Gudang Ilmu: Hadis dan Aspek Penyebarannya

Friday 14 April 2017

Hadis dan Aspek Penyebarannya



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan Islam, terutama dalam ilmu hadits banyak sekali bahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk dibahas dan dipelajari, tertama masalah ilmu hadits.
Sebahagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan dari segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya hadits dilihat dari segi kuantitas periwayatannya, dari aspek sumber penyebarannya, dan dari aspek kualitasnya.
Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hadits ditinjau dari aspek kuantitas periwayatannya?
2.      Bagamana hadits ditinjau dari aspek sumber penyebarannya?
3.      Bagaimana hadits ditinjau dari aspek kualitasnya?
Tujuan
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan pembegian Hadits berdasarkan kuantitas periwayatannya
2.      Mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan pembagian hadits berdasarkan sumber penyebaranya.
3.      Mahasiswa dapat menjelaskan dan membedakan pembagian hadits berdasarkan kuantitas periwayatannya.






A.    Hadist dari aspek sumber penyebarannya
1.      Hadist qudsi
Qudsi menurut bahasa dinisbatkan kepada “Qudus” yang artinya suci, yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengagungan dan pemuliaan atau penyandaran kepada dzat Allah yang Mahasuci. Sedangkan Hadist Qudsi menurut istilah adalah apa yang disandarkan oleh Nabi dari perkataan-perkataan beliau kepada Allah.
            Bentuk-bentuk periwayatan hadist qudsi:
a.       Rasulullah SAW bersabda,”seperti yang diriwayatkan dari Allah SWT”. Contohnya: diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzar Radiyallahu Anhu dari Nabi seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasannya Allah berfirman.
“ Wahai hamba-ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim paa diri-ku dan Aku haramkan pula untuk kalian, maka jangan saling menganiaya di antara kalian”.
b.      Rasulullah bersabda “Allah berfirman...”
Contohnya: diriwayatkan oleh Imam bukhari dari Abu Hurairah bahwa rasulullah SAW bersabda,
“ Allah SWT berfirman, ‘aku selalu dalam persangkutan hamba-ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku akan mengingatnya”.
            Perbedaan antara hadist qudsi dengan Al-Quran:
1)      Al-Quran itu lafazh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadist qudsi maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi.
2)      Membaca Al-Quran termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedang membaca hadist qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.
3)      Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-quran, sedangkan dalam hadist qudsi tidak disyaratkan mutawatir.
2.      Hadits Nabawi
Hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.
Hadits nabawi itu ada 2 macam, yaitu:
a.       Tauqifi
Yang bersifat taufiqi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasullullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.
b.      Taufiqi
Yang bersifat taufiqi yaitu yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkan dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulan yang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat
Perbedaan antara hadist Qudsi dengan hadist Nabawi:
Hadist nabawi disandarkan pada Rasulullah saw dan diceritakan oleh beliau, sedangkan hadist qudsi disandarkan kepada Allah kemudian Rasulullah menceritakan dan meriwayatkannya dari Allah. Oleh karena itu, diikat dengan sebutan qudsi. Ada yang berpendapat bahwa dinamakan hadist qudsi karena penisbatannya kepada Allah yang Mahasuci, sementara hadist nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi saw.
4.    Hadits dari Aspek Kualitasnya
1.      Hadits Shahih
Shahih menurut bahasa adalah lawan dari sakit. Ini adalah makna hakiki pada jasmani. Sedangkan dalam penggunaannya pada hadits dan makna-makna yang lain, ia adalah makna yang majazi.
Shahih menurut istilah ilmu hadits adalah satu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki kemampuan menghafal yang sempurna (dhabith), serta tidak ada penyelisihan dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syadz) dan tidak ada illat yang berat.
Para ulama mendefinisikan hadits shahih yang telah diakui dan disepakati kebenarannya oleh para ahli hadits, yaitu hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh rawi yang adil dan zabit dari rawi lain yang juga adil dan zabit sampai akhir sanad, dan hadits itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).
Beberapa kriteria hadits shahih
a.       Mengenai Sanad
1)      Sanadnya bersambung, yaitu setiap perawi telah mengambil hadits secara langsung dari gurunya mulai dari permulaan sampai akhir sanad.
2)      Para perawi yang adil, yaitu setiap perawi harus seorang yang muslim, baligh, berakal, tidak fasik dan berperangai baik.
3)      Dhabth yang sempurna, yaitu setiap perawi harus sempurna hafalnnya. Dhabth ada dua macam:
a)      Dhabth shadr, yaitu bila seorang perawi benar-benar hafal hadits yang telah disengarnya dalam dadanya, dan mampu mengungkapkannya kapan saja.
b)      Dhabth kitab adalah bila seorang perawi menjaga hadits yang telah didengarnya dalam bentuk tulisan.
4)      Tidak ada syudzudz (syadz), yaitu hadits tersebut tidak syadz. Syudzudz adalah jika seorang perawi yang tsiqah menyelisihkan perawi yang lebih tsiqah darinya.
5)      Tidak ada illat yang berat, yaitu hadits tersebut tidak boleh cacat. ‘illat adalah suatu sebab yang tersembunyi yang dapat merusak status keshahihan hadits meskipun zhahirnya tidak nampak ada cacat.
b.      Mengenai Matan
1)      Pengertian yang terkandung dalam matan tidak boleh bertentangan dengan ayat al-Qur’an atau hadits mutawatir walaupun keadaan rawi sudah memenuhi syarat. Bila matan hadits dinilai bertentangan dengan ayat al-Quran atau hadits mutawatir, maka hadits itu tidak dipandang hadits shahih.
Contohnya:
“Siapa yang meninggal, padahal ada kewajiban puasa atas dirinya, maka hendaklah walinya berpuasa (untuk membayarnya).” (HR.Bukhari)
Hadits di atas meskipun sanadnya memenuhi persyaratan hadits shahih, ditolak oleh sebahagian ulama, karena mereka menilai bahwa matan hadist tersebut bertentangan dengan ayat al-Quran yang berbunyi:
“Dan sesungguhnya tidak ada bagi manusia, kecuali apa yang ia usahakan.” (QS.An-Najm: 30)
2)      Pengertian dalam matan tidak bertentangan dengan pendapat yang disepakati (ijmak) ulama, atau tidak bertentangan dengan keterangan ilmiah yang kebenarannyadapat dipastikan secara sepakat oleh para ilmuan.
3)      Tidak ada kejanggalan lainnya, jika dibandingkan dengan matan hadits yang lebih tinggi tingkatan dan kedudukannya.
Jika salah satu dari 5 syarat tersebut tidak terpenuhi, maka ia tidak dapat dinamakan sebagai hadits shahih.
Contohnya:
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya, dia berkata: telah bercerita kepada kami Abdullah bin yusuf, dia berkata: telah mengabarkan kepada Malik, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’in, dari bapaknya, dia berkata, “ Aku telah dengar Rasulullah membaca surat Ath- Thur dalam sholat maghrib”.
Macam-macam hadits shahih:
a.       Hadits shahih Lizatih (shahih karena dirinya)
Hadits shahih lizatih adalah hadits shahih yang memenuhi secara lengkap syarat-syarat hadits shahih.
Contoh:
“Bukhari berkata,”Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila mereka bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga.” (HR. Bukhari)
Hadits diatas diterima oleh Bukhari dari Andullah binYusuf, Abdullah bin yusuf menerimanya dari Malik, Malik menerimanya dari Nafi’, Nafi’ menerimanya dari Abdullah, dan Abdullah itulah sahabat nabi yang mendengar dari Nabi SAW. Bersabda seperti tercantum diatas. Semua nama-nama tersebut, mulai dari Bukhari sampai Abdullah (sahabat) adalah rawi-rawi yang adil, zabit, dan benar-benar bersambung, dan tidak cacat, baik pada sanad maupun pada matan. Dengan demikian hadits diatas termasuk hadits shahih lizatih.
b.      Hadits Shahih li Gairih (hadits shahih bukan karena dirinya)
Hadits shahih li gairih adalah hadits dibawah tingkatan shahih yang menjadi hadits shahih karena diperbuat oleh hadits shahih sendiri. Sekiranya hadits yang memperkuat itu tidak ada, maka hadist tersebut hanya berada pada tingkatan hadits hasan.hadits shahih li ghairih hakikatnya hadits hasan lizatih (hadits hasan karena dirinya sendiri)
Contoh: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Sekiranya aku tidak menyusahkanumatku, tentu aku menyuruh mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap sholat.”[7]
2.      Hadist Hasan
3.      Hadits Dha’if
Hadits dha’if menurut bahasa berarti hadits yang lemah dan tidak kuat, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah.
Menurut para ulama hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.
Al-Nawawi mendefinisikan dengan: “hadits yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadist hasan.”
Macam-macam hadits dha’if:
a.       Pada sanad
1)      Dha’if karena tidak bersambung sanadnya.
a)      Hadits Munqathi’
Hadits munqathi’ adalah hadits yang gugur sanadnya di suatu tempat atau lebih, atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal namanya
b)      Mu’alaq
Hadits mu’alaq yaitu hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih diawal sanadnya secara berturut-turut.
c)      Hadits Mursal
Hadits mursal adalah hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud gugur disini ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalag orang yang pertama menerima hadits dari Rasulullah SAW.
d)     Hadits Mu’adhal
Hadits mu’adhal adalah hadits yang gugur 2 orang sanadnya atau lebih, secara berturut-turut.
e)      Hadits mudallas
Hadits mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bermodal.
2)      Dha’if karena tiadanya syarat adil
a)      Al-Maudhu’
Hadits maudhu’ yaitu hadits yang dibuat-buat oleh seseorang atau pendusta yang ciptaan ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik sengaja maupun tidak.
b)      Hadits matruk dan hadits munkar
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau tampak kefasikannya baik pada perbuatan atau perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau banyak ragu.
3)      Dha’if karena tiadanya dhabit
a)      Mudraj
Yaitu hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan, padahal bukan (bagian dari) hadits.
b)      Hadits maqlub
Yaitu hadits yang lafaz matannya tertukar pada oleh salah seorang perawi, atau seseorang pada sanadnya. Kemudian didahulukan dalam penyebutannya, yang seharusnya disebut belakangan, atau mengakhirkan penyebutan, yang seharusnya didahalukan, atau dengan diletakkannya sesuatu pada tempat yang lain.
c)      Mudhtharib
Yaitu hadits yang diriwayatkan dengan bentuk yang berbeda-beda padahal dari satu perawi (yang meriwayatkan) dua atau lebih, atau dari 2 perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih).
d)     Mushahhaf dan muharraf
Mushahhaf yaitu perubahan redaksi hadits dan maknanya.
Muharraf yaitu hadits yang perbedaannya terjadi disebabkan terjadi karena perubahan syakal kata dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.
4)      Dha’if karena kejanggalan dan kecatatan
a)      Hadist syadz
Hadist yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang kualitasnya lebih utama.
b)      Hadist Mu’allal
Hadis yang diketahui ‘illatnya setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan meskipun pada lahirnya tampak selamat (dari cacat.
b.      Da’if dari segi matan
1)      Hadis Mauquf
Hadis yang diriwayatkan dari para sahabat baik berupa, perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya baik bersama atau tidak.
2)      Hadis maqthu’
Hadis yang diriwayatkan dari Tabi’in dan disandarkan kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya.



Syaikh Manna’ Al-Qathtahan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 25
Syaikh Manna’ Al-Qathtahan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm. 26

Syaikh Manna’ Al-Qathtahan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm.117
Muhammad Ahmad, Ulumul hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 101
Syaikh Manna’ Al-Qathtahan, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005), hlm.117
Muhammad Ahmad, Ulumul hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 105
Muhammad Ahmad, Ulumul hadits, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 106-107

Munzier Suparta, Ilmu Hadis,(Jakarta: Rajawali Pers,2014),hlm.152-171

No comments:

Post a Comment

terimakasih telah mengunjungi blog saya.