Gudang Ilmu: Pengertian dan dasar hukum syirkah dan mudharabah

Saturday, 15 April 2017

Pengertian dan dasar hukum syirkah dan mudharabah



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Syirkah merupakan suatu percampuran harta dengan harta yang lainnya sehingga keduanya tidak bisa dibedakan. Dalam islam transaksi ini dibolehkan oleh syariat yang didasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah dan Hadits nabi.
Dalam transaksi yang dilakukan syirkah dibagi dalam bebrapa jenis yang dibolehkan oleh syariat dan banyak dilakukan dengan syarat-syarat tertentu.
Sedangkan mudharabah merupakan akad yang didalamnya pemilik modal memberikan modal (harta) pada ‘amil (pengelola) untuk mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang di sepakati dan jika mengalami kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal saja.
Dibolehkannya mudharabah dalam islam atau syariat islam dibuktikannya dengan adanya landasan hukum mengenai mudharabah yang tertuang dalam salah satu surat al-muzammil :20. Ayat itu termasuk salah satu dalil dari sekian banyak surat yang menjelaskan tentang dibolehkannya mudharabah.
Sistem ini telah ada sejak zaman sebelum Islam, dan sistem ini kemudian dibenarkan oleh Islam  karena mengandung nilai-nilai positif dan telah dikerjakan oleh Nabi saw  (sebelum diangkat menjadi Rasul) dengan mengambil modal dari Khadijah, sewaktu berniaga ke Syam (Syiria).
Dengan demikian, dalam  makalah ini akan dibahas tentang Syirkah dan mudharabah.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dan dasar hukum syirkah dan mudharabah?
2.      Apa sajakah rukun dan syarat syirkah dan mudharabah?
3.      Apakah perbedaan syirkah dan mudharabah?
4.      Apa sajakah yang menyebabkan batalnya akad mudharabah?
C.  Tujuan Makalah
1.      Mahasiswa dapat memahami pengertian dan dasar hukum syirkah dan mudharabah.
2.      Mahasiswa dapat memahami rukun dan syarat syirkah dan mudharabah.
3.      Mahasiswa dapat memahami perbedaan syirkah dan mudharabah.
4.      Mahasiswa dapat memahami penyebab batalnya akad mudharabah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian dan Dasar Hukum Syirkah dan Mudharabah
1.    Pengertian dan dasar hukum syirkah
a.    Pengertian syirkah
Menurut bahasa, syirkah adalah bercampurnya suatu harta dengan harta yang lain sehinggga keduanya tidak bisa dibedakan lagi. Adapun menurut istilah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mengartikan istilah syirkah. Menurut ulama Malikiyah, syirkah  adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja untuk menagtur harta (modal) bersama.
Menurut, ulama Hanabilah, syirkah persekutuan hak atau pengaturan harta. Menurru ulama Syafi’iyah, syirkah  adalah tetapnya hak kepemilikan bagi dua orang atau lebih sehingga tidak terbedaan antara hak pihak yang satu dengan hak pihak yang lain (syuyuu).
Menurut ulama Hanafiyah, syirkah adalah transaksi antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan. Ini adalah definisi yang paling tepat bila dibandingkan dengan definisi yang lain, karena definisi menjelaskan hakikat syirkah, yaitu sebuah transaksi.
b.    Landasan Hukum
Syirkah adalah transaksi yang dibolehkan oleh syariat, berdasarkan Al-quran, sunnah dan ijma’.

1)   Dalil dari Al-quran, firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 12
... ôMßgsù âä!%Ÿ2uŽà° Îû Ï]è=W9$# 4 ...
maka mereka bersama-sama (bersekutu) dalam bagian yang sepertiga itu.” (an-Nisaa’ : 12)
2)   Dalil dari sunnah
Hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah secara marfu’ dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,
“sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati yang lain. Jika salah seorang dari keduanya menghianati yang lain, maka Aku keluar dari persekutuan tersebut,’”(HR Abu Dawut serta Hakim dan ia mensyahihkan sanadnya).
Syirkah dengan berbagai macamnya merupakan sesuatu yang disyariatkan, baik syirkah dalam hal akad atau syirkah dalam hal kepemilikan, salama semuanya barjalan diatas rel yang digariskan Islam berkenaan dengan muamalah finansial.
Allah berfirman:
¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3.
”…Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini…" (QS.Shaad ayat 38)
c.       Macam-macam Syirkah
1)      Syirkah Inan
Syirkah Inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk melakukan suatu usaha bersama dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.
2)      Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tanpa modal tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.
3)      Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah kerja sama antara 2 orang atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (Amal), tanpa konstribusi modal
4)      Syirkah Mufaawadhah
Adalah kerja sama antara orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha bersama baik dengan konstribusi kerja atau uang, sama atau tidak jenis pekerjanya dan kerugian ditanggung bersama.
Menurut Syafi’iyah dari keempat syirkah diatas, hanya syirkah inan yang diperbolehkan. Karena pada jenis syirkah lainnya tidak terdapat modal dari masing-masing pelaku usaha bersama, disamping banyak menimbulkan manipulasi pada ketiga jenis syirkah ini terlebih pada syirkah mufaawadhah. Namun, bila dalam praktek syirkah mufaawadhah terdapat modal bersama sebagaimana syirkah inan maka diperbolehkan.
2.    Pengertian dan dasar hukum Mudharabah
a.    Pengertian mudharabah
Mudharabah adalah akat yang telah di kenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah di praktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw. berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian, di tinjau dari hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun Ijma’.
Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangnya untuk di jual oleh Nabi Muhammad Saw. ke luar negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal (Shahib al-maal) sedangkan Nabi Muahammad Saw.  berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib).
Jadi, bentuk kontrak antara dua pihak di mana satu pihak berperan sebagai  pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk di kelola oleh pihak kedua, yaitu si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akad mudharabah. Atau singkatnya, akad mudharabah, adalah persetujuan kongsi antara harta dan salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.
Mudharabah  (bagi hasil) adalah kedua belah pihak sama-sama menyepakati ijab-qabul atas dasar bahwa salah satu pihak menerima sejumlah harta/uang dari pihak yang lain untuk diniagakan (dibisniskan), dengan catatan bahwa keuntungan dari perniagaan tersebut akan dibagi di antara keduanya dengan perbandingan yang jelas, apakah (1/3) atau separuh (1/2).
Bagian yang  dibagikan adalah keuntungan, bukan dari prosentase modal. Selanjutnya,  jika trejadi kerugian, maka untuk menutupinya diambilkan dari modal, sementara pihak yang menjalankan (meniagakan) harta tersebut cukup menanggung kerugian kerja kerasnya saja. Pihak yang meniagakan tidak bisa melakukan praktik mudaharabah pada harta yang dimudharabahkan kecuali atas seizin sang pemilik harta.
b.   Landasan Hukum mudharabah
Para imam mazhab stuju bahwa mudharabah  boleh berdasarkan al-Quran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Hanya saja, hukum ini merupakan pengecualian dari masalah penipuan (gharar) dan ijarah yang belum diketahui. Adapun dalil al-Quran, yaitu Allah  berfirman:[4]
“Dan yang lain berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah.” (al-Muzammil: 20)
Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah karunia Allah.” (al-Jumu’ah: 10)
Ayat-ayat ini secara umum mencakup didalamnya pekerjaan dengan memberikan modal. Sedangkan dalil sunnah, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bin Abdul Muthalib apabila memberikan harta/modal untuk mudharabah, maka dia mensyaratkan pada pengelolanya (mudharib) agar jangan menyeberang laut, menuruni lembah, dan membeli binatang tunggangan yang memiliki hati yang basah. Jika mudharib melakukan hal-hal tersebut, maka dia harus menanggungnya. Kemudian syarat-syarat tersebut sampai kepada Rasulullah, dan beliau pun membolehkannya.
Menurut Ijma’ adalah apa yang diriwayatkan oleh Jamaah dari para sahabat bahwa mereka memberikan harta anak yatim untuk dilakukan mudharabah atasnya, dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya.
c.       Macam-macam Mudharabah
1)      Mudharabah Muthalaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
2)      Mudharabah Muqayaddah
Dimana pemilik dana menetukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
B.  Rukun dan Syarat Syirkah dan Mudharabah
1.      Rukun dan syarat syirkah
Rukun syirkah
a.       Ada sigat (lafaz akad)
Syarat lafazd  hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan
b.      Ada orang yang berserikat
Syarat menjadi anggota atau orang nya
1)      Berakal
2)      Balig(15 tahun)
3)      Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri (tidak di paksa)
c.       Ada pokok pekrjaan (modal)
d.      Modal hendaknya berupa uang (emas atau perak) tau barang yang ditimbang atau di tukar,misalnya : beras, gula, dan lain-lain.
e.       Dua barang modal itu hendaklah dicampurkan sebelum akad sehingga antara kedua bagian barang itu tidak dapat dibedakan lagi.
2.      Rukun dan syarat Mudharabah
a.       Rukun dan syarat Mudharabah
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah :
1)      Pelaku akad ( pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad mudharabah, harusa ada minimal 2 pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudhrabah  tidak ada.
Hal-hal yang disyaratkan dalam pelaku akad adalah keharusan memenuhi kecakapan untuk melakukan wakalah. Hal itu karena mudharib bekerja di atas perintah pemilik modal dimana hal itu mengandung makna mewakilkan.
2)      Objek mudharabah (modal dan kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai ojek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management skill,  dan lain-lain. Tanpa dua objek ini akad mudharabah  pun tidak akan ada.
Syarat-syarat modal:
a)    Modal harus berupa uang yang masih berlaku
b)   Besarnya modal harus diketahui
c)    Modal harus barang tertentu da nada, bukan utang.
d)   Modal harus diserahkan pada mudharib
3)      Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul)
Merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usahapun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
4)      Nisbah keuntungan
Nisbah keuntungan adalah rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan.
Syarat-syarat keuntungan:
a)      Besarnya keuntungan harus diketahui.
b)      Keuntungan merupakan bagian dari milik bersama

C.  Perbedaan Syirkah dan Mudharabah
Mudharabah atau qiradh atau muamalah termasuk dalam jenis-jenis syirkah. Dalam bahasa penduduk Irak disebut mudharabah. Sedangkan dalam bahasa penduduk Hijaz disebut qiradh, diambil dari kata qordh yaitu memotong, karena pemilik modal memotong sebahagian hartanya untuk ‘amil (pengelola modal mudharabah) agar mengelolanya dan memberikan padanya sebahagian dari keuntungannya. Atau diambil dari kata muqharadah yang berarti persamaan, karena keduanya (pemilik modal dan pengelola) sama dalam memperoleh keuntungan, atau karena modal berasal dari pemilik modal dan pengelolanya dari ‘amil, seperti dalam ijarah. Hal itu karena ‘amil dalam mudharabah berhak mendapat bagiannya dari keuntungan mudharabah sebagai imbalan dari pengelolanya terhadap modal tersebut.
Dapat kita ketahui bedasarkan beberapa pengertian dari beberapa ahli yang telah memaparkan pengertian syirkah dan mudharobah secara jelas bahwa perbedaan syirkah dan mudharabah ialah Syirkah merupakan kerja sama dalam hal pencampuran modal antara kedua pihak, sedangkan mudharabah adalah kerja sama yang dilakukan dalam bentuk pemberian modal dari salah satu pihak yang mempunyai modal dan pihak yang lain sebagai pengelola dari modal yang ada.
D.  Batalnya Akad Mudharabah 
Batalnya akad mudharabah disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1.    Fasakh (Pembatalan) dan larangan usaha atau pemecatan
Mudharabah batal dengan adanya fasakh dan dengan larangan usaha atau pemecatan, jika terdapat syarat fasakh dan larangan tersebut, yaitu mudharib mengetahui dengan adanya fasakh dan larangan tersebut serta modal dalam keadaan berbentuk uang pada waktu fasakh dan larangan tersebut.
Jika mudharib mengetahui perihal pemecatannya sedangkan modalnya masih dalam bentuk barang, maka dia boleh menjualnya untuk mengubah modal menjadi uang agar keuntungannya terlihat. Dalam hal ini, pemilik modal tidak memiliki hak melarangnya dalam penjualan barang tersebut, karena hal itu bisa  menghilangkan hak mudharib.
2.    Kematian salah satu pelaku akad
Jika pemilik modal meninggal, maka akad mudharabah menjadi batal menurut mayoritas ulama Karena mudharabah mencakup akad wakalah, sementara wakalah batal dengan meninggalnya muwakkil (orang yang mewakilkan) atau wakil.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah tidak batal dengan meninggalnya salah satu pelaku akad, karena ‘amil memiliki memiliki ahli waris umtuk melaksanakan mudharabah jika mereka bisa menerima amanah (amin), atau mendatangkan amin  yang lain.
3.    Salah satu pelaku akad menjadi gila
Mudharabah batal menurut ulama selain Syafi’iyah dengan gilanya salah satu pelaku akad, jika gilanya itu gila permanen, karena gila membatalkan sifat ahlyah (kelayakan/kemampuan).  Begitu juga setiap yang membatalkan wakalah maka membatalkan mudharabah, seperti pelarangan membelanjakan harta atas pemili modal. Adapun pelarangan membelanjakan harta bagi mudharib Karena bodoh atau idiot, maka menurut ulama Hanafiyah mudharib tidak keluar dari mudharabah, karena dalam keadaan itu dianggap seperti anak kecil yang belum baligh. Menurut mereka,anak yang mumayyiz memiliki sifat ahliyah (kelayakan/kemampuan) untuk menjadi wakil dari orang lain, maka demikian juga dengan orang yang bodoh.
4.    Murtadnya pemilik modal
Jika pemilik modal murtad dari agama Islam lalu mati atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau ia masuk ke negeri musuh tersebut, maka mudharabah-nya batal semenjak hari murtadnya menurut ulama Hanafiyah. Hal itu karena masuk ke negeri musuh sama kedudukannya masuk ke negeri musuh sama kedudukannya dengan kematian, dan itu menghilangkan sifat Iahliyah I(kemampuan/kelyakan) pemilik modal, dengan dalil bahwa orang murtad itu hartanya boleh dibagikan kepada ahli warisnya.
5.    Rusaknya modal Mudharabah di tangan Mudharib
Ini terjadi karena modal menjadi spesifik untuk mudharabah dengan adanya penerimaan barang, sehingga akadnya menjadi batal dengan rusaknya modal. Akad mudharabah batal dengan digunakannya modal oleh mudharib, dinafkahkan atau di berikan kepada orang lain kemudian digunakan oleh tersebut, hingga mudharib tidak memiliki hak untuk membeli sesuatu untuk mudharabah. Jika mudharib mengganti modal yang digunakannya, maka dia dapat membelanjakan kemabali modal tersebut untuk mudharabah.
6.    Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperi ini pengelola  modal bertanggung jawab jika terjadi kerugain karena diala penyebab kerugian






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Pengertian syirkah
Menurut bahasa, syirkah adalah bercampurnya suatu harta dengan harta yang lain sehinggga keduanya tidak bisa dibedakan lagi. Adapun menurut istilah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mengartikan istilah syirkah. Menurut ulama Malikiyah, syirkah  adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja untuk menagtur harta (modal) bersama.
2.      Pengertian Mudharabah
Mudharabah  (bagi hasil) adalah kedua belah pihak sama-sama menyepakati ijab-qabul atas dasar bahwa salah satu pihak menerima sejumlah harta/uang dari pihak yang lain untuk diniagakan (dibisniskan), dengan catatan bahwa keuntungan dari perniagaan tersebut akan dibagi di antara keduanya dengan perbandingan yang jelas, apakah (1/3) atau separuh (1/2).
3.      Landasan Hukum mudharabah
Para imam mazhab stuju bahwa mudharabah  boleh berdasarkan al-Quran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Hanya saja, hukum ini merupakan pengecualian dari masalah penipuan (gharar) dan ijarah yang belum diketahui.
sunnah dan ijma’
B.  Saran
Pemakalah berharap makalah ini bermanfaat terutama untuk pemakalah sendiri dalam proses pembelajaran dan bagi pembaca dalam menambah pengetahuan mengenai syikah dan mudharabah.Pemalakah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mengaharap kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan di masa yang akan datang.


No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.