BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis nasional yang berkepanjangan, telah membahayakan
persatuan dan kesatuan, mengancam kehidupan bangsa dan negara, perlu segera
diakhiri. Upaya yang telah menjadi kesepakatan bersama adalah melaksanakan
reformasi disegala bidang, sebagai langkah untuk bangkit dan kembali dan
memperteguh kepercayaan diri atas kemampuan yang ada, dengan melakukan
penyelamatan, pemulihan, pemantapan, dan pengembangan pembangunan dengan
paradigma baru Indonesia masa depan.
Dalam hal ini, misi GBHN 1999-2004, mengamanahkan secara
tegas upaya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi/ nasional,
terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi dengan mengembangkan sistem
ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis
pada sumber daya alam dan sumber daya manusia yang produktif mandiri, maju,
berdaya saing, berwawasan lingukungan dan berkelanjutan (GBHN 1999, butir 7).
Terkait dengan itu, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang
program pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004, lebih lanjut
menegaskan, pemulihan ekonomi bertujuan mengembalikan tingkat pertumbuhan dan
pemerataan yang memadai, serta tercapainya pembangunan berkelanjutan. Untuk itu
diperlukan upaya pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan
berlanjutan dan berkeadilan yang berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan.
Banyak pengusaha besar yang berhasil pada masa ini
memulai perusahaan mereka secara kecil-kecilan pada masa lalu. Seperti Ibu
Moeryati Soedibyo, pemilik perusahaan Mustika Ratu, memulai perusahaan jamu dan
perawatan kecantikan tradisional secara kecil-kecilan, bukannya tiba-tiba
menjadi besar.
Seorang wirausaha bekerja dan mengembangkan perusahaan
setapak demi setapak, mengenali kelemahan dan kekuatan diri sebelum melangkah
memasuki dunia usaha yang lebih besar dab penuh tantangan. Mereka mau tetap
bekerja, tidak seperti wirausaha karbitan (bagi orang-orang Malaysia dikenal
sebagai wirausaha parasut), yang kelihatan berhasil tetapi harta yang dimilikinya
adalah harta milik orang lain yang mesti dibayar.
Pada umumnya wirausaha adalah orang yang kreatif dalam
menyelesaikan permasalahan hidup, faktor ini menjadikan mereka tabah dan mampu
mengatasi tantangan untuk menjadi wirausaha yang sukses. Upaya kreatif mereka
menjadikan mereka pencipta perusahaan, pencipta produk ang dapat diperkenalkan
dan pencipta kerja untuk orang-orang yang membutuhkan pekerjaan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan usaha kecil?
2.
Apa sajakah pengaturan dalam usaha kecil?
3.
Bagaimana metode pemberdayaan dalam usaha kecil?
4.
Bagaimana kemitraan dalam usaha kecil?
C. Tujuan
1.
Mahasiswa dapat memahami apa itu usaha kecil.
2.
Mahasiswa dapa mengetahui pengaturan dalam usaha kecil.
3.
Mahasiswa dapat memahami metode pembelajaran dalam usaha
kecil.
4.
Mahasiswa dapat memahami kemitraan dalam usaha kecil.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Usaha Kecil
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi
produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan
usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Usaha kecil adalah kegiatan usaha yang mempunyai modal
awal yang kecil, atau nilai kekayaan yang kecil dan jumlah pekerja yang juga
kecil. Nilai modal awal, aset atau jumlah pekerja itu bergantung kepada
definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan
tujuan-tujuan tertentu. Misalnya Indonesia mendefinisikan usha kecil sebagai
perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 20 orang atau nilai aset yang
kurang dari Rp 200.000.000,-. Usaha yang terlalu kecil dengan jumlah pekerja
yang kurang dari 5 orang dikatakan sebagai usaha kecil level mikro.[1]
Adapun sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh seorang
wirausaha adalah sebagai berikut:
1.
Suka terhadap tantangan-tantangan yang membawa dirinya
pada keinginan untuk mencoba tantangan tersebut.
2.
Resiko bukan faktor yang paling dipertimbangkan dalam
melakukan sesuatu.
3.
Kepercayaan dan kemampuan diri melebihi dorongan dari
orang lain.
4.
Berani menerima kegagalan dan menjadikan kegagalan itu
sebagai pembimbing utama.
5.
Suka dan dapat bergaul dengan orang lain.
6.
Berorientasi ke masa depan.
Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan
kerja memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas
nasional. Kondisi umum UMKM di Indonesia dapat digambarkan dari populasi tahun
2007 terdapat 49,8 juta unit usaha yaitu sama dengan 99,9% jumlah unit usaha di
Indonesia. Sedangkan penyerapan tenaga kerja = 88,7 juta yaitu sama dengan
96,9% dari seluruh tenaga kerja Indonesia.
Sebagai salah satu
pilar utama ekonomi nasional, UMKM harus memperoleh kesempatan utama, dukungan,
perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang
tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat tersebut, yang diwujudkan melalui
pemberdayaan UMKM. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan
berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
B. Pengaturan Usaha Kecil
C. Metode Pemberdayaan Usaha Kecil
Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk
penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan
mandiri.
Kebijakan pemberdayaan UMKM antara lain dimuat dalam UU
No. 20/2008 tentang UMKM; dan Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN 2010-2014. Dalam
UU No. 20/2008 disebutkan antara lain prinsip-prinsip dan tujuan pemberdayaan
UMKM.
1.
Prinsip pemberdayaan UKM, meliputi:
a.
Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan
UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri
b.
Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel
dan berkeadilan
c.
Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi
pasar sesuai dengan kompetensi UMKM
d.
Peningkatan daya saing UMKM
e.
Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian secara terpadu.
2.
Tujuan pemberdayaan UMKM adalah
a.
Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang
dan berkeadilan
b.
Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi
usaha yang tangguh dan mandiri
c.
Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah,
penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan kemiskinan.[2]
D. Kemitraan Usaha Kecil
Dalam rangka pemberdayaan UMKM pemerintah telah
mengeluarkan kebijakan kemitraan, antara lain: PP No. 44/1997 tentang
Kemitraan. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah menerbitkan Keppres No.
127/2001 tentang Bidang/Jenis Usaha yang terbuka untuk Usaha Menengah atau
Besar dengan syarat kemitraan. Selanjutnya, diterbitkan kebijakan teknis berupa
Peraturan Menteri BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.[3]
Dalam memberdayakan UMKM perlu diperhatikan permasalahan
yang dihadapi UMKM itu sendiri. Dalam Lampiran Perpres No. 5/2010 tentang RPJMN
2010-2014, pada buku II Bab III disebutkan tentang permasalahan UMKM, antara
lain:
1.
Permasalahan
belum kondusifnya iklim usaha sebagai
akibat: Koperasi dan UMKM masih menghadapi berbagai permasalahan yang mendasar
dalam menjalankan usahanya, sebagai berikut:
a.
Belum efektifnya koordinasi dan sinkronisasi program
dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang direncanakan dan
diimplementasikan oleh berbagai kementerian dan lembaga
b.
adanya prosedur dan administrasi berbiaya tinggi
c.
keterbatasan dukungan sarana dan prasarana untuk
pemberdayaan koperasi dan UMKM
d.
kurangnya partisipasi seluruh pemangku kepentingan
termasuk pemerintah, organisasi non pemerintah, dan masyarakat dalam
pemberdayaan koperasi dan UMKM.
2.
Permasalahan
pengembangan produk dan pemasaran: Koperasi dan UMKM masih menghadapi masalah
dalam pengembangan produk dan pemasarannya. Permasalahan tersebut meliputi:
a.
Terbatasnya akses
koperasi dan UMKM kepada teknologi dan lembaga litbang
b.
Kurangnya
kepedulian koperasi dan UMKM mengenai prasyarat mutu dan desain produk dan
kebutuhan konsumen
c.
Kurangnya
insentif untuk berkembangnya lembaga pendukung koperasi dan UMKM
d.
Belum
terbangunnya prinsip kemitraan dalam satu kesatuan struktur/strategi
pengembangan usaha yang bersinergi sesuai dengan rantai nilai (value chain)
e.
Masih
adanya gap dalam kebutuhan pertumbuhan UMKM yang tinggi dan ketersediaan
sumberdaya.
Oleh karena
itu, sasaran pembangunan yang akan dicapai adalah:
1)
Tersedianya hasil-hasil
teknologi dan litbang yang sesuai dengan kebutuhan dan skala koperasi dan UMKM
2)
Meningkatnya kemampuan technopreneurship
koperasi dan UMKM;
3)
Meningkatnya
jumlah kapasitas dan jangkauan lembaga penyedia jasa pengembangan dan pembiayaan usaha
4)
Berkembangnya jaringan usaha yang berbasis
kemitraan yang kuat
5)
Berkembangnya lembaga pendukung usaha yang
dapat memfasilitasi perkembangan potensi dan posisi tawar usaha mikro.
3.
Rendahnya kualitas SDM, dicirikan oleh:
a)
belum dipertimbangkannya karakteristik wirausaha
dalam pengembangan UMKM
b)
rendahnya kapasitas pengusaha skala mikro,
kecil dan menengah serta mengelola koperasi
c)
masalah rendahnya motivasi dan budaya
wirausaha mikro dalam membangun kepercayaan
d) masih
rendahnya tingkat keterampilan dan kapasitas pengelola usaha.
Adapun faktor-faktor yang masih menjadi kendala dalam
meningkatkan daya saing dan kinerja usaha kecil dan menengah di Indonesia
adalah:
1.
Lemahnya sistem pembiayaan dan kurangnya
komitmen pemerintah bersama lembaga legislatif terhadap dukungan permodalan
usaha kecil, sehingga keberpihakan lembaga-lembaga keuangan dan perbankan masih
belum seperti yang diharapkan.
2.
Kurangnya kemampuan usaha kecil untuk
meningkatkan akses pasar, daya saing pemasaran serta pemahaman regulasi pasar,
baik pasar domestik maupun pasar global.
3.
Terbatasnya informasi sumber bahan baku dan
panjangnya jaringan distribusi, lemahnya kekuatan tawar menawar, khususnya
bahan baku yang dikuasai oleh pengusaha besar mengakibatkan sulitnya
pengendalian harga.
4.
Masih rendahnya kualitas SDM yang meliputi
aspek kompetensi, keterampilan, atos kerja, karakter, kesadaran akan pentingnya
konsistensi mutu, dan standarisasi produk dan jasa, serta wawasan
kewirausahaan.
5.
Proses perizinan pendirian badan usaha,
paten, merk, hak cipta, investasi, izin ekspor impor yang masih birokratis dan
biaya tinggi serta memerlukan waktu yang panjang.
6.
Keberadaan jasa lembaga penjamin, asuransi,
dan jasa lembaga keuangan non bank lainnya masih belum mampu melayani usaha
kecil secara optimal.
7.
Tidak berfungsinya secara baik lembaga
promosi pemerintah didalam menunjang promosi produk dan jasa usaha kecil, baik
untuk pasar domestik dan pasar global.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sadano Sukirno, Pengantar Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2006), Hlm. 365
Wisber Haryanto, (2012).
Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah, Jurnal Aspek hukum dalam Ekonomi, Hlm.3
Wisber Haryanto, (2012).
Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah, Jurnal Aspek hukum dalam Ekonomi, Hlm.
3-4
Amirullah dan Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2005) hlm: 91-92
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.