi Undang-Undang
a.       Buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya
b.      Ceramah, kuliah, pidato, dll
c.       Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari,  pewayangan, pantomim, dan karya siaran lain untuk radio, televisi, dan film, serta karya rekaman, video
d.      Ciptaan tari (koreografi), ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan karya rekaman suara atau bunyi lainnya
e.       Segala bentuk seni rupa seperti yang seni lukis, seni pahat, seni patung, dan seni kaligrafi yang perlindungannya diatur dalam Pasal 10 Ayat (2)
f.       Seni batik
g.      Arsitektur
h.      Peta
i.        Sinematografi
j.        Fotografi
k.      Program komputer atau computer program
l.        Terjemahan, tafsiran, saduran dan penyusunan bunga rangkai.

2.      Hak cipta yang tidak dilindungi UU
Maksudnya, setiap orang bebas dan boleh mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut, bukan merupakan ciptaan pribadi seseorang melainkan ciptaan dan kualitas sebagai seorang pejabat yang diakui oleh negara, seperti:
a.       Hasil rapat terbuka Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Konstitusional lainnya
b.      Peraturan perundang-undangan
c.       Keputusan pengadilan dan penetapan hakim
d.      Pidato kenegaraan dan pidato pejabat pemerintah
e.       Keputusan badan arbitrase, keputusan mahkamah pelayaran, keputusan panitia penyelesaian perselisihan perburuhan, keputusan badan urusan piutang negara, dll.
3.      Menurut teorinya hak cipta dibagi atas 2, yaitu:
a.       Hak moral (moral right), yaitu hak seorang pencipta yang tidak dapat diambil sedemikian rupa tanpa izin dari pemegang hak cipta. Artinya hak untuk pemakaian, untuk mengubah isi/nama/judul dari ciptaannya, untuk mengumumkan ciptaannya, melekat pada penciptaanya. Orang lain dilarang untuk mengumumkan, memakai atau mengubah hasil ciptaan seseorang.
b.      Hak ekonomi (economic right), yaitu hak yang berkaitan dengan masalah yang bersangkut paut dengan keuangan dan penjualan hasil ciptaannya. Disini pencipta dapat melisensikan kepada pihak lain dengan menerima royalti.
Dua macam hak cipta yang dapat diserahkan kepada pihak lain yang disebut dengan lisensi dan assignment. Lisensi ialah suatu pemberian hak kepada orang lain atau oleh si pemegang hak untuk dapat melaksanakan haknya tadi. Sedangkan assignment adalah penyerahan untuk keseluruhannya, sehingga dapat mencetak, menjual, menfilmkan dll. Penyerahan bisa kepada pemeritah atau kepada seseorang. Tetapi moral rightnya tetap dimilki pencipta.
Menurut UU, ada 3 sifat hukum hak cipta:
a.       Hak cipta dianggap sebagai benda yang bergerak dan immaterial, yang dapat dialihkan kepada pihak lain
b.      Hak cipta harus dialihkan dengan suatu akta tertulis, baik akta notaris maupun akta dibawah tangan
c.       Hak cipta tidak dapat disita karena berhubungan sifat ciptaan merupakan hak pribadi yang tunggal dengan diri pencipta itu sendiri, sekalipun penciptannya telah meninggal dunia dan menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat.

C.    Pandangan/Tinjauan Hukum Islam
Para ulama di tanah air turut memberikan perhatian yang serius terhadap maraknya praktik pelanggaran HAKI.  Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta dan  Fatwa  Nomor 1/MUNAS VII/MUI/15/2005 tentang HAKI.
''Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, merupakan kedzaliman yang hukumnya haram,'' Dalam butir pertimbangannya, MUI memandang praktik pelanggaran hak cipta sudah mencapai tahap yang meresahkan. Banyak pihak yang dirugikan, terutama pemegang hak cipta, negara dan masyarakat.
Bukan hanya hukum negara yang diterabas, praktik ilegal itu juga dinilai melanggar ketentuan syariat. Surat An-Nisa :29 secara tegas melarang memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak). 
"Hai orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
Terkait masalah itu, dalam Alquran surat as-Syu'ara :183 Allah SWT berfirman:
''Dan janganlah kamu merugikan manusia  dengan mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.''
Rasulullah SAW sangat mencela segala tindakan yang bisa merugikan hak orang lain. ''Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (merugikan) orang lain.'' (HR Ibn Majah dari 'Ubadah bin Shamit)  Kalangan ulama dari Mazhab Maliki, Hanbali dan Syafi'i tidak berbeda pandangan terhadap praktik pelanggaran hak cipta ini.
Para ulama lintas mazhab itu menggolongkan hak cipta yang orisinil dan bermanfaat sebagai harta berharga. Oleh sebab itu, Wahbah al-Zuhaili pun menegaskan bahwa tindakan pembajakan merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap hak pengarang. Pelakunya akan dipandang telah melakukan kemaksiatan yang menimbulkan dosa.
Hal ini  sama dengan praktik pencurian, harus ada ganti rugi terhadap hak pengarang atas naskah yang dicetak secara melanggar,''  tutur Wahbah. Ketentuan-ketentuan yang telah digariskan Allah SWT dan Rasul-Nya, juga para fukaha tadi, lantas bermuara pada kaidah fikih.
Setidaknya terdapat tiga pedoman, pertama, bahaya (kerugian) harus dihilangkan.  Kedua, menghindarkan masfadat didahulukan atas mendatangkan maslahat, dan ketiga, segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram, adalah haram.
Setelah memperhatikan seluruh aspek tersebut, Komisi Fatwa menetapkan bahwa hak cipta termasuk dalam lingkup “huquq maliyyah” (hak kekayaan) yang harus mendapat perlindungan hukum (mashun) seperti halnya harta kekayaan.  ''Hak cipta yang harus dilindungi secara hukum adalah hak cipta yang tidak bertentangan dengan hukum Islam”.
Dengan begitu,  sebagaimana harta maka hak cipta dapat dijadikan objek akad (al ma'qud 'alaih). Akad ini mencakup akad mu'awadhah (pertukaran, komersial) dan akad tabarru'at (non-komersial), bisa pula diwakafkan dan diwarisi. Begitulah Islam melindungi  hak cipta dan HAKI.[5]
Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penunlisnya, sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis dan menjadi hak milik pribadi. Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan uma, sebab termasuk amal sholeh yang pahalanya terus-menerus bagi peulisnya, sekalipun ia telah meninggal dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya “ apabila manusia telah  meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali 3 yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak sholeh” (HR. Bukhari dari Hurairah).
Perbuatan plagiat, mencetak dan menterjemahkan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang adalah pebuatan yang tidak etis dan dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan tersebut bisa termasuk dalam kategori “pencurian (sembunyi-sembunyi) ” atau “perampasan (terang-terangan).[6]
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa no.1/Munas/VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan hak kekayaan intelektual yang memutuskan bahwa dalam hal ini hak kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil piker yang menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini hak cipta sebagai hak ekslusif bagi seorang pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin kepada pihak lain melalui lisensi dengan adanya pembayaran royality.


BAB III
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa haq al-ibtikar itu dikategorikan kedalam haq al-‘aini, karena didalam hak al-ibtikar, seseorang mencurahkan segenap tenaga dan ilmunya untuk menghasilkan suatu karya yang luar biasa yang bisa membawa manfaat buat orang banyak, dan ia mempunyai hak untuk bertindak sesuai keinginannya terhadap hasil karya itu.
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa no.1/Munas/VII/MUI/15/2005 tentang perlindungan hak kekayaan intelektual yang memutuskan bahwa dalam hal ini hak kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari hasil piker yang menghasilkan sebuah produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diakui oleh Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini hak cipta sebagai hak ekslusif bagi seorang pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan dan memperbanyak hasil ciptaannya atau memberikan izin kepada pihak lain melalui lisensi dengan adanya pembayaran royality.




[1] http://caknenang.blogspot.co.id/2011/05/normal-0-false-false-en-us-x-none_02.html/
[2] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), (Jakarta: CV: Haji Masagung, 1993), hal. 204
[3] Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnisperusahaan :Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta : Kencana,  2008,  hal 194
[4] http://caknenang.blogspot.co.id/2011/05/normal-0-false-false-en-us-x-none_02.html/
[6] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah …, hal. 206

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.