BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syirkah
merupakan suatu percampuran
harta dengan harta yang lainnya sehingga keduanya tidak bisa dibedakan. Dalam
islam transaksi ini dibolehkan oleh syariat yang didasarkan pada Al-Qur’an,
Sunnah dan Hadits nabi.
Dalam transaksi yang dilakukan syirkah dibagi dalam
bebrapa jenis yang dibolehkan oleh syariat dan banyak dilakukan dengan
syarat-syarat tertentu.
Sedangkan mudharabah merupakan akad yang didalamnya
pemilik modal memberikan modal (harta) pada ‘amil (pengelola) untuk
mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa yang di
sepakati dan jika mengalami kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal saja.
Dibolehkannya mudharabah dalam islam atau syariat islam
dibuktikannya dengan adanya landasan hukum mengenai mudharabah yang tertuang
dalam salah satu surat al-muzammil :20. Ayat itu termasuk salah satu dalil dari
sekian banyak surat yang menjelaskan tentang dibolehkannya mudharabah.
Sistem
ini telah ada sejak zaman sebelum Islam, dan sistem ini kemudian dibenarkan
oleh Islam karena mengandung nilai-nilai
positif dan telah dikerjakan oleh Nabi saw
(sebelum diangkat menjadi Rasul) dengan mengambil modal dari Khadijah,
sewaktu berniaga ke Syam (Syiria).
Dengan
demikian, dalam makalah ini akan dibahas
tentang Syirkah dan mudharabah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dan dasar hukum syirkah dan mudharabah?
2. Apa sajakah rukun
dan syarat syirkah dan mudharabah?
3. Apakah perbedaan
syirkah dan mudharabah?
4. Apa sajakah yang
menyebabkan batalnya akad mudharabah?
C. Tujuan Makalah
1.
Mahasiswa dapat memahami pengertian dan dasar hukum
syirkah dan mudharabah.
2.
Mahasiswa dapat memahami rukun dan syarat syirkah dan
mudharabah.
3.
Mahasiswa dapat memahami perbedaan syirkah dan
mudharabah.
4.
Mahasiswa dapat memahami penyebab batalnya akad
mudharabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan
Dasar Hukum Syirkah dan Mudharabah
1. Pengertian
dan dasar hukum syirkah
a. Pengertian
syirkah
Menurut bahasa, syirkah adalah
bercampurnya suatu harta dengan harta yang lain sehinggga keduanya tidak bisa
dibedakan lagi. Adapun menurut istilah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam
mengartikan istilah syirkah. Menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja
untuk menagtur harta (modal) bersama.
Menurut, ulama Hanabilah, syirkah persekutuan
hak atau pengaturan harta. Menurru ulama Syafi’iyah, syirkah adalah tetapnya hak kepemilikan bagi dua orang
atau lebih sehingga tidak terbedaan antara hak pihak yang satu dengan hak pihak
yang lain (syuyuu).
Menurut ulama Hanafiyah, syirkah adalah
transaksi antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan. Ini
adalah definisi yang paling tepat bila dibandingkan dengan definisi yang lain,
karena definisi menjelaskan hakikat syirkah, yaitu sebuah transaksi.
b.
Landasan Hukum
1)
Dalil dari
Al-quran, firman Allah dalam QS.
An-Nisa’ ayat 12
... ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4
...
“maka
mereka bersama-sama (bersekutu) dalam bagian yang sepertiga itu.” (an-Nisaa’
: 12)
2)
Dalil dari
sunnah
Hadits
qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah secara marfu’ dari Rasulullah bahwa
beliau bersabda,
“sesungguhnya
Allah ‘azza wa jalla berfirman, ‘aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersekutu, selama salah seorang dari keduanya tidak menghianati yang lain. Jika
salah seorang dari keduanya menghianati yang lain, maka Aku keluar dari
persekutuan tersebut,’”(HR Abu Dawut serta Hakim dan ia
mensyahihkan sanadnya).
Syirkah
dengan berbagai macamnya merupakan sesuatu yang disyariatkan, baik syirkah
dalam hal akad atau syirkah dalam hal kepemilikan, salama semuanya barjalan
diatas rel yang digariskan Islam berkenaan dengan muamalah finansial.
Allah
berfirman:
¨bÎ)ur…
#ZÏVx.
z`ÏiB
Ïä!$sÜn=èø:$#
Éóö6us9
öNåkÝÕ÷èt/
4n?tã
CÙ÷èt/
wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
×@Î=s%ur
$¨B
öNèd
3.
”…Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah
mereka ini…" (QS.Shaad ayat 38)
c.
Macam-macam Syirkah
1)
Syirkah Inan
Syirkah
Inan adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam permodalan untuk
melakukan suatu usaha bersama dan keuntungan dibagi antara sesama mereka.
2)
Syirkah Wujuh
Syirkah
Wujuh adalah kerja sama antara dua orang atau lebih untuk membeli sesuatu tanpa
modal tetapi hanya modal kepercayaan dan keuntungan dibagi antara sesama
mereka.
3)
Syirkah Abdan
Syirkah
Abdan adalah kerja sama antara 2 orang atau lebih yang masing-masing hanya
memberikan konstribusi kerja (Amal), tanpa konstribusi modal
4)
Syirkah Mufaawadhah
Adalah
kerja sama antara orang atau lebih untuk melakukan suatu usaha bersama baik
dengan konstribusi kerja atau uang, sama atau tidak jenis pekerjanya dan
kerugian ditanggung bersama.
Menurut Syafi’iyah dari keempat syirkah diatas, hanya
syirkah inan yang diperbolehkan. Karena pada jenis syirkah lainnya tidak
terdapat modal dari masing-masing pelaku usaha bersama, disamping banyak
menimbulkan manipulasi pada ketiga jenis syirkah ini terlebih pada syirkah
mufaawadhah. Namun, bila dalam praktek syirkah mufaawadhah terdapat modal
bersama sebagaimana syirkah inan maka diperbolehkan.
2. Pengertian
dan dasar hukum Mudharabah
a. Pengertian
mudharabah
Mudharabah adalah
akat yang telah di kenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah di
praktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw.
berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan
Khadijah. Dengan demikian, di tinjau dari hukum Islam, maka praktik mudharabah
ini dibolehkan, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun Ijma’.
Dalam
praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu Khadijah
mempercayakan barang dagangnya untuk di jual oleh Nabi Muhammad Saw. ke luar
negeri. Dalam kasus ini, Khadijah berperan sebagai pemilik modal (Shahib
al-maal) sedangkan Nabi Muahammad Saw.
berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib).
Jadi, bentuk kontrak antara dua pihak di
mana satu pihak berperan sebagai pemilik
modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk di kelola oleh pihak kedua,
yaitu si pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akad mudharabah.
Atau singkatnya, akad mudharabah, adalah persetujuan kongsi antara
harta dan salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.
Mudharabah (bagi hasil) adalah kedua belah pihak
sama-sama menyepakati ijab-qabul atas dasar bahwa salah satu pihak menerima
sejumlah harta/uang dari pihak yang lain untuk diniagakan (dibisniskan), dengan
catatan bahwa keuntungan dari perniagaan tersebut akan dibagi di antara
keduanya dengan perbandingan yang jelas, apakah (1/3) atau separuh (1/2).
Bagian yang dibagikan adalah keuntungan, bukan dari
prosentase modal. Selanjutnya, jika
trejadi kerugian, maka untuk menutupinya diambilkan dari modal, sementara pihak
yang menjalankan (meniagakan) harta tersebut cukup menanggung kerugian kerja
kerasnya saja. Pihak yang meniagakan tidak bisa melakukan praktik mudaharabah
pada harta yang dimudharabahkan kecuali atas seizin sang pemilik harta.
b.
Landasan
Hukum mudharabah
Para imam mazhab stuju bahwa mudharabah
boleh berdasarkan al-Quran, sunnah,
ijma’ dan qiyas. Hanya saja,
hukum ini merupakan pengecualian dari masalah penipuan (gharar) dan ijarah
yang belum diketahui. Adapun dalil al-Quran, yaitu Allah berfirman:[4]
“Dan yang lain berjalan di bumi mencari
sebagian karunia Allah.” (al-Muzammil: 20)
“Apabila shalat telah dilaksanakan,
maka bertebaranlah dimuka bumi dan carilah karunia Allah.” (al-Jumu’ah: 10)
Ayat-ayat ini secara umum mencakup
didalamnya pekerjaan dengan memberikan modal. Sedangkan
dalil sunnah, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bin Abdul Muthalib
apabila memberikan harta/modal untuk mudharabah, maka dia mensyaratkan
pada pengelolanya (mudharib) agar jangan menyeberang laut, menuruni
lembah, dan membeli binatang tunggangan yang memiliki hati yang basah. Jika mudharib
melakukan hal-hal tersebut, maka dia harus menanggungnya. Kemudian
syarat-syarat tersebut sampai kepada Rasulullah, dan beliau pun membolehkannya.
Menurut Ijma’ adalah apa yang
diriwayatkan oleh Jamaah dari para sahabat bahwa mereka memberikan harta anak
yatim untuk dilakukan mudharabah atasnya, dan tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya.
c.
Macam-macam Mudharabah
1)
Mudharabah Muthalaqoh
Dimana
pemilik modal (shahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik
dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat.
2)
Mudharabah Muqayaddah
Dimana
pemilik dana menetukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan
dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
B. Rukun dan Syarat
Syirkah dan Mudharabah
1. Rukun
dan syarat syirkah
Rukun syirkah
a. Ada sigat (lafaz akad)
Syarat lafazd hendaklah mengandung arti izin buat
menjalankan barang perserikatan
b. Ada orang yang berserikat
Syarat menjadi anggota atau orang nya
1) Berakal
2) Balig(15 tahun)
3) Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri (tidak
di paksa)
c.
Ada pokok pekrjaan (modal)
d.
Modal hendaknya berupa uang (emas atau perak) tau barang yang
ditimbang atau di tukar,misalnya : beras, gula, dan lain-lain.
e.
Dua barang modal itu hendaklah dicampurkan sebelum akad sehingga
antara kedua bagian barang itu tidak dapat dibedakan lagi.
2. Rukun
dan syarat Mudharabah
Faktor-faktor yang
harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah :
1) Pelaku
akad ( pemilik modal maupun pelaksana usaha)
Dalam akad mudharabah,
harusa ada minimal 2 pelaku. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal
(shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaksana usaha
(mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudhrabah
tidak ada.
Hal-hal
yang disyaratkan dalam pelaku akad adalah keharusan memenuhi kecakapan untuk
melakukan wakalah. Hal itu karena mudharib bekerja di atas
perintah pemilik modal dimana hal itu mengandung makna mewakilkan.
2) Objek
mudharabah (modal dan kerja)
Objek mudharabah merupakan
konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal
menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha
menyerahkan kerjanya sebagai ojek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa
berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan yang
diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, management
skill, dan lain-lain. Tanpa dua
objek ini akad mudharabah pun
tidak akan ada.
Syarat-syarat modal:
a)
Modal harus
berupa uang yang masih berlaku
b)
Besarnya modal
harus diketahui
c)
Modal harus
barang tertentu da nada, bukan utang.
d)
Modal harus
diserahkan pada mudharib
3) Persetujuan
kedua belah pihak (ijab-qabul)
Merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin
minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus secara rela
bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana
setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana
usahapun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja.
4) Nisbah
keuntungan
Nisbah keuntungan adalah
rukun yang khas dalam akad mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual
beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah
pihak yang bermudharabah. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian
keuntungan.
Syarat-syarat keuntungan:
a) Besarnya
keuntungan harus diketahui.
b) Keuntungan
merupakan bagian dari milik bersama
C. Perbedaan
Syirkah dan Mudharabah
Mudharabah atau qiradh atau muamalah termasuk dalam
jenis-jenis syirkah. Dalam bahasa penduduk Irak disebut mudharabah. Sedangkan
dalam bahasa penduduk Hijaz disebut qiradh, diambil dari kata qordh yaitu
memotong, karena pemilik modal memotong sebahagian hartanya untuk ‘amil
(pengelola modal mudharabah) agar mengelolanya dan memberikan padanya
sebahagian dari keuntungannya. Atau diambil dari kata muqharadah yang berarti
persamaan, karena keduanya (pemilik modal dan pengelola) sama dalam memperoleh
keuntungan, atau karena modal berasal dari pemilik modal dan pengelolanya dari
‘amil, seperti dalam ijarah. Hal itu karena ‘amil dalam mudharabah berhak
mendapat bagiannya dari keuntungan mudharabah sebagai imbalan dari pengelolanya
terhadap modal tersebut.
Dapat kita ketahui bedasarkan
beberapa pengertian dari beberapa ahli yang telah memaparkan pengertian syirkah
dan mudharobah secara jelas bahwa perbedaan syirkah dan mudharabah ialah
Syirkah merupakan kerja sama dalam hal pencampuran modal antara kedua pihak, sedangkan
mudharabah adalah kerja sama yang dilakukan dalam bentuk pemberian modal dari
salah satu pihak yang mempunyai modal dan pihak yang lain sebagai pengelola
dari modal yang ada.
Batalnya akad mudharabah disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu:
1.
Fasakh (Pembatalan) dan larangan usaha atau pemecatan
Mudharabah
batal dengan adanya fasakh dan dengan larangan usaha atau pemecatan, jika
terdapat syarat fasakh dan larangan tersebut, yaitu mudharib mengetahui dengan
adanya fasakh dan larangan tersebut serta modal dalam keadaan berbentuk uang
pada waktu fasakh dan larangan tersebut.
Jika
mudharib mengetahui perihal pemecatannya sedangkan modalnya masih dalam bentuk
barang, maka dia boleh menjualnya untuk mengubah modal menjadi uang agar
keuntungannya terlihat. Dalam hal ini, pemilik modal tidak memiliki hak
melarangnya dalam penjualan barang tersebut, karena hal itu bisa menghilangkan hak mudharib.
2. Kematian
salah satu pelaku akad
Jika pemilik modal meninggal, maka akad mudharabah
menjadi batal menurut mayoritas ulama Karena mudharabah mencakup
akad wakalah, sementara wakalah batal dengan meninggalnya muwakkil
(orang yang mewakilkan) atau wakil.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah
tidak batal dengan meninggalnya salah satu pelaku akad, karena ‘amil
memiliki memiliki ahli waris umtuk melaksanakan mudharabah jika mereka
bisa menerima amanah (amin), atau mendatangkan amin yang lain.
3. Salah
satu pelaku akad menjadi gila
Mudharabah
batal
menurut ulama selain Syafi’iyah dengan gilanya salah satu pelaku akad, jika
gilanya itu gila permanen, karena gila membatalkan sifat ahlyah (kelayakan/kemampuan). Begitu juga setiap yang membatalkan wakalah
maka membatalkan mudharabah, seperti pelarangan membelanjakan harta
atas pemili modal. Adapun pelarangan membelanjakan harta bagi mudharib Karena
bodoh atau idiot, maka menurut ulama Hanafiyah mudharib tidak keluar
dari mudharabah, karena dalam keadaan itu dianggap seperti anak kecil
yang belum baligh. Menurut mereka,anak yang mumayyiz memiliki sifat
ahliyah (kelayakan/kemampuan) untuk menjadi wakil dari orang lain, maka
demikian juga dengan orang yang bodoh.
4. Murtadnya
pemilik modal
Jika pemilik modal murtad dari agama
Islam lalu mati atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau ia masuk ke negeri
musuh tersebut, maka mudharabah-nya batal semenjak hari murtadnya
menurut ulama Hanafiyah. Hal itu karena masuk ke negeri musuh sama kedudukannya
masuk ke negeri musuh sama kedudukannya dengan kematian, dan itu menghilangkan
sifat Iahliyah I(kemampuan/kelyakan) pemilik modal, dengan dalil bahwa orang
murtad itu hartanya boleh dibagikan kepada ahli warisnya.
5. Rusaknya
modal Mudharabah di tangan Mudharib
Ini terjadi karena modal menjadi
spesifik untuk mudharabah dengan adanya penerimaan barang, sehingga
akadnya menjadi batal dengan rusaknya modal. Akad mudharabah batal
dengan digunakannya modal oleh mudharib, dinafkahkan atau di berikan
kepada orang lain kemudian digunakan oleh tersebut, hingga mudharib tidak
memiliki hak untuk membeli sesuatu untuk mudharabah. Jika mudharib mengganti
modal yang digunakannya, maka dia dapat membelanjakan kemabali modal tersebut
untuk mudharabah.
6.
Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola
modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad. Dalam keadaan seperi ini pengelola
modal bertanggung jawab jika terjadi kerugain karena diala penyebab
kerugian
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian
syirkah
Menurut bahasa, syirkah
adalah bercampurnya suatu harta dengan harta yang lain sehinggga keduanya tidak
bisa dibedakan lagi. Adapun menurut istilah, para ulama fiqih berbeda pendapat
dalam mengartikan istilah syirkah. Menurut ulama Malikiyah, syirkah adalah pemberian izin kepada kedua mitra kerja
untuk menagtur harta (modal) bersama.
2.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah
(bagi hasil) adalah kedua belah pihak
sama-sama menyepakati ijab-qabul atas dasar bahwa salah satu pihak menerima
sejumlah harta/uang dari pihak yang lain untuk diniagakan (dibisniskan), dengan
catatan bahwa keuntungan dari perniagaan tersebut akan dibagi di antara
keduanya dengan perbandingan yang jelas, apakah (1/3) atau separuh (1/2).
3.
Landasan Hukum mudharabah
Para imam mazhab stuju bahwa mudharabah boleh berdasarkan al-Quran, sunnah, ijma’ dan
qiyas. Hanya saja, hukum ini merupakan pengecualian dari masalah penipuan
(gharar) dan ijarah yang belum diketahui.
sunnah
dan ijma’
B. Saran
Pemakalah
berharap makalah ini bermanfaat terutama untuk pemakalah
sendiri dalam proses pembelajaran dan bagi pembaca dalam menambah pengetahuan
mengenai syikah dan mudharabah.Pemalakah menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu pemakalah mengaharap kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kemajuan di masa yang akan datang.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.