Konsep Manajemen Syari’ah
Menurut Karebet dan Yusanto (2002), syari’ah memandang manajemen dari dua
sisi, yaitu manajemen sebagai ilmu dan manajemen sebagai aktivitas. Sebagai
ilmu, manajemen dipandang sebagai salah satu dari ilmu umum yang lahir berdasarkan
fakta empiris yang tidak berkaitan dengan nilai, peradaban (hadharah) manapun.
Namun sebagai aktivitas, maka manajemen dipandang sebagai sebuah amal yang akan
dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT, sehingga ia harus terikat
pada aturan syara’, nilai dan hadharah Islam. Manajemen Islami (syariah)
berpijak pada aqidah Islam. Karena aqidah Islam merupakan dasar Ilmu
pengetahuan atau tsaqofah Islam.
a.
Manajemen Sebagai ilmu
Sebagai ilmu, manajemen termasuk sesuatu yang bebas nilai atau berhukum
asal mubah. Konsekuensinya, kepada siapapun umat Islam boleh belajar. Berkaitan
dengan ini, kita perlu mencermati pernyataan Imam A; ghazali dalam kitabnya
Ihya Ulumuddin, Bab Ilmu. Beliau membagi ilmu dalam dua kategori ilmu
berdasarkan takaran kewajiban yaitu:
(1) ilmu yang dikategorikan sebagai
fardhu ’ain, yakni yang termasuk dalam golongan ini adalah ilmu-ilmu tsaqofah
bahasa Arab, sirah nabawiyah, Ulumul Qur’an, Ulumul hadits, Tafsir, dan
sebagainya.
(2) Ilmu yang terkategori sebagai fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib
dopelajari oleh salah satu atau sebagian dari kaum muslimin. Ilmu yang termasuk
dalam kategori ini adalah ilmu-ilmu kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan
dan teknologi serta keterampilan, diantaranya seperti ilmu kimia, biologi,
fisika, kedokteran, pertanian, teknik dan manajemen.
Dalam kitab Al fathul Kabir, Jilid III, disebutkan bahwa rasul pernah
mengutus dua orang sahabatnya ke negeri Yaman guna mempelajari teknologi
pembuatan senjata bernama dabbabah. Yakni sejenis kendaraan tank saat ini, yang
terdiri atas kayu tebal berlapis kulit dan tersusun dari roda-roda. Senjata ini
mampu menerjang benteng lawan.
b.
Manajemen Sebagai Aktivitas
Dalam ranah aktivitas, Islam memandang bahwa keberadaan manajemen sebagai
suatu kebutuhan yang tak terelakkan dalam memudahkan implementasi Islam dalam
kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat. Implementasi nilai-nilai Islam
berwujud pada difungsikannya Islam sebagai kaidah berpikir dan kaidah amal
dalam kehidupan. Sebagai kaidah berpikir, aqidah dan syariah difungsikan
sebagai asas dan landasan pola pikir. Sedangkan sebagai kaidah amal, syariah
difungsikan sebagai tolok ukur (standar) perbuatan.
Karenanya, aktivitas menajemen yang dilakukan haruslah selalu berada dalam
koridor syariah. Syariah harus menjadi tolok ukur aktivitas manajemen. Senafas
dengan visi dan misi penciptaan dan kemusliman seseorang, maka syariahlah
satu-satunya yang menjadi kendali amal perbuatannya. Hal ini berlaku bagi
setiap Muslim, siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Inilah sebenarnya
penjabaran dari kaidah ushul yang menyatakan ”al aslu fi al-af’al attaqoyyadu
bi al-hukmusy syar’i”, yakni hukum asal suatu perbuatan adalah terikat pada
hukum syara yang lima, yakni wajib, sunah, mubah, makruh dan haram.
Dengan tolok ukur syariah, setiap muslim akan mampu membedakan secara jelas
dan tegas perihal halal tidaknya, atau haram tidaknya suatu kegiatan manajerial
yang akan dilakukannya. Aktivitas yang halal akan dilanjutkannya, sementara
yang haram akan ditinggalkannya semata-mata untuk menggapai keridhaan Allah
Swt.
3.
Peran Syariah Dalam Fungsi Manajemen
Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada
cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam
setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam).
Fungsi manajemen sebagaimana kita ketahui ada empat yang utama, yaitu:
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengontrolan
(controlling), dan pengevaluasian (evaluating).
1.
Syariah dalam Fungsi Perencanaan
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi perencanaan:
a.
Perencanaan bidang SDM.
Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar perekrutan SDM.
Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan profesionalisme
yang harus dimiliki oleh seluruh komponen SDM perusahaan. Kriteria profesional
menurut syariah adalah harus memenuhi 3 unsur, yaitu kafa’ah (ahli di
bidangnya), amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab), memiliki etos
kerja yang tinggi (himmatul ‘amal).
2. Perencanaan Bidang Keuangan
Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan sumber dana dan alokasi
pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan syarat
kehalalan dana, baik sumber masukan maupun alokasinya. Maka, tidak pernah
direncanakan, mislanya, peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau
pemanfaatan dana untuk menyogok pejabat.
3. Perencanaan Bidang
Operasi/produksi
Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan masukan
produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dlam dunia pendidikan, mislanya,
inpuntnya adalah SDM Muslim dan proses pendidikannya ditetapkan dengan
menggunakan kurikulum yang Islami. Dalam Industri pangan, maka masukannya
adalah bahan pangan yang telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses
produksinya ditetapkan berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan
syariah.
4. Perencanaan bidang pemasaran.
Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan segmentasi
pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi. Dalam dunia
pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM muslim. Target yang ingin
dicapai adalah output didik (SDM) yang profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan
adalah lembaga yang memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan
manajemen syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan ataupun
penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.
2.
Peran Syariah dalam
Pengorganisasian.
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi
pengorganisasian:
a.
Aspek Struktur
Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal yang
berkorelasi dengan faktor Prfesionalisme serta Aqad pekerjaan. Harus
dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan tidak sesuai dengan kafa’ah-nya
atau dengan aqad pekerjaannya. Yang pertama akan menyebabkan timbulnya
kerusakan, dan yang kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad
dan pekerjaan.
b.
Aspek Tugas dan Wewenang
Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada kejelasan
tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima oleh para SDM pelaksana
berdasarkan kesanggupan dan kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad
pekerjaan tersebut.
c.
Aspek Hubungan
Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya organisasi
bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan muamalah yang selalu mengacu
pada amar ma’ruf dan nahi munkar.
5. Peran Syariah dalam Pengontrolan
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan
adalah merupakan tugas utama dari fungsi kepemimpinan.
Fungsi kepemimpinan selain sebagai penggembala (pembimbing, pengarah,
pemberi solusi dan fasilitator), maka implementasi syariah dalam fungsi
pengarahan dapat dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu
sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial
(fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat,
informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan
pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah
yang kuat. Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah
kepada para SDM organisasi.
a.
Motivasi
Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan
kepada orang yang dipimpinnya dalalm suatu entitas atau kelompok, baik itu
individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara,
untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin
harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal
motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan ruhiyah. Kekuatan
yang muncul karena adanya kesadaran akibat pemahaman (mafhum) akan maksud dan
tujuan yang mendasari amal perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi
pemimpin untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang
dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik dan sempurna,
tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.
b.
Fasilitator
Kedua, fungsi sosial. Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar
anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team
(together everyone achieve more). Setiap anggotanya harus dapat bersinergi
dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat
diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh
anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide atau pemikiran),
feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja
interaksi yang terjadi berada dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.
6. Peran Syariah dalam Evaluasi
Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengoreksi prestasi
kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan
rencana yang di desain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan
membutuhkan prasyarat adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur
organisasi yang tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan
melalui tiga pilar pengawasan, yaitu:
1. Ketaqwaan individu. Seluruh
personel SDM perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
2. Kontrol anggota. Dengan
suasana organisasi yang mencerminkan formula TEAM, maka proses keberlangsungan
organisasi selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai
dengan arah yang telah ditetapkan.
3. Penerapan (supremasi) aturan.
Organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu
saja-tidak bertentangan dengan syariah.
Tipe-tipe manajemen
Manajer menggunakan konsep, manusia,
dan kemampuan teknis untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam semua
organisasi. Namun tidak semua pekerjaan manajer sama. Manajer bertanggung jawab
terhadap departemen yang berbeda, bekerja pada level hirarki yang berbeda, dan
permintaan yang berbeda dalam mencapai kinerja yang tinggi. Daft (2003:12)
mengatakan bahwa perbedaan tipe-tipe manajemen tersebut dapat dilihat secara
vertikal maupun horisontal, berikut penjelasannya:
1. Vertical
differences. Secara vertikal manajer terdiri atas:
a. Top
manager, yaitu seorang manajer yang berada pada hirarki teratas dalam
organisasi dan bertanggung jawab terhadap keseluruhan organisasi.
b. Middle
manager, yaitu seorang manajer yang bekerja pada level menengah organisasi dan
bertanggung jawab terhadap departemen-departemen utama.
c. Front-line
manager, yaitu seorang manajer yang berada pada level manajemen pertama atau
kedua dan bertanggung jawab langsung terhadap produksi barang dan jasa.
2. Horizontal
differences. Secara horisontal, manajer dibedakan menjadi:
a. Functional
manager, yaitu seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap sebuah departemen
atau melaksanakan sebuah tugas fungsional tunggal dan memiliki karyawan dengan
pendidikan dan keahlian yang sama.
b. General
manager, yaitu seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap beberapa
departemen yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah mengunjungi blog saya.