Gudang Ilmu: Pengertian Transplantasi tubuh, transfusi darah, dan Bank ASI

Saturday, 15 April 2017

Pengertian Transplantasi tubuh, transfusi darah, dan Bank ASI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Berbagai ragam permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, baik yang menyangkut masalah ibadah, aqidah, ekonomi, sosial, sandang, pangan, kesehatan, dan sebagainya, seringkali meminta jawaban kepastiannya dari sudut hukum. Dalam kondisi yang demikian, maka berkembanglah salah satu disiplin ilmu yang dinamakan Masail Fiqhiyyah.
Pada zaman sekarang ini, telah banyak ditemukan yang namanya Transplantasi Tubuh, Transfusi Darah, dan adanya Bank ASI yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dan tim medis pun melakukan hal tersebut dengan tujuan tertentu. Transplantasi tubuh itu merupakan pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Dan hal ini merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat.
Bahkan untuk praktek mengenai transplantasi organ, tranfusi darah, dan BANK ASI, sudah menjadi hal yang lazim yang dikerjakan oleh tim medis, tetapi dari semua praktek tersebut, banyak bermunculan pandangan para ulama menganai transplantasi, transfusi darah, dan BANK ASI tersebut, karena mengingat, banyaknya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan dari tindakan tersebut.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Transplantasi tubuh, transfusi darah, dan Bank ASI?
2.      Apakah tujuan transplantasi tubuh dan transfusi darah secara medis?
3.      Bagaimana hukum transplantasi berdasarkan kondisi si donor dalam syariat Islam?
4.      Bagaimanakah hukum transfusi darah dan realitas fenomena sosial hari ini?
5.      Bagaimanakah hukum Bank ASI dalam syariat Islam dikaitkan dengan kemaslahatan dan implikasinya terhadap perkawinan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Transplantasi tubuh, Transfusi darah, dan Bank ASI
1.      Pengertian Transplantasi Tubuh
Transplantasi tubuh adalah pengantian atau pencangkokan organ tubuh seseorang yang fungsinya sudah tidak dapat dipertahankan lagi dengan organ tubuh sehat dari orang lain. [1]
Menurut ahli ilmu kedokteran, transplantasi adalah pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini adalah kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu, atau transplantasi adalah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidup tidak ada lagi.
Dapat disimpulkan bahwa transplantasi tubuh adalah suatu proses pemindahan salah satu jaringan atau organ tubuh seseorang kepada orang lain yang tidak memiliki daya hidup secara optimal setelah menjalani prosedur pengobatan secara medis maupun non medis.
Transplantasi ditinjau dari hubungan genetic antara donor dan resipien ada tiga jenis transplantasi, dapat dibedakan menjadi:
1)       Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain   dalam tubuh orang itu sendiri.
2)       Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.
3)      Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
a.         Transplantasi Autologus, yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan sebelum pemberian kemoterapi,
b.         Transplantasi Alogenik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya,baik dengan hubungan keluarga atau tanpa hubungan keluarga,
c.         Transplantasi Singenik, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik,misalnya pada gambar identik,
d.        Transplantasi Xenograft, yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang tidak sama spesiesnya.[2]
2.      Transfusi darah
Transfusi Darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Asy-Syekh Husnain Muhammad Makhluf merumuskan definisinya sebagai berikut : “Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia dengan cara memindahkannya dari tubuh orang yang sehat kepada tubuh yang orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya”. Dalam pasal 1 tentang peraturan pemerintah tentang Transfusi Darah : Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada seorang penderita, yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantung plastic.
Dapat disimpulkan bahwa Tranfusi darah adalah tindakan medis yang dilakukan untuk menolong pasien yang mengalami kehilangan darah dalam jumlah besar sehingga mengganggu kelangsungan hidupnya. Yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia bermacam-macam tergantung kebutuhannya, yakni tranfusi darah berupa sel-sel darah merah (eritrosit).


3.      Bank ASI
Bank ASI, yaitu suatu sarana yang dibuat untuk menolong bayi-bayi yang tak terpenuhi kebutuhannya akan ASI. Di tempat ini, para ibu dapat menyumbangkan air susunya untuk diberikan pada bayi-bayi yang membutuhkan. Bank Susu Dalam Pandangan Islam andai kata ada diantara wanita yang rela menyerahkan susunya pada Bank Asi, maka air susu itu sama saja seperti darah yang disumbangkan untuk kemaslahatan umat.[3]
Dapat disimpulkan bahwa Bank ASI adalah lembaga yang menghimpun susu murni dari para ibu untuk memenuhi kebutuhan air susu ibu bagi bayi yang tidak memperoleh ASI dari ibunya sendiri.

B.  Tujuan Transplantasi Tubuh Dan Transfusi Darah Secara Medis
1.      Tujuan Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi pada dasaranya bertujuan untuk:
a.       Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya rusaknya jantung, ginjal, dll.
b.      Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis, misalnya bibir sumbing.
c.       UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 33 ayat (1)
“Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi”
Transplantasi pada dasarnya bertujuan: Kesembuhan dari suatu penyakit, misalnya kebutaan, rusaknya jantung dan ginjal, dsb.  Pemulihan kembali fungsi suatu organ, jaringan atau sel yang telah rusak atau mengalami kelainan, tapi sama sekali tidak terjadi kesakitan biologis. contohnya bibir sumbing
2.      Tujuan Transfusi Darah
a.       Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
b.      Memelihara keadaan biologis darah atau komponen – komponennya agar tetap bermanfaat.
c.       Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
d.      Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
e.       Meningkatkan oksigenasi jaringan.
f.       Memperbaiki fungsi Hemostatis.
g.      Tindakan terapi kasus tertentu.[4]

3.      Tujuan Bank ASI
Tujuan dari dirikannya bank ASi itu adalah untuk membantu bayi yang amat membutuhkan ASI dan tidak bisa/terhalang mendapatkannya dari Ibu kandung karena alasan medis atua non medis. Termasuk dalam hali ini, bayi adalah Bayi yang lahir prematur,  Bayi yang lahir dengan berat badan di bawah normal, Dan bayi dengan kondisi medis tertentu.

C.  Hukum Transplantasi Berdasarkan Kondisi Si Donor Dalam Syariat Islam
Ada 3 tipe donor organ tubuh :
1.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Sehat
Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat, maka hukumnya ‘Haram’, dengan alasan Firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 195 :
وَلاَ تُلْقُوْا بِأَيْدِيْكُمْ إَلىَ التَّهْلُكَةِ
     “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.
Ayat tersebut mengingatkan manusia, agar tidak terlalu gegabah dalam mengambil suatu tindakan,  namun tetap menimbang akibatnya yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri donor, walaupun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur. Umpamanya seseorang menyumbangkan sebuah ginjalnya atau matanya pada orang lain yang memerlukannya karena hubungan keluarga, teman atau karena berharap adanya imbalan dari orang yang memerlukan dengan alasan krisis ekonomi. Dalam masalah yang terakhir ini, yaitu donor organ tubuh yang mengharap imbalan atau menjualnya, haram hukumnya, disebabkan karena organ tubuh manusia itu adalah milik Allah (milk ikhtishash), maka tidak boleh memperjual belikannya. Manusia hanya berhak mempergunakannya, walaupun organ tubuh itu dari orang lain.
Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih hidup sehat kepada orang lain, ia akan menghadapi resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi seorang manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali. Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat penyakit baru bagi si donor.
Hal ini tidak diperbolehkan karena dalam qaidah fiqh disebutkan:
الضَّرَرُ لاَ يُزَالُ بِالضَّ
       “Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya    (kemudharatan) lainnya”
  Qaidah Fiqhiyyah
دَرْءُ اْلمَفاَسِدِ مُقَدَّمٌ عَلىَ جَلْبِ اْلمَصَالِحِ
“Menghindari kerusakan/resiko, didahulukan dari/atas menarik kemaslahatan”.
Berkaitan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.


2.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma
Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya tetap haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Maka dari itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma, tidak boleh menurut Islam dengan alasan sebagai berikut:
Hadits Nabi, riwayat Malik dari ‘Amar bin Yahya, riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dan al-Daruquthni dari Abu Sa’id al-Khudri dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ubadah bin al-Shamit :
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat pada orang lain”.
Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang dalam keadaan koma/sekarat haram hukumnya, karena dapat membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.
Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati berada di tangan Allah. Oleh karena itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematian orang lain, meskipun hal itu dilakukan oleh dokter dengan maksud mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.
3.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Meninggal.
Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan syarat bahwa :
Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik medis maupun non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْظُوْرَاتِ
“Darurat akan membolehkan yang diharamkan”.
Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah :
الضَّرَرُ يُزَالُ
“Bahaya itu harus dihilangkan”.
Juga pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan   menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya,   untuk menyumbangkan organ tubuhnya bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.
Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987, bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.

D.  Hukum Transfusi Darah Dan Realitas Fenomena Sosial Hari Ini
Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk najis mutawasittah menurut hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dan keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat pada beberapa ayat yang dhalalahnya shahih. Antara lain berbunyi:[5]
Diharamkan bagimu (mempergunakannay) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah............
..........Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(Q.S. Al Maidah :3)
Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lagi yang dapat dipergunakaanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan. Misalnya, seseorang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam hal Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebut dengan “Transfusi Darah”. Hal ini sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang dalam keadaan darurat.
Sedangkan menurut Prof. Drs. H. Masyfuk Zuhdi dan Drs. H. Mahyudin, M.Pd.I. menurut pendapat Prof. Drs. H. Masyfuk Zuhdi mengatakan bahwa jual beli darah manusia itu tidak etis disamping bukan termasuk barang yang dibolehkan untuk diperjualbelikan karena termasuk bagian manusia yang Allah muliakan dan tidak pantas untuk diperjualbelikan, karena bertentangan dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia.[6]

E.  Hukum Bank ASI Dalam Syariat Islam Dikaitkan Dengan Kemaslahatan Dan Implikasinya Terhadap Perkawinan
Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum berdirinya Bank ASI. Setidaknya ada tiga pandangan mengenai hal ini:
Pendapat pertama:
Menyatakan bahwa mendirikian bank ASI hukumnya boleh. Diantara alasan mereka sebagai berikut: bayi yang mengambil air susu dari bank ASI tidak bis mnjadi mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena susuan yang menharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara menghisap punting payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaiman seorang bayi yang menyusu ibunya. Sedangkan dalam Bank ASI, sang bayi hanya mengambil Asi yang sudah dikemas.
Pendapat Kedua:
Menyatakan bahwa mendirikan Bank ASI hukumnya haram. Alasan mereka bahwa Bank ASI ini akan menyebabkan tercampurnya nasab, karena susuan yang mengaharamkan bisa terjadi dengan sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun tanpa harus dilakukan penyusuan langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya Bank ASI adalah Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhayli. Dalam kitab fatwa Mu’ashirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institutusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Pendapat Ketiga:
Menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, di antaranya: setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, pencampuran ansab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.[7]






BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa transplantasi tubuh adalah suatu proses pemindahan salah satu jaringan atau organ tubuh seseorang kepada orang lain yang tidak memiliki daya hidup secara optimal setelah menjalani prosedur pengobatan secara medis maupun non medis. Hukum melakukan trasplantasi tubuh adalah jika dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.
Tranfusi darah adalah tindakan medis yang dilakukan untuk menolong pasien yang mengalami kehilangan darah dalam jumlah besar sehingga mengganggu kelangsungan hidupnya. Yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia bermacam-macam tergantung kebutuhannya, yakni tranfusi darah berupa sel-sel darah merah (eritrosit). Hukum melakukan transfusi darah adalah jika berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lagi yang dapat dipergunakaanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan.
Sedangkan Bank ASI adalah lembaga yang menghimpun susu murni dari para ibu untuk memenuhi kebutuhan air susu ibu bagi bayi yang tidak memperoleh ASI dari ibunya sendiri. Hukum Bank ASI adalah bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, di antaranya: setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, pencampuran ansab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari




[1] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,(Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve,1997)  hal 234
[5] Masyifuk Zuhdi, Masail Al-Fiqhiyah, (Jakarta : Haji Masagung,1994) hlm.51
[6] http://tafany.wordpress.com/2009/06/12/transfusi-darah.html/
[7] http://Luckymelansari.blogspot.co.id/2015/03/fiqh-kontemporer-transpalantasi-tubuh.html/

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.